BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu masalah kompleks manusia, selain
berkenaan dengan masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah kegiatan
berbahasa.Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung
secara makanistik, tetapi juga berlangsung secara mentalistik. Artinya,
kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dengan proses atau kegiatan mental
(otak). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, studi
linguistik perlu dilengkapi dengan studi antardisiplin antara linguistik dan
psikologi, yang lazim disebut psikolinguistik.
Wundt adalah
Bapak Psikologi Eksperimen yang pertama kali membangun Laboratorium Psikologi
di Leipzig, Jerman pada abad ke-19. Di
samping itu, Wundt telah memperkenalkan apa yang pada waktu itu di sebut
Psikologi Bahasa (Psychologie Der Sprache) yang materinya tidak jauh
berbeda dengan apa yang dibahas dalam Psikolinguistik dewasa ini. Istilah
Psikolinguistik merupakan istilah lain dari Psikologi Bahasa yang muncul
setelah Perang Dunia Kedua.
Pada tahun
1900 Wundt menulis buku tentang psikolingistik yang berjudul ”Die Sprache” terdiri
atas dua jilid. Die Sprache inji merupakan bagian dari satu set buku karangan Wundt
yang berjudul ”Volker Psychologie”
(Psikologi Bangsa) yang membahas tentang kebudayaan, struktur sosial bahasa,
moral, dan lain-lain dari pelbagai bangsa yang berbeda di dunia. Isinya semacam
antropologi terhadap kebanyakan para psikolog yang tidak menyadari atau
mengetahuinya.
Dalam
bukunya itu, Wundt berusaha dengan keras mennabungkan dua aliran yang sangat
kuat pada abad ke-19, yaitu aliran idealisme atau rasionalisme dengan alirn
empirisme.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1.
Apakah
yang dimaksud dengan psikologi?
2.
Apakah
yang dimaksud dengan lingustik?
3.
Apakah
yang dimaksud dengan psikolinguistik?
4.
Aliran-aliran
apa sajakah yang terdapat dalam psikolinuistik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Psikologi
Secara etimologi kata psikologi
berasal dari bahasa Yunani Kuno psyche dan logos. kata psyche
berarti jiwa, roh, atau sukma, sedangkan kata logos berarti ilmu. Jadi,
secara harfiah berarti ilmu jiwa atau ilmu yang objek kajiannya adalah jiwa.
dulu ketika psikologi adalah ilmu yang mengkaji jiwa masih bisa dipertahankan.
Dalam kepustakaan pada tahun 50an nama ilmu jiwa lazim digunakan sebagai padanan
kata psikologi. Namun, kini istilah ilmu jiwa tidak digunakan lagi karena
bidang ilmu ini memang tidak meneliti jiwa, roh, atau sukma, sehingga istilah
itu kurang tepat.
Dalam perkembangan lebih lanjut,
psikologi lebih membahas atau mengkaji sisi – sisi manusia dari segi yang bisa
diamati. Kareba jiwa itu bersifat abstrak, sehingga tidak dapat diamati secara
empiris, padahal objek kajian setiap ilmu harus dapat diobservasi secara
indrawi. Dalam hal ini jiwa atau keadaan jiwa hanya bisa diamati melalui gejala
– gejalanya seperti orang yang sedih akan berlaku murung, dan orang yang
gembira tampak dari gerak – geriknya yang riang atau dari wajahnya yang binar –
binar. Meskipun demikian, kita juga sering mendapat kesulitan untuk mengetahui
keadaan jiwa seseorang dengan hanya melihat tingkah lakunya saja. Tidak jarang
kita jumpai seseorang yang sebenarnya sedih tetapi tetap tersenyum. Atau
seseorang yang sebenarnya jengkel atau marah tetapi tetap tenang atau malah
tertawa.
Walaupun besar gerak – gerik lahir seseorang
belum tentu menggambarkan keadaan jiwa yang sebanarnya, namun, secara
tradisional, psikologi lazim diartikan sebagai satu bidang ilmu yang mencoba
mempelajari perilaku manusia. Caranya adalah dengan mengkaji hakikat
rangsangan, hakikat reaksi terhadap rangsangan itu dan mengkaji hakikat proses
– proses akal yang berlaku sebelum reaksi itu terjadi. Para ahli psikologi
belakangan ini juga cenderung untuk menganggap psikologi sebagai suatu ilmu
yang mecoba mengkaji proses akal manusia dan segala manifestasinya yang
mengatur perilaku manusia itu. Tujuan pengkajian akal ini adalah untuk
menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol perilaku manusia.
Dalam perkembangannya, psikologi telah
menjadi beberapa aliran sesuai dengan paham filsafat yang dianut. Karena itulah
dikenal adanya psikologi yang mentalistik, yang bahavioristik, dan yang
kognitifistik.
Psikologi yang mentalistik melahirkan
aliran yang disebut psikologi kesadaran. Tujuan utama psikologi
kesadaran adalah mencoba mengkaji proses – proses akal manusia dengan cara
mengintrospeksi atau mengkaji diri. Oleh karena itu, psikologi kesadaran lazim
juga disebut psikologi introspeksionisme. Psikologi ini merupakan suatu
proses akal dengan cara melihat kedalam diri sendiri setelah suatu rangsangan
terjadi.
Psikologi yang behavioristik melahirkan
aliran yang disebut psikologi perilaku. Tujuan utama psikologi perilaku
ini adalah mencoba mengkaji perilaku manusia yang berupa reaksi apabila suatu
rangsangan terjadi, dan selanjutnya bagaimana mengawasi dan mengontrol perilaku
itu. Para pakar psikologi behavioristik ini tidak berminat mengkaji proses –
proses akal yang membangkitkan perilaku tersebut karena proses – proses akal
ini tidak dapat diamati atau diobservasi secara langsung. Jadi, para pakar
psikologi perilaku ini tidak mengkaji ide – ide, pengertian, kemauan,
keinginan, maksud, pengharapan, dan segala mekanisme fisiologi. Yang dikaji
hanyalah peristiwa – peristiwa yang dapat diamati, yang nyata dan konkret,
yaitu kelakuan atau tingkah laku manusia.
Psikologi yang kognitifistik dan lazim
disebut psikologi kognitif mencoba mengkaji proses–proses kognitif
manusia secara ilmiah. Yang dimaksud kognitif adalah proses–proses akal
(pikiran, berpikir) manusia yang bertanggung jawab mengatur pengalaman dan
perilaku manusia. Hal utama yang dikaji oleh psikologi kognitif adalah
bagaimana cara manusia memperoleh, menafsirkan, mengatur, menyimpan,
mengeluarkan, dan menggunakan pengetahuannya, termasuk perkembangan dan
penggunaan pengetahuan bahasa. Perbedaannya dengan psikologi kesadaran adalah
bahwa menurut paham mentalisme proses–proses akal itu berlangsung setelah
terjadinya rangsangan. Sedangkan menurut psikologi kognitif proses– proses akal
itu dapat terjadi karena adanya kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih
dahulu.kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih dahulu. Perilaku
yang muncul sebagai hasil proses akal seperti ini disebut perilaku atau
tindakan bertujuan sebagai hasil kreativitas organisme manusia itu sendiri.
Psikologi sangat berkaitan erat dengan
kehidupan manusia dalam segala kegiatannya yang sangat luas. Oleh karena itu,
muncullah berbagai cabang psikologi yang diberi nama sesuai dengan
penarapannya. Diantara cabang–cabang itu adalah psikologi sosial, psikologi
perkembangan, psikologi klinik, psikologi komunikasi, dan psikologi bahasa.
B. Linguistik
Secara umum linguistik lazim
diartikan sebagai ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek
kajiannya. Pakar linguistik disebut lingui, dalam bahasa inggris juga
berarti orang yang mahir menggunakan beberapa bahasa, selain bermakna pakar
linguistik. Seseorang linguis mempelajari bahasa bukan dengan tujuan utama
untuk mahir menggunakan bahasa itu, melainkan untuk mengetahui secara mendalam mengenai
kaidah – kaidah struktur bahasa, beserta dengan berbagai aspek dan segi yang
menyangkut bahasa itu. Andaikata si linguis ingin memahirkan penggunaan bahasa
bahasa itu tentu juga tidak ada salahnya. Bahkan akan menjadi lebih baik.
Sebaiknya, seseorang yang mahir dan lancar dalam menggunakan beberapa bahasa,
belum tentu dia seorang linguis kalau dia tidak mendalami teori tentang bahasa.
Orang seperti ini lebih tepat disebut seorang poliglot ”berbahasa
banyak”, sebagai dikotomi dari monoglot ”berbahasa satu”.
Kalau dikatakan bahwa linguistik atu
adalah ilmu yang objek kajiannya adalah bahaasa, sedangkan bahasa itu sendiri
merupakan fenomena yang hadir dalam segala aktivitas kehidupan manusia, maka
linguistik itu pun menjadi sangat luas bidang kajiannya. Oleh karena itu, kita
bisa lihat adanya berbagai cabang linguistik yang dibuat berdasarkan berbagai
kriteria atau pandangan. Secara umum pembidangan linguistik itu adalah sebagai
berikut.
- Menurut objek kajian, linguistik dapat dibagi atas
dua cabang besar, yaitu linguistik mikro dan linguistik makro.
Objek kajian linguistik mikro adalah struktur internal bahasa itu sendiri,
mencakup struktur fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Sedangkan
objek kajian linguistik makro adlah bahasa dalam hubungannya dengan faktor
di luar bahasa seperti faktor sosiologis, psikologis, antropologi, dan
neurologi. Berkaitan dengan faktor – faktor di luar bahasa itu muncullah
bidang – bidang seperti sosiologistik, psikologistik, neurolinguistik dan
etnolinguistik. Disini, linguistik dipandang sebagai disiplin utama,
sedangkan ilmu-ilmu lain sebagai disiplin bawahan. - Menurut tujuan kajiannya, linguistik dapat dibedakan
atas dua bidang besaar yaitu linguistik teoteris dan linguistik
terapan. Kajian teoteris hanya ditujukan untuk mencari atau menentukan
teori – teori linguistik. Hanya untuk membuat kaidah – kaidah linguistik
secara deskriptif. Sedangkan kajian terapan ditujukan untuk menerapkan
kaidah – kaidah linguistik dalam kegiatan praktis, seperti dalam
pengajaran bahasa, penerjemahan, penyusunan kamus, dan sebagainya. - Adanya yang disebut linguistik sejarah dan sejarah
linguistik. Linguistik sejarah mengkaji perkembangan dan perubahan suatu
bahasa atau sejumlah bahasa, baik dengan diperbandingkan maupun tidak.
Sejarah linguiatik mengkaji perkembangan ilmu linguistik, baik mengenai
tokoh – tokohnya, aliran – aliran teorinya, maupun hasil – hasil kerjanya.
Dalam kaitannya dengan psikologi,
linguistik lazim diartikan sebagai ilmu yang muncoba mempelajari hakikat
bahasa, atruktur bahasa, bagaimana bahasa itu diperoleh, bagaimana bahasa itu
bekerja, dan bagaimana bahasa itu berkembang. Dalam konsep ini tampak bahwa
yang namanya psikolinguistik dianggap sebagai cabang dari linguistik, sedangkan
linguistik itu sendiri dianggap sebagai cabang dari psikologi.
C. Psikolinguistik
Psikolinguistik terbentuk dari kata
psikologi dan kata linguistic, yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing
– masing berdiri sendiri, dengan prosedur dan metode yang berlainan. Namun,
keduanya sama – sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya materinya
yang berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji
perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Dengan demikian cara dan tujuannya
juga berbeda.
Meskipun cara dan tujuan berbeda,
tetapi banyak juga bagian – bagian objeknya yang dikaji dengan cara yang sama
dan dengan tujuan yang sama, tetapi dengan teori yang berlainan. Hasil kajian
kedua disiplin ini pun banyak yang sama, meskipun tidak sedikit yang berlainan.
Oleh karena itulah, telah lama dirasakan perlu adanya kerja sama di antara
kedua disiplin ini untuk mengkaji bahasa dan hakikat bahasa. Dengan kerja sama
kedua disiplin itu diharapkan akan diperoleh hasil kajian yang lebih baik dan
lebih bermanfaat.
Sebagai hasil kerjasama yang baik,
lebih terarah, dan lebih sistematis diantara kedua ilmu itu, lahirlah satu
disiplin ilmu baru yang disebut psikolinguistik, sebagai ilmu
antardisiplin antara psikologi dan linguistik. Istilah psikolinguistik
itu sendiri baru lahir tahun 1945, yakni tahun terbitnya buku psycholinguistics
: A Survey of Theory and Reserch Problems yang disunting oleh Charles E.
Osgood dan Thomas A. sebeok, di Bloomington, Amerika Serikat.
Psikolinguistik mencoba menguraikan
proses – proses psikologi yang berlangsung
jika seseorang
mengucapkan kalimat – kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan
bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia (Slobin, 1974; Meller,
1964; Slama Cazahu, 1973). Maka secara teoteris tujuan utama psikolinguistik
adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan
secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemeerolehannya. Dengan
kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan
bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada
waktu memahami kalimat– kalimat dalam pertuturan itu.
Dalam prakteknya psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan
psikologi pada masalah – masalah seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa,
pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan
kemultibahasaan, penyakit bertutur seperti afasia, gagap, dan sebagainya; serta
masalah – masalah sosial lain yang menyangkut bahasa, seperti bahasa dan
pendidikan,
bahasa dan pembangunan nusa dan bangsa.
D. Sejarah Perkembangan Psikolnguistik
Istilah psikolinguistik
baru muncul pada tahun 1954 dalam buku Thomas A. Sebeok dan Charles E.
Osgood yang berjudul Pshycolinguiatics: A Survey of Theory and
Research Problems, namun sebenarnya sejak zaman panini, ahli bahasa
dari India, dan Sokrates ahli filsafat dari Yunani, pengkajian bahasa telah
dilakukan orang. Kajian mereka tidak terlepas dari paham/aliran filsafat yang
mereka anut, karena filsafat merupakan induk dari semua disiplin ilmu.
Pada abad yang lalu terdapat dua aliran
filsafat yang saling bertentangan dan saling memengaruhi perkembangan
linguistik dan psikologi. Yang pertama adalah aliran empirisme yang erat
kaitannya dengan psikologi asosiasi. Aliran empirisme melakukan kajian terhadap
data empiris atau objek yang dapat diobservasi dengan cara menganalisis unsur –
unsur pembentukannya sampai yang sekecil – kecilnya. Oleh karena itu, aliran
ini disebut bersifat atomistik, dan lazim dikaitkan dengan asosianisme dan
positivisme.
Aliran kedua dikenal dengan nama rasionalisme.
Aliran ini mengkaji akal sebagai satu keseluruhan dan menyatakan bahwa faktor –
faktor yang ada dalam akal inilah yang patut diteliti untuk bisa memahami
perilaku manusia itu. Oleh karena itu, aliran ini disebut bersifat holistik,
dan biasa dikaitkan dengan paham nativisme, idealisme, dan
mentalisme.
Psikolinguistik bermula dari adanya
pakar linguistik yang berminat pada psikologi, dan adanya pakar psikologi yang
berkecimpung dalam linguistik. Dilanjutkan dengan adanya kerjasama antara pakar
linguistik dan pakar psikologi, dan kemudian muncullah pakar – pakar
psikolinguistik sebagai disiplin mandiri.
a. Psikologi dalam
Linguistik
Dalam sejarah linguistik ada sejumlah
pakar linguistik yang menaruh perhatian besar pada psikologi. Von Humboldt
(1767-1835), pakar linguistik berkebangsaan Jerman telah mencoba mengkaji
hubungan antara bahasa (linguistik) dengan pemikiran manusia (psikologi).
Caranya, dengan membandingkan tata bahasa dari bahasa – bahasa yang berlainan
dengan tabiat – tabiat bangsa – bangsa penutur itu. Von Humboldt sangat
dipengaruhi oleh aliran rasionalisme. Dia menganggap bahasa bukanlah sesuatu
yang sudah siap untuk dipotong – potong dan diklasifikasikan seperti aliran
empirisme. Menurut Von Humboldt bahasa itu merupakan satu kegiatan yang
memiliki prinsip – prinsip sendiri.
Ferdinand de Saussure (1858-1913),
pakar linguistik berkembangsaan Swiss, telah berusaha menerangkan apa
sebenarnya bahassa itu (linguistik) dan bagaimana keadaan bahasa itu dalam otak
(psikologi). Beliau memperkenalkan tiga istilah tentang bahasa yaitu langage
(bahasa pada umumnya yang bersifat abstrak), langue (bahasa tertentu
yang bersifat abstrak), dan parole (bahasa sebagai tuturan yang bersifat
konkret). Dia menegaskan objek kajian linguistik adalah langue.,
sedangkan objek kajian psikologi adalah parole. Ini berarti, kalau ingin
mengkaji bahasa secara lengkap, maka kedua disiplin, yakni linguistik dan
psikologi harus digunakan. Hal ini dikatakannya karena dia menganggap segala
sesuatu yang ada dalam bahasa itu pada dasarnya bersifat psikologis.
Edward Sapir (1884-1939), pakar
linguistik dan antropologi bangsa Amerika, telah mengikutsertakan psikologi
dalam pengkajian bahasa. Menurut Sapir, psikologi dapat memberikan dasar ilmiah
yang kuat dalam pengkajian bahasa. Beliau juga mencoba mengkaji hubungan bahasa
(linguistik) dengan pemikiran (psikologi). Dari kajian itu beliau berkesimpulan
bahwa bahasa, terutama strukturnya, merupakan unsur yang menentukan struktur
pemikiran manusia. Beliau juga menekankan bahwa linguistik dapat memberikan
sumbangan yang penting kepada psikologi Gestalt, dan sebaliknya psikologi
Gestalt dapat membantu disiplin linguistik.
b. Linguistik
dalam Psikologi
Dalam sejarah perkembangan psikologi
ada sejumlah pakar psikologi yang menaruh perhatian pada linguistik. John Dewey
(1859-1952), pakar psikologi berkebangsaan Amerika, seorang empirisme murni.
Beliau telah mengkaji bahasa dan perkembangannya dengan cara menafsirkan
analisis linguistik bahasa kanak – kanak berdasarkan prinsip – prinsip
psikologi. Umpamanya, beliau menyarankan agar penggolongan psikologi akan kata
– kata yang diucapkan kanak – kanak dilakukan berdasarkan makna seperti yang
dipahami kanak – kanak, dan bukan seperti yang dipahami orang dewasa dengan
bentuk – bentuk tata bahasa orang dewasa. Dengan cara ini, maka berdassarkan
prinsip – prinsip psikologi akan dapat ditentukan hubungan antara kata – kata
berkelas adverbia dan preposisi disatu pihak dengan kata – kata berkelas nomina
dan adjektiva dipihak lain. Jadi, dengan pengkajian kelas kata berdasarkan
pemahaman kanak – kanak kita akan dapat menentukan kecenderungan akal (mental)
kanak – kanak yang dihubungkan dengan perbedaan – perbedaan linguistik.
Pengkajian seperti ini, menurut Dewey, akan memberi bantuan yang besar kepaada
psikologi bahasa pada umumnya.
Watson (1878-1958), ahli psikologi
behaviorisme berkebangsaan Amerika. Beliau menempatkan perilaku atau kegiatan
berbahasa sama dengan perilaku atau kegiatan lainnya, seperti makan, berjalan,
dan melompat. Pada mulanya Watson hanya menghubungkan perilaku berbahasa yang
implisit, yakni yang terjadi didalam pikiran, dengan yang eksplisit, yakni yang
berupa tuturan. Namun, kemudian dia menyamakan perilaku berbahasa itu dengan
teori stimulus-respons yang dikembangkan oleh Povlov. Maka, penyamaan
ini memperlakukan kata – kata sama dengan benda – benda lain sebagai respons
dari suatu stimulus.
Weiss, ahli psikolodi behaviorisme Amerika. Beliau mengakui adanya aspek mental
dalm bahasa. Namun, karena wujudnya tidak memiliki kekuatan bentuk fisik, maka
wujudnya itu sukar dikaji atau ditunjukkan. Oleh karena itu, Weiss lebih
cenderung mengatakan bahwa bahasa itu sebagai satu bentuk perilaku apabila
seseorang menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosialnya. Weiss adalah salah
seorang tokoh yang terkemuka yang telah merintis jalan kearah lahirnya
psikolinguistik. Karena dialah yang telah berhasil mengubah Bloomfield dari
penganut aliran mentalistik menjadi penganut aliran behaviorisme. Weiss juga
telah mengemukakan sejumlah masalah yang harus dipecahkan oleh linguistik dan
psikologi yang dilihat dari sudut behaviorisme. Di antara masalah – masalah itu
adalah sebagai berikut :
- Bahasa merupakan satu kumpulan respons yang
jumlahnya tidak terbatas terhadap suatu stimulus. - Pada dasarnya perilaku bahasa menyatukan anggota
suatu masyarakat ke alam organisasi gerak saraf. - Perilaku bahasa adalah sebuah alat untuk mengubah
dan meragam-ragamkan kegiatan seseorang sebagai hasil warisan dan hasil
perolehan. - Bahasa dapat merupakan stimulus terhadap satu
respons, atau merupakan satu respons terhadap satu stimulus. - Respons bahasa sebagai satu stimul pengganti untuk
benda dan keadaan yang sebenarnya memungkinkan kita untuk memunculksn
kembali suatu hal yang pernah terjadi, dan menganalisis kejadian ini dalam
bagian – bagiannya.
c. Kerjasama
Psikologi dan Linguistik
Kerjasama secara langsung antara
linguistik dan psikologi sebanarnya sudah dimulai sejak 1860 yaitu, oleh Heyman
Steintthal, seorang ahli psikologi yang beralih menjadi ahli linguistik, dan
Moriz Lazarus seorang ahli linguistik yang beralih menjadi ahli psikologi
dengan menrbitkan sebuah jurnal yang khusus membicarakan masalh psikologi
bahasa dari sudut linguistik dan psikologi.
Dasar – dasar psikolinguistik menurut
beberapa pakar didalam buku yang disunting oleh Osgood dan Sebeok diatas adalah
berikut ini :
- Psikolinguistik adalah satu teori linguistik
berdasarkan bahasa yang dianggap sebagai sebuah sistem elemen yang saling
berhubungan erat. - Psokolinguistik adalah satu teori pembelajaran
(menurut teori behaviorisme) berdasarkan bahasa yang dianggapnsebagainsatu
sistem tabiat dan kemampuan yang menghubungkan isyarat dengan perilaku. - Psikolinguistik adalah satu teori informasi yang
menganggap bahasa sebagai sebuah alat untuk menyampaikan suatu benda.
d. Tiga Generasi
dalam Psikolinguistik
1. Psikolinguistik
Generasi pertama
Psikolinguistik generasi pertama adalah
psikolinguistik dengan para pakar yang menulis artikel dalam kumpulan karangan
berjudul psycholinguistics: A Survey of Theory and Reserch Problems yang
disunting oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. Sebeok. Titik pandang Osgood dan
Sebeok berkaitan erat dengan aliran behaviorisme (aliran perilaku) atau lebih
tepat lagi aliran neobehaviorisme. Teori – teori ini mengidentifikasikan bahasa
sebagai stu sistem respon yang langsung dan tidak langsung terhadap stimulus
verbal dan nonverbal. Orientasi stimulus respons ini adalah orientasi
psikologi.
Tokoh lain dari generasi pertama ini adalah L. Bloomfield. Beliau adalah tokoh
linguistik Amerika yang menerima dan menerapkan teori – teori behaviorisme
dalam analisis bahaa. Teknik analisis bahasa dan pandangannya tentang hakikat
bahasa sama dengan pandangan dan teori psikolinguistik perilaku.
Manusia yang normal sejak lahir telah
dilengkapi dengan kemampuan belajar. Oleh sebab itu, kemampuan berbahasa
didapat atau dicapai melalui proses belajar. Hal ini menunjukkan bahwa itu
harus dipelajari. Dengan kata lain, kemampuan berbahasa adalah satu kemampuan
hasil belajar, dan bukan sebagai sesuatu yang diwarisi.
Tokoh lain dari psikolinguistik
generasi pertama, dan yang dianggap sebagai tokoh utama adalah B. F. Skonner.
Beliau menjadi tokoh yang kemudian ditentang oleh Noam Chomsky yang menganut
aliran kognitif dalam proses berbahasa. Namun, teori – teori Skinner inilah
yang dianut oleh teori – teori linguistik aliran Bloomfield.
2. Psikolinguistik
Generasi Kedua
Karena pada psikolinguiatik generasi pertama tidak menjawab banyak masalah
proses berbahasa, dan teori – teori itu kekurangan daya penjelas, maka diperlukan
teori yang lain dalam psikolinguistik. Lahirlah teori –teori psikolinguiatik
generasi kedua, dengan dua tokoh utamanya yakni Noam Chomsky dan George Miller.
Menurut Mehler dan Noizet, psikolinguistik generasi kedua
telah dapat mengatasi ciri – ciri atomistik dari psikolinguistik Osgood-Sebeok.
Psikolinguistik generasi kedua berpendapat bahwa dalam proses berbahasa
bukanlah butir – butir bahasa yang diperoleh, melainkan kaidah dan sistem
kaidahlah yang diperoleh.
3. Psikolinguistik
Generasi Ketiga
Kelahiran psikolinguistik generasi ketiga ini oleh G.
Werstch dalam bukunya Two Problems for the New Psycholinguistics diberi
nama New Psycholinguistics.Ciri – ciri psikolinguistik generasi
ketiga ini adalah sebagai berikut :
Pertama,
orientasi mereka kepada psikologi, tetapi bukan psikologi perilaku. Mereka
berorientasi kepada psikologi seperti yang dikemukakan oleh Fresse dan Al
Vallon dari perancis, dan mungkin juga kepada psikologi aktivitas dari Uni
Sovyet atau seperti ditekankan oleh G. Werstch bahwa terjadi proses yang
serempak dari informasi linguistik dan psikologi.
Kedua,
keterlepasan mereka dari kerangka psikolinguistik kalimat dan keterlibatan
dalam psikolinguistik yang berdasarkan situasi dan konteks. Ini berarti,
analisis psikolinguistik bbukan lagi menentukan kalimat hubungan antara
struktur gramatikal dan kaidah semantik model Noam Chomsky dengan teori
generatif transformasinya, tetapi hubungan ini diperluas dengan memperhitungkan
situasi dan konteks.
Ketiga,
adanya satu pergeseran dari analisis mengenai proses ujaran yang abstrak ke
satu analisis psikologis mengenai komunikasi dan pikiran. Pergeseran dari
ujaran yang abstrak ke komunikasi dan pikiran ini dikemukakan oleh J. S. Bruner
dalam artikelnya berjudul Frol Communication to Language yang dimuat dalam
Cognition tahun 1974-5.
Ketiga
ciri utama dari psikolinguistik generasi ketiga ini menunjukkan telah
terjadinya satu peningkatan kualitatif dalam perkembangan psikolinguistik di negara
– negara Barat. Namun, menurut Leontive (1981) dibandingkan dengan perkembangan
linguistik di Eropa, maka osikolinguistik di Rusia sudah lebih dulu berkembang
karena sejak awal psikolinguistik di Rusia telah memperhitungkan jurus
komunikasi dan pikiran dalam analisas psikolinguistik.
E. Aliran-aliran Psikolinguistik
1)
Aliran
Behavioristik
Teori Behavioristik pertama kali dimunculkan oleh Jhon
B.Watson (1878-1958). Dia adalah seorang ahli psikologi berkebangsaan
amerika. Dia mengembangkan teori Stimulus-Respons Bond (S – R Bond) yang telah
diperkenalkan oleh Ivan P.Pavlov. Menurut teori ini tujuan utama
psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan
sedikitpun tidak ada hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah
benda-benda atau hal-hal yang diamati secara langsung, yaitu rangsangan
(stimulus) dan gerak balas(respons) [1][1].
Eksperimen yang dilakukan oleh Watson dalam membuktikan
kebenaran teori behaviorismenya terhadap manusia adalah percobaan terhadap bayi
yang bernama albert berusia 11 tahun dan tikus putih. Dimana kesimpulan
akhirnya adalah pelaziman dapat merubah prilaku seseorang secara nyata.
Dalam pembelajaran yang didasarkan pada hubungan stimulus
respon, Watson mengemukakan dua hal penting:
1.Recency
Principle(prinsip
kebaruan)
Yaitu Jika suatu stimulus baru saja menimbulkan respons,
maka kemungkinan stimulus itu untuk menimbulkan respons yang sama apabila
diberikan umpan lagi akan lebih besar daripada kalau stimulus itu diberikan
umpan setelah lama berselang.
2.Frequency Principle(prinsip frekuensi)
Menurut prinsip ini apabila suatu stimulus dibuat lebih
sering menimbulkan satu respons, maka kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan
respons yang sama pada waktu yang lain akan lebih besar.
Selain itu. Watson mengatakan bahwa keyakinan pada adanya
kesadaran berkaitan dengan keyakinan masa-masa nenek moyang mengenai tahayul.
Magis-magis senantiasa hidup. Konsep-konsep warisan masa praberadab ini telah
membuat kebangkitan dan pertumbuhan psikologis ilmiah menjadi sangat sulit.
Kriteria Watson dalam menentukan apakah sesuatu itu ada atau tidak ada adalah
berdasarkan apakah hal tersebut dapat diamati atau tidak dapat diamati.
Selanjutnya Bell (1981:24)
mengungkapkan pandangan aliran behaviorisme yang dianggap sebagai jawaban atas
pertanyaan bagaimanakah sesungguhnya manusia memelajari bahasa, yaitu:
1. Dalam upaya
menemukan penjelasan atas proses pembelajaran manusia, hendaknya para ahli
psikologi memiliki pandangan bahwa hal-hal yang dapat diamati saja yang akan
dijelaskan, sedangkan hal-hal yang tidak dapat diamati hendaknya tidak
diberikan penjelasan maupun membentuk bagian dari penjelasan.
2. Pembelajaran
itu terdiri dari pemerolehan kebiasaan, yang diawali dengan peniruan.
3. Respon yang
dianggap baik menghasilkan imbalan yang baik pula.
4. Kebiasaan
diperkuat dengan cara mengulang-ulang stimuli dengan begitu sering sehingga
respon yang diberikan pun menjadi sesuatu yang bersifat otomatis.
2)
Aliran
Kognitif
Menurut teori ini bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang
terpisah, melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari
kematangan kognitif. Bahasa di instruksikan oleh nalar. Perkembangan bahasa
harus berlandaskan pada percobaan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam
kognisi. Jadi urutan-urutan perkembnagan kognitif menentukan perkembangan
bahasaMenurut teori kognitif yang utama sekali harus dicapai adalah
perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk
keterampilan berbahasa semenjak lahir sampai umur 18 bulan bahasa belum ada, si
anak memahami dunia melalui indranya.
Adapun tokoh yang terkenal dengan teori kognitif ini adalah Noam
Chomsky menyatakan bahwa manusia dilahirkan dengan akal yang berisi
pengetahuan batin yang berkait dengan sejumlah bidang yang berbeda-beda. Salah
satu dari pengetahuan tersebut berkait dengan bahasa. Chomsky menyebut
pengetahuan batin yang berkait dengan bahasa ini sebagai Language
Acquisition Device atau yang lebih populer sebagai LAD, yang dalam modul
disebut sebagai Alat Pemerolehan Bahasa atau APB. Chomsky berpendapat
bahwa daya-daya dalam bidang yang berbeda yang disebut di atas, relatif mandiri
satu sama lain. Artinya tidak saling berkait. Bahkan dalam kaitan dengan
pemerolehan bahasa, Chomsky berpendapat bahwa bagi pemerolehan bahasa,
pengetahuan batin saja sudah cukup dan pengetahuan matematis serta pengetahuan
logika tidak diperlukan dalam kegiatan ini.
Masih menurut Chomsky behaviorisme (S-R), sangat tidak
memadai untuk menerangkan proses pemerolejhan bahasa. Sebab masukan data
linguistiknya sangat sedikit untuk membangkitkan rumus-rumus linguistic. pada bagian akhir subpokok bahasan diketengahkan argumen-argumen
yang dikemukakan Chomsky dalam mempertahankan APB yang tertuang dalam bentuk
empat argumen, yakni (1) keunikan tata bahasa, (2) data masukan yang tidak
sempurna, (3) ketidakselarasan intelegensi, dan (4) kemudahan dan kecepatan
pemerolehan bahasa anak.
3)
Aliran
Mentalistik
Pada subpokok bahasan ini, kita telah membahas sejumlah
konsep pendapat-pendapat para teorisi mengenai bagaimana seseorang memahami dan
merespons terhadap apa-apa yang ada di alam semesta ini. Kita telah berbicara
mengenai pandangan-pandangan kaum mentalis dan kaum bahavioris, terutama dalam
kaitan dengan keterhubungan antara bahasa, ujaran dan pikiran. Menurut kaum
mentalis, seorang manusia dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda
dari badan (body) orang tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai
dua hal yang berinteraksi satu sama lain, yang salah sati di antaranya mungkin
menyebabkan atau mungkin mengontrol peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
bagian lainnya. Dalam kaitan dengan perilaku secara keseluruhan, pandangan ini
berpendapat bahwa seseorang berperilaku seperti yang mereka lakukan itu bisa
merupakan hasil perilaku badan secara tersendiri, seperti bernapas atau bisa
pula merupakan hasil interaksi antara badan dan pikiran. Mentalisme dapat
dibagi menjadi dua, yakni empirisme dan rasionalisme.
Kedua pendapat ini pun memiliki
pandangan-pandangan yang berbeda dalam memahami persoalan gagasan-gagasan batin
atau pengetahuan. Semua kaum mentalis bersepakat mengenai adanya akal dan bahwa
manusia memiliki pengetahuan dan gagasan di dalam akalnya. Meskipun demikian,
mereka tidak bersepakat dalam hal bagaimana gagasan-gagasan tersebut bisa ada
di dalam akal. Apakah gagasan-gagasan tersebut seluruhnya diperoleh dari
pengalaman (pendapat kaum empiris) atau gagasan-gagasan tersebut sudah ada di
dalam akal sejak lahir (gagasan kaum rasional). Bahkan di dalam kedua aliran
ini pun, terdapat perbedaan pendapat yang rinciannya akan kita bahas nanti.
Kemudian, diketengahkan pembahasan
mengenai empirisme. Dalam kaitan ini telah dibahas kenyataan bahwa kata empiris
dan empirisme telah berkembang menjadi dua istilah yang memiliki dua makna yang
berbeda. Setelah itu, dibahas pula isu lain yang mengelompokkan kaum empiris,
yakni isu yang berkenaan dengan pertanyaan apakah gagasan-gagasan di dalam akal
manusia yang membentuk pengetahuan bersifat universal atau umum di samping juga
bersifat fisik.
PENUTUP
- Kesimpulan
Teori/Aliran Behavioristiktujuan utama psikologi adalah
membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan sedikitpun tidak ada
hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah benda-benda atau hal-hal yang
diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus) dan gerak balas(respons)
Teori Kognitifberpandangan Menurut teori ini
bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang terpisah, melainkan salah satu diantara
beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif
Kaum mentalisberpendapat seorang manusia
dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda dari badan (body) orang
tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai dua hal yang
berinteraksi satu sama lain,
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dardjowidjojo,
Soenjono. 2010. Psikolinguistik Pengantar
Pemahaman Bahasa
Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mar’at,
Samsunuwiyati. 2009. Psikolingustik Suatu Pengantar. Jakarta: Refika Aditama.
http://prasastie.multiply.com/journal/item/38
[1]http://massofa.wordpress.com/2008/01/24/menengok-bahasan-psikolinguistik/
OLEH PAKDE SOFA
http.//www.scrib.com
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu masalah kompleks manusia, selain
berkenaan dengan masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah kegiatan
berbahasa.Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung
secara makanistik, tetapi juga berlangsung secara mentalistik. Artinya,
kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dengan proses atau kegiatan mental
(otak). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, studi
linguistik perlu dilengkapi dengan studi antardisiplin antara linguistik dan
psikologi, yang lazim disebut psikolinguistik.
Wundt adalah
Bapak Psikologi Eksperimen yang pertama kali membangun Laboratorium Psikologi
di Leipzig, Jerman pada abad ke-19. Di
samping itu, Wundt telah memperkenalkan apa yang pada waktu itu di sebut
Psikologi Bahasa (Psychologie Der Sprache) yang materinya tidak jauh
berbeda dengan apa yang dibahas dalam Psikolinguistik dewasa ini. Istilah
Psikolinguistik merupakan istilah lain dari Psikologi Bahasa yang muncul
setelah Perang Dunia Kedua.
Pada tahun
1900 Wundt menulis buku tentang psikolingistik yang berjudul ”Die Sprache” terdiri
atas dua jilid. Die Sprache inji merupakan bagian dari satu set buku karangan Wundt
yang berjudul ”Volker Psychologie”
(Psikologi Bangsa) yang membahas tentang kebudayaan, struktur sosial bahasa,
moral, dan lain-lain dari pelbagai bangsa yang berbeda di dunia. Isinya semacam
antropologi terhadap kebanyakan para psikolog yang tidak menyadari atau
mengetahuinya.
Dalam
bukunya itu, Wundt berusaha dengan keras mennabungkan dua aliran yang sangat
kuat pada abad ke-19, yaitu aliran idealisme atau rasionalisme dengan alirn
empirisme.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1.
Apakah
yang dimaksud dengan psikologi?
2.
Apakah
yang dimaksud dengan lingustik?
3.
Apakah
yang dimaksud dengan psikolinguistik?
4.
Aliran-aliran
apa sajakah yang terdapat dalam psikolinuistik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Psikologi
Secara etimologi kata psikologi
berasal dari bahasa Yunani Kuno psyche dan logos. kata psyche
berarti jiwa, roh, atau sukma, sedangkan kata logos berarti ilmu. Jadi,
secara harfiah berarti ilmu jiwa atau ilmu yang objek kajiannya adalah jiwa.
dulu ketika psikologi adalah ilmu yang mengkaji jiwa masih bisa dipertahankan.
Dalam kepustakaan pada tahun 50an nama ilmu jiwa lazim digunakan sebagai padanan
kata psikologi. Namun, kini istilah ilmu jiwa tidak digunakan lagi karena
bidang ilmu ini memang tidak meneliti jiwa, roh, atau sukma, sehingga istilah
itu kurang tepat.
Dalam perkembangan lebih lanjut,
psikologi lebih membahas atau mengkaji sisi – sisi manusia dari segi yang bisa
diamati. Kareba jiwa itu bersifat abstrak, sehingga tidak dapat diamati secara
empiris, padahal objek kajian setiap ilmu harus dapat diobservasi secara
indrawi. Dalam hal ini jiwa atau keadaan jiwa hanya bisa diamati melalui gejala
– gejalanya seperti orang yang sedih akan berlaku murung, dan orang yang
gembira tampak dari gerak – geriknya yang riang atau dari wajahnya yang binar –
binar. Meskipun demikian, kita juga sering mendapat kesulitan untuk mengetahui
keadaan jiwa seseorang dengan hanya melihat tingkah lakunya saja. Tidak jarang
kita jumpai seseorang yang sebenarnya sedih tetapi tetap tersenyum. Atau
seseorang yang sebenarnya jengkel atau marah tetapi tetap tenang atau malah
tertawa.
Walaupun besar gerak – gerik lahir seseorang
belum tentu menggambarkan keadaan jiwa yang sebanarnya, namun, secara
tradisional, psikologi lazim diartikan sebagai satu bidang ilmu yang mencoba
mempelajari perilaku manusia. Caranya adalah dengan mengkaji hakikat
rangsangan, hakikat reaksi terhadap rangsangan itu dan mengkaji hakikat proses
– proses akal yang berlaku sebelum reaksi itu terjadi. Para ahli psikologi
belakangan ini juga cenderung untuk menganggap psikologi sebagai suatu ilmu
yang mecoba mengkaji proses akal manusia dan segala manifestasinya yang
mengatur perilaku manusia itu. Tujuan pengkajian akal ini adalah untuk
menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol perilaku manusia.
Dalam perkembangannya, psikologi telah
menjadi beberapa aliran sesuai dengan paham filsafat yang dianut. Karena itulah
dikenal adanya psikologi yang mentalistik, yang bahavioristik, dan yang
kognitifistik.
Psikologi yang mentalistik melahirkan
aliran yang disebut psikologi kesadaran. Tujuan utama psikologi
kesadaran adalah mencoba mengkaji proses – proses akal manusia dengan cara
mengintrospeksi atau mengkaji diri. Oleh karena itu, psikologi kesadaran lazim
juga disebut psikologi introspeksionisme. Psikologi ini merupakan suatu
proses akal dengan cara melihat kedalam diri sendiri setelah suatu rangsangan
terjadi.
Psikologi yang behavioristik melahirkan
aliran yang disebut psikologi perilaku. Tujuan utama psikologi perilaku
ini adalah mencoba mengkaji perilaku manusia yang berupa reaksi apabila suatu
rangsangan terjadi, dan selanjutnya bagaimana mengawasi dan mengontrol perilaku
itu. Para pakar psikologi behavioristik ini tidak berminat mengkaji proses –
proses akal yang membangkitkan perilaku tersebut karena proses – proses akal
ini tidak dapat diamati atau diobservasi secara langsung. Jadi, para pakar
psikologi perilaku ini tidak mengkaji ide – ide, pengertian, kemauan,
keinginan, maksud, pengharapan, dan segala mekanisme fisiologi. Yang dikaji
hanyalah peristiwa – peristiwa yang dapat diamati, yang nyata dan konkret,
yaitu kelakuan atau tingkah laku manusia.
Psikologi yang kognitifistik dan lazim
disebut psikologi kognitif mencoba mengkaji proses–proses kognitif
manusia secara ilmiah. Yang dimaksud kognitif adalah proses–proses akal
(pikiran, berpikir) manusia yang bertanggung jawab mengatur pengalaman dan
perilaku manusia. Hal utama yang dikaji oleh psikologi kognitif adalah
bagaimana cara manusia memperoleh, menafsirkan, mengatur, menyimpan,
mengeluarkan, dan menggunakan pengetahuannya, termasuk perkembangan dan
penggunaan pengetahuan bahasa. Perbedaannya dengan psikologi kesadaran adalah
bahwa menurut paham mentalisme proses–proses akal itu berlangsung setelah
terjadinya rangsangan. Sedangkan menurut psikologi kognitif proses– proses akal
itu dapat terjadi karena adanya kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih
dahulu.kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih dahulu. Perilaku
yang muncul sebagai hasil proses akal seperti ini disebut perilaku atau
tindakan bertujuan sebagai hasil kreativitas organisme manusia itu sendiri.
Psikologi sangat berkaitan erat dengan
kehidupan manusia dalam segala kegiatannya yang sangat luas. Oleh karena itu,
muncullah berbagai cabang psikologi yang diberi nama sesuai dengan
penarapannya. Diantara cabang–cabang itu adalah psikologi sosial, psikologi
perkembangan, psikologi klinik, psikologi komunikasi, dan psikologi bahasa.
B. Linguistik
Secara umum linguistik lazim
diartikan sebagai ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek
kajiannya. Pakar linguistik disebut lingui, dalam bahasa inggris juga
berarti orang yang mahir menggunakan beberapa bahasa, selain bermakna pakar
linguistik. Seseorang linguis mempelajari bahasa bukan dengan tujuan utama
untuk mahir menggunakan bahasa itu, melainkan untuk mengetahui secara mendalam mengenai
kaidah – kaidah struktur bahasa, beserta dengan berbagai aspek dan segi yang
menyangkut bahasa itu. Andaikata si linguis ingin memahirkan penggunaan bahasa
bahasa itu tentu juga tidak ada salahnya. Bahkan akan menjadi lebih baik.
Sebaiknya, seseorang yang mahir dan lancar dalam menggunakan beberapa bahasa,
belum tentu dia seorang linguis kalau dia tidak mendalami teori tentang bahasa.
Orang seperti ini lebih tepat disebut seorang poliglot ”berbahasa
banyak”, sebagai dikotomi dari monoglot ”berbahasa satu”.
Kalau dikatakan bahwa linguistik atu
adalah ilmu yang objek kajiannya adalah bahaasa, sedangkan bahasa itu sendiri
merupakan fenomena yang hadir dalam segala aktivitas kehidupan manusia, maka
linguistik itu pun menjadi sangat luas bidang kajiannya. Oleh karena itu, kita
bisa lihat adanya berbagai cabang linguistik yang dibuat berdasarkan berbagai
kriteria atau pandangan. Secara umum pembidangan linguistik itu adalah sebagai
berikut.
- Menurut objek kajian, linguistik dapat dibagi atas
dua cabang besar, yaitu linguistik mikro dan linguistik makro.
Objek kajian linguistik mikro adalah struktur internal bahasa itu sendiri,
mencakup struktur fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Sedangkan
objek kajian linguistik makro adlah bahasa dalam hubungannya dengan faktor
di luar bahasa seperti faktor sosiologis, psikologis, antropologi, dan
neurologi. Berkaitan dengan faktor – faktor di luar bahasa itu muncullah
bidang – bidang seperti sosiologistik, psikologistik, neurolinguistik dan
etnolinguistik. Disini, linguistik dipandang sebagai disiplin utama,
sedangkan ilmu-ilmu lain sebagai disiplin bawahan. - Menurut tujuan kajiannya, linguistik dapat dibedakan
atas dua bidang besaar yaitu linguistik teoteris dan linguistik
terapan. Kajian teoteris hanya ditujukan untuk mencari atau menentukan
teori – teori linguistik. Hanya untuk membuat kaidah – kaidah linguistik
secara deskriptif. Sedangkan kajian terapan ditujukan untuk menerapkan
kaidah – kaidah linguistik dalam kegiatan praktis, seperti dalam
pengajaran bahasa, penerjemahan, penyusunan kamus, dan sebagainya. - Adanya yang disebut linguistik sejarah dan sejarah
linguistik. Linguistik sejarah mengkaji perkembangan dan perubahan suatu
bahasa atau sejumlah bahasa, baik dengan diperbandingkan maupun tidak.
Sejarah linguiatik mengkaji perkembangan ilmu linguistik, baik mengenai
tokoh – tokohnya, aliran – aliran teorinya, maupun hasil – hasil kerjanya.
Dalam kaitannya dengan psikologi,
linguistik lazim diartikan sebagai ilmu yang muncoba mempelajari hakikat
bahasa, atruktur bahasa, bagaimana bahasa itu diperoleh, bagaimana bahasa itu
bekerja, dan bagaimana bahasa itu berkembang. Dalam konsep ini tampak bahwa
yang namanya psikolinguistik dianggap sebagai cabang dari linguistik, sedangkan
linguistik itu sendiri dianggap sebagai cabang dari psikologi.
C. Psikolinguistik
Psikolinguistik terbentuk dari kata
psikologi dan kata linguistic, yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing
– masing berdiri sendiri, dengan prosedur dan metode yang berlainan. Namun,
keduanya sama – sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya materinya
yang berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji
perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Dengan demikian cara dan tujuannya
juga berbeda.
Meskipun cara dan tujuan berbeda,
tetapi banyak juga bagian – bagian objeknya yang dikaji dengan cara yang sama
dan dengan tujuan yang sama, tetapi dengan teori yang berlainan. Hasil kajian
kedua disiplin ini pun banyak yang sama, meskipun tidak sedikit yang berlainan.
Oleh karena itulah, telah lama dirasakan perlu adanya kerja sama di antara
kedua disiplin ini untuk mengkaji bahasa dan hakikat bahasa. Dengan kerja sama
kedua disiplin itu diharapkan akan diperoleh hasil kajian yang lebih baik dan
lebih bermanfaat.
Sebagai hasil kerjasama yang baik,
lebih terarah, dan lebih sistematis diantara kedua ilmu itu, lahirlah satu
disiplin ilmu baru yang disebut psikolinguistik, sebagai ilmu
antardisiplin antara psikologi dan linguistik. Istilah psikolinguistik
itu sendiri baru lahir tahun 1945, yakni tahun terbitnya buku psycholinguistics
: A Survey of Theory and Reserch Problems yang disunting oleh Charles E.
Osgood dan Thomas A. sebeok, di Bloomington, Amerika Serikat.
Psikolinguistik mencoba menguraikan
proses – proses psikologi yang berlangsung
jika seseorang
mengucapkan kalimat – kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan
bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia (Slobin, 1974; Meller,
1964; Slama Cazahu, 1973). Maka secara teoteris tujuan utama psikolinguistik
adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan
secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemeerolehannya. Dengan
kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan
bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada
waktu memahami kalimat– kalimat dalam pertuturan itu.
Dalam prakteknya psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan
psikologi pada masalah – masalah seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa,
pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan
kemultibahasaan, penyakit bertutur seperti afasia, gagap, dan sebagainya; serta
masalah – masalah sosial lain yang menyangkut bahasa, seperti bahasa dan
pendidikan,
bahasa dan pembangunan nusa dan bangsa.
D. Sejarah Perkembangan Psikolnguistik
Istilah psikolinguistik
baru muncul pada tahun 1954 dalam buku Thomas A. Sebeok dan Charles E.
Osgood yang berjudul Pshycolinguiatics: A Survey of Theory and
Research Problems, namun sebenarnya sejak zaman panini, ahli bahasa
dari India, dan Sokrates ahli filsafat dari Yunani, pengkajian bahasa telah
dilakukan orang. Kajian mereka tidak terlepas dari paham/aliran filsafat yang
mereka anut, karena filsafat merupakan induk dari semua disiplin ilmu.
Pada abad yang lalu terdapat dua aliran
filsafat yang saling bertentangan dan saling memengaruhi perkembangan
linguistik dan psikologi. Yang pertama adalah aliran empirisme yang erat
kaitannya dengan psikologi asosiasi. Aliran empirisme melakukan kajian terhadap
data empiris atau objek yang dapat diobservasi dengan cara menganalisis unsur –
unsur pembentukannya sampai yang sekecil – kecilnya. Oleh karena itu, aliran
ini disebut bersifat atomistik, dan lazim dikaitkan dengan asosianisme dan
positivisme.
Aliran kedua dikenal dengan nama rasionalisme.
Aliran ini mengkaji akal sebagai satu keseluruhan dan menyatakan bahwa faktor –
faktor yang ada dalam akal inilah yang patut diteliti untuk bisa memahami
perilaku manusia itu. Oleh karena itu, aliran ini disebut bersifat holistik,
dan biasa dikaitkan dengan paham nativisme, idealisme, dan
mentalisme.
Psikolinguistik bermula dari adanya
pakar linguistik yang berminat pada psikologi, dan adanya pakar psikologi yang
berkecimpung dalam linguistik. Dilanjutkan dengan adanya kerjasama antara pakar
linguistik dan pakar psikologi, dan kemudian muncullah pakar – pakar
psikolinguistik sebagai disiplin mandiri.
a. Psikologi dalam
Linguistik
Dalam sejarah linguistik ada sejumlah
pakar linguistik yang menaruh perhatian besar pada psikologi. Von Humboldt
(1767-1835), pakar linguistik berkebangsaan Jerman telah mencoba mengkaji
hubungan antara bahasa (linguistik) dengan pemikiran manusia (psikologi).
Caranya, dengan membandingkan tata bahasa dari bahasa – bahasa yang berlainan
dengan tabiat – tabiat bangsa – bangsa penutur itu. Von Humboldt sangat
dipengaruhi oleh aliran rasionalisme. Dia menganggap bahasa bukanlah sesuatu
yang sudah siap untuk dipotong – potong dan diklasifikasikan seperti aliran
empirisme. Menurut Von Humboldt bahasa itu merupakan satu kegiatan yang
memiliki prinsip – prinsip sendiri.
Ferdinand de Saussure (1858-1913),
pakar linguistik berkembangsaan Swiss, telah berusaha menerangkan apa
sebenarnya bahassa itu (linguistik) dan bagaimana keadaan bahasa itu dalam otak
(psikologi). Beliau memperkenalkan tiga istilah tentang bahasa yaitu langage
(bahasa pada umumnya yang bersifat abstrak), langue (bahasa tertentu
yang bersifat abstrak), dan parole (bahasa sebagai tuturan yang bersifat
konkret). Dia menegaskan objek kajian linguistik adalah langue.,
sedangkan objek kajian psikologi adalah parole. Ini berarti, kalau ingin
mengkaji bahasa secara lengkap, maka kedua disiplin, yakni linguistik dan
psikologi harus digunakan. Hal ini dikatakannya karena dia menganggap segala
sesuatu yang ada dalam bahasa itu pada dasarnya bersifat psikologis.
Edward Sapir (1884-1939), pakar
linguistik dan antropologi bangsa Amerika, telah mengikutsertakan psikologi
dalam pengkajian bahasa. Menurut Sapir, psikologi dapat memberikan dasar ilmiah
yang kuat dalam pengkajian bahasa. Beliau juga mencoba mengkaji hubungan bahasa
(linguistik) dengan pemikiran (psikologi). Dari kajian itu beliau berkesimpulan
bahwa bahasa, terutama strukturnya, merupakan unsur yang menentukan struktur
pemikiran manusia. Beliau juga menekankan bahwa linguistik dapat memberikan
sumbangan yang penting kepada psikologi Gestalt, dan sebaliknya psikologi
Gestalt dapat membantu disiplin linguistik.
b. Linguistik
dalam Psikologi
Dalam sejarah perkembangan psikologi
ada sejumlah pakar psikologi yang menaruh perhatian pada linguistik. John Dewey
(1859-1952), pakar psikologi berkebangsaan Amerika, seorang empirisme murni.
Beliau telah mengkaji bahasa dan perkembangannya dengan cara menafsirkan
analisis linguistik bahasa kanak – kanak berdasarkan prinsip – prinsip
psikologi. Umpamanya, beliau menyarankan agar penggolongan psikologi akan kata
– kata yang diucapkan kanak – kanak dilakukan berdasarkan makna seperti yang
dipahami kanak – kanak, dan bukan seperti yang dipahami orang dewasa dengan
bentuk – bentuk tata bahasa orang dewasa. Dengan cara ini, maka berdassarkan
prinsip – prinsip psikologi akan dapat ditentukan hubungan antara kata – kata
berkelas adverbia dan preposisi disatu pihak dengan kata – kata berkelas nomina
dan adjektiva dipihak lain. Jadi, dengan pengkajian kelas kata berdasarkan
pemahaman kanak – kanak kita akan dapat menentukan kecenderungan akal (mental)
kanak – kanak yang dihubungkan dengan perbedaan – perbedaan linguistik.
Pengkajian seperti ini, menurut Dewey, akan memberi bantuan yang besar kepaada
psikologi bahasa pada umumnya.
Watson (1878-1958), ahli psikologi
behaviorisme berkebangsaan Amerika. Beliau menempatkan perilaku atau kegiatan
berbahasa sama dengan perilaku atau kegiatan lainnya, seperti makan, berjalan,
dan melompat. Pada mulanya Watson hanya menghubungkan perilaku berbahasa yang
implisit, yakni yang terjadi didalam pikiran, dengan yang eksplisit, yakni yang
berupa tuturan. Namun, kemudian dia menyamakan perilaku berbahasa itu dengan
teori stimulus-respons yang dikembangkan oleh Povlov. Maka, penyamaan
ini memperlakukan kata – kata sama dengan benda – benda lain sebagai respons
dari suatu stimulus.
Weiss, ahli psikolodi behaviorisme Amerika. Beliau mengakui adanya aspek mental
dalm bahasa. Namun, karena wujudnya tidak memiliki kekuatan bentuk fisik, maka
wujudnya itu sukar dikaji atau ditunjukkan. Oleh karena itu, Weiss lebih
cenderung mengatakan bahwa bahasa itu sebagai satu bentuk perilaku apabila
seseorang menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosialnya. Weiss adalah salah
seorang tokoh yang terkemuka yang telah merintis jalan kearah lahirnya
psikolinguistik. Karena dialah yang telah berhasil mengubah Bloomfield dari
penganut aliran mentalistik menjadi penganut aliran behaviorisme. Weiss juga
telah mengemukakan sejumlah masalah yang harus dipecahkan oleh linguistik dan
psikologi yang dilihat dari sudut behaviorisme. Di antara masalah – masalah itu
adalah sebagai berikut :
- Bahasa merupakan satu kumpulan respons yang
jumlahnya tidak terbatas terhadap suatu stimulus. - Pada dasarnya perilaku bahasa menyatukan anggota
suatu masyarakat ke alam organisasi gerak saraf. - Perilaku bahasa adalah sebuah alat untuk mengubah
dan meragam-ragamkan kegiatan seseorang sebagai hasil warisan dan hasil
perolehan. - Bahasa dapat merupakan stimulus terhadap satu
respons, atau merupakan satu respons terhadap satu stimulus. - Respons bahasa sebagai satu stimul pengganti untuk
benda dan keadaan yang sebenarnya memungkinkan kita untuk memunculksn
kembali suatu hal yang pernah terjadi, dan menganalisis kejadian ini dalam
bagian – bagiannya.
c. Kerjasama
Psikologi dan Linguistik
Kerjasama secara langsung antara
linguistik dan psikologi sebanarnya sudah dimulai sejak 1860 yaitu, oleh Heyman
Steintthal, seorang ahli psikologi yang beralih menjadi ahli linguistik, dan
Moriz Lazarus seorang ahli linguistik yang beralih menjadi ahli psikologi
dengan menrbitkan sebuah jurnal yang khusus membicarakan masalh psikologi
bahasa dari sudut linguistik dan psikologi.
Dasar – dasar psikolinguistik menurut
beberapa pakar didalam buku yang disunting oleh Osgood dan Sebeok diatas adalah
berikut ini :
- Psikolinguistik adalah satu teori linguistik
berdasarkan bahasa yang dianggap sebagai sebuah sistem elemen yang saling
berhubungan erat. - Psokolinguistik adalah satu teori pembelajaran
(menurut teori behaviorisme) berdasarkan bahasa yang dianggapnsebagainsatu
sistem tabiat dan kemampuan yang menghubungkan isyarat dengan perilaku. - Psikolinguistik adalah satu teori informasi yang
menganggap bahasa sebagai sebuah alat untuk menyampaikan suatu benda.
d. Tiga Generasi
dalam Psikolinguistik
1. Psikolinguistik
Generasi pertama
Psikolinguistik generasi pertama adalah
psikolinguistik dengan para pakar yang menulis artikel dalam kumpulan karangan
berjudul psycholinguistics: A Survey of Theory and Reserch Problems yang
disunting oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. Sebeok. Titik pandang Osgood dan
Sebeok berkaitan erat dengan aliran behaviorisme (aliran perilaku) atau lebih
tepat lagi aliran neobehaviorisme. Teori – teori ini mengidentifikasikan bahasa
sebagai stu sistem respon yang langsung dan tidak langsung terhadap stimulus
verbal dan nonverbal. Orientasi stimulus respons ini adalah orientasi
psikologi.
Tokoh lain dari generasi pertama ini adalah L. Bloomfield. Beliau adalah tokoh
linguistik Amerika yang menerima dan menerapkan teori – teori behaviorisme
dalam analisis bahaa. Teknik analisis bahasa dan pandangannya tentang hakikat
bahasa sama dengan pandangan dan teori psikolinguistik perilaku.
Manusia yang normal sejak lahir telah
dilengkapi dengan kemampuan belajar. Oleh sebab itu, kemampuan berbahasa
didapat atau dicapai melalui proses belajar. Hal ini menunjukkan bahwa itu
harus dipelajari. Dengan kata lain, kemampuan berbahasa adalah satu kemampuan
hasil belajar, dan bukan sebagai sesuatu yang diwarisi.
Tokoh lain dari psikolinguistik
generasi pertama, dan yang dianggap sebagai tokoh utama adalah B. F. Skonner.
Beliau menjadi tokoh yang kemudian ditentang oleh Noam Chomsky yang menganut
aliran kognitif dalam proses berbahasa. Namun, teori – teori Skinner inilah
yang dianut oleh teori – teori linguistik aliran Bloomfield.
2. Psikolinguistik
Generasi Kedua
Karena pada psikolinguiatik generasi pertama tidak menjawab banyak masalah
proses berbahasa, dan teori – teori itu kekurangan daya penjelas, maka diperlukan
teori yang lain dalam psikolinguistik. Lahirlah teori –teori psikolinguiatik
generasi kedua, dengan dua tokoh utamanya yakni Noam Chomsky dan George Miller.
Menurut Mehler dan Noizet, psikolinguistik generasi kedua
telah dapat mengatasi ciri – ciri atomistik dari psikolinguistik Osgood-Sebeok.
Psikolinguistik generasi kedua berpendapat bahwa dalam proses berbahasa
bukanlah butir – butir bahasa yang diperoleh, melainkan kaidah dan sistem
kaidahlah yang diperoleh.
3. Psikolinguistik
Generasi Ketiga
Kelahiran psikolinguistik generasi ketiga ini oleh G.
Werstch dalam bukunya Two Problems for the New Psycholinguistics diberi
nama New Psycholinguistics.Ciri – ciri psikolinguistik generasi
ketiga ini adalah sebagai berikut :
Pertama,
orientasi mereka kepada psikologi, tetapi bukan psikologi perilaku. Mereka
berorientasi kepada psikologi seperti yang dikemukakan oleh Fresse dan Al
Vallon dari perancis, dan mungkin juga kepada psikologi aktivitas dari Uni
Sovyet atau seperti ditekankan oleh G. Werstch bahwa terjadi proses yang
serempak dari informasi linguistik dan psikologi.
Kedua,
keterlepasan mereka dari kerangka psikolinguistik kalimat dan keterlibatan
dalam psikolinguistik yang berdasarkan situasi dan konteks. Ini berarti,
analisis psikolinguistik bbukan lagi menentukan kalimat hubungan antara
struktur gramatikal dan kaidah semantik model Noam Chomsky dengan teori
generatif transformasinya, tetapi hubungan ini diperluas dengan memperhitungkan
situasi dan konteks.
Ketiga,
adanya satu pergeseran dari analisis mengenai proses ujaran yang abstrak ke
satu analisis psikologis mengenai komunikasi dan pikiran. Pergeseran dari
ujaran yang abstrak ke komunikasi dan pikiran ini dikemukakan oleh J. S. Bruner
dalam artikelnya berjudul Frol Communication to Language yang dimuat dalam
Cognition tahun 1974-5.
Ketiga
ciri utama dari psikolinguistik generasi ketiga ini menunjukkan telah
terjadinya satu peningkatan kualitatif dalam perkembangan psikolinguistik di negara
– negara Barat. Namun, menurut Leontive (1981) dibandingkan dengan perkembangan
linguistik di Eropa, maka osikolinguistik di Rusia sudah lebih dulu berkembang
karena sejak awal psikolinguistik di Rusia telah memperhitungkan jurus
komunikasi dan pikiran dalam analisas psikolinguistik.
E. Aliran-aliran Psikolinguistik
1)
Aliran
Behavioristik
Teori Behavioristik pertama kali dimunculkan oleh Jhon
B.Watson (1878-1958). Dia adalah seorang ahli psikologi berkebangsaan
amerika. Dia mengembangkan teori Stimulus-Respons Bond (S – R Bond) yang telah
diperkenalkan oleh Ivan P.Pavlov. Menurut teori ini tujuan utama
psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan
sedikitpun tidak ada hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah
benda-benda atau hal-hal yang diamati secara langsung, yaitu rangsangan
(stimulus) dan gerak balas(respons) [1][1].
Eksperimen yang dilakukan oleh Watson dalam membuktikan
kebenaran teori behaviorismenya terhadap manusia adalah percobaan terhadap bayi
yang bernama albert berusia 11 tahun dan tikus putih. Dimana kesimpulan
akhirnya adalah pelaziman dapat merubah prilaku seseorang secara nyata.
Dalam pembelajaran yang didasarkan pada hubungan stimulus
respon, Watson mengemukakan dua hal penting:
1.Recency
Principle(prinsip
kebaruan)
Yaitu Jika suatu stimulus baru saja menimbulkan respons,
maka kemungkinan stimulus itu untuk menimbulkan respons yang sama apabila
diberikan umpan lagi akan lebih besar daripada kalau stimulus itu diberikan
umpan setelah lama berselang.
2.Frequency Principle(prinsip frekuensi)
Menurut prinsip ini apabila suatu stimulus dibuat lebih
sering menimbulkan satu respons, maka kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan
respons yang sama pada waktu yang lain akan lebih besar.
Selain itu. Watson mengatakan bahwa keyakinan pada adanya
kesadaran berkaitan dengan keyakinan masa-masa nenek moyang mengenai tahayul.
Magis-magis senantiasa hidup. Konsep-konsep warisan masa praberadab ini telah
membuat kebangkitan dan pertumbuhan psikologis ilmiah menjadi sangat sulit.
Kriteria Watson dalam menentukan apakah sesuatu itu ada atau tidak ada adalah
berdasarkan apakah hal tersebut dapat diamati atau tidak dapat diamati.
Selanjutnya Bell (1981:24)
mengungkapkan pandangan aliran behaviorisme yang dianggap sebagai jawaban atas
pertanyaan bagaimanakah sesungguhnya manusia memelajari bahasa, yaitu:
1. Dalam upaya
menemukan penjelasan atas proses pembelajaran manusia, hendaknya para ahli
psikologi memiliki pandangan bahwa hal-hal yang dapat diamati saja yang akan
dijelaskan, sedangkan hal-hal yang tidak dapat diamati hendaknya tidak
diberikan penjelasan maupun membentuk bagian dari penjelasan.
2. Pembelajaran
itu terdiri dari pemerolehan kebiasaan, yang diawali dengan peniruan.
3. Respon yang
dianggap baik menghasilkan imbalan yang baik pula.
4. Kebiasaan
diperkuat dengan cara mengulang-ulang stimuli dengan begitu sering sehingga
respon yang diberikan pun menjadi sesuatu yang bersifat otomatis.
2)
Aliran
Kognitif
Menurut teori ini bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang
terpisah, melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari
kematangan kognitif. Bahasa di instruksikan oleh nalar. Perkembangan bahasa
harus berlandaskan pada percobaan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam
kognisi. Jadi urutan-urutan perkembnagan kognitif menentukan perkembangan
bahasaMenurut teori kognitif yang utama sekali harus dicapai adalah
perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk
keterampilan berbahasa semenjak lahir sampai umur 18 bulan bahasa belum ada, si
anak memahami dunia melalui indranya.
Adapun tokoh yang terkenal dengan teori kognitif ini adalah Noam
Chomsky menyatakan bahwa manusia dilahirkan dengan akal yang berisi
pengetahuan batin yang berkait dengan sejumlah bidang yang berbeda-beda. Salah
satu dari pengetahuan tersebut berkait dengan bahasa. Chomsky menyebut
pengetahuan batin yang berkait dengan bahasa ini sebagai Language
Acquisition Device atau yang lebih populer sebagai LAD, yang dalam modul
disebut sebagai Alat Pemerolehan Bahasa atau APB. Chomsky berpendapat
bahwa daya-daya dalam bidang yang berbeda yang disebut di atas, relatif mandiri
satu sama lain. Artinya tidak saling berkait. Bahkan dalam kaitan dengan
pemerolehan bahasa, Chomsky berpendapat bahwa bagi pemerolehan bahasa,
pengetahuan batin saja sudah cukup dan pengetahuan matematis serta pengetahuan
logika tidak diperlukan dalam kegiatan ini.
Masih menurut Chomsky behaviorisme (S-R), sangat tidak
memadai untuk menerangkan proses pemerolejhan bahasa. Sebab masukan data
linguistiknya sangat sedikit untuk membangkitkan rumus-rumus linguistic. pada bagian akhir subpokok bahasan diketengahkan argumen-argumen
yang dikemukakan Chomsky dalam mempertahankan APB yang tertuang dalam bentuk
empat argumen, yakni (1) keunikan tata bahasa, (2) data masukan yang tidak
sempurna, (3) ketidakselarasan intelegensi, dan (4) kemudahan dan kecepatan
pemerolehan bahasa anak.
3)
Aliran
Mentalistik
Pada subpokok bahasan ini, kita telah membahas sejumlah
konsep pendapat-pendapat para teorisi mengenai bagaimana seseorang memahami dan
merespons terhadap apa-apa yang ada di alam semesta ini. Kita telah berbicara
mengenai pandangan-pandangan kaum mentalis dan kaum bahavioris, terutama dalam
kaitan dengan keterhubungan antara bahasa, ujaran dan pikiran. Menurut kaum
mentalis, seorang manusia dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda
dari badan (body) orang tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai
dua hal yang berinteraksi satu sama lain, yang salah sati di antaranya mungkin
menyebabkan atau mungkin mengontrol peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
bagian lainnya. Dalam kaitan dengan perilaku secara keseluruhan, pandangan ini
berpendapat bahwa seseorang berperilaku seperti yang mereka lakukan itu bisa
merupakan hasil perilaku badan secara tersendiri, seperti bernapas atau bisa
pula merupakan hasil interaksi antara badan dan pikiran. Mentalisme dapat
dibagi menjadi dua, yakni empirisme dan rasionalisme.
Kedua pendapat ini pun memiliki
pandangan-pandangan yang berbeda dalam memahami persoalan gagasan-gagasan batin
atau pengetahuan. Semua kaum mentalis bersepakat mengenai adanya akal dan bahwa
manusia memiliki pengetahuan dan gagasan di dalam akalnya. Meskipun demikian,
mereka tidak bersepakat dalam hal bagaimana gagasan-gagasan tersebut bisa ada
di dalam akal. Apakah gagasan-gagasan tersebut seluruhnya diperoleh dari
pengalaman (pendapat kaum empiris) atau gagasan-gagasan tersebut sudah ada di
dalam akal sejak lahir (gagasan kaum rasional). Bahkan di dalam kedua aliran
ini pun, terdapat perbedaan pendapat yang rinciannya akan kita bahas nanti.
Kemudian, diketengahkan pembahasan
mengenai empirisme. Dalam kaitan ini telah dibahas kenyataan bahwa kata empiris
dan empirisme telah berkembang menjadi dua istilah yang memiliki dua makna yang
berbeda. Setelah itu, dibahas pula isu lain yang mengelompokkan kaum empiris,
yakni isu yang berkenaan dengan pertanyaan apakah gagasan-gagasan di dalam akal
manusia yang membentuk pengetahuan bersifat universal atau umum di samping juga
bersifat fisik.
PENUTUP
- Kesimpulan
Teori/Aliran Behavioristiktujuan utama psikologi adalah
membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan sedikitpun tidak ada
hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah benda-benda atau hal-hal yang
diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus) dan gerak balas(respons)
Teori Kognitifberpandangan Menurut teori ini
bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang terpisah, melainkan salah satu diantara
beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif
Kaum mentalisberpendapat seorang manusia
dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda dari badan (body) orang
tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai dua hal yang
berinteraksi satu sama lain,
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dardjowidjojo,
Soenjono. 2010. Psikolinguistik Pengantar
Pemahaman Bahasa
Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mar’at,
Samsunuwiyati. 2009. Psikolingustik Suatu Pengantar. Jakarta: Refika Aditama.
http://prasastie.multiply.com/journal/item/38
[1]http://massofa.wordpress.com/2008/01/24/menengok-bahasan-psikolinguistik/
OLEH PAKDE SOFA
http.//www.scrib.com
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu masalah kompleks manusia, selain
berkenaan dengan masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah kegiatan
berbahasa.Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung
secara makanistik, tetapi juga berlangsung secara mentalistik. Artinya,
kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dengan proses atau kegiatan mental
(otak). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, studi
linguistik perlu dilengkapi dengan studi antardisiplin antara linguistik dan
psikologi, yang lazim disebut psikolinguistik.
Wundt adalah
Bapak Psikologi Eksperimen yang pertama kali membangun Laboratorium Psikologi
di Leipzig, Jerman pada abad ke-19. Di
samping itu, Wundt telah memperkenalkan apa yang pada waktu itu di sebut
Psikologi Bahasa (Psychologie Der Sprache) yang materinya tidak jauh
berbeda dengan apa yang dibahas dalam Psikolinguistik dewasa ini. Istilah
Psikolinguistik merupakan istilah lain dari Psikologi Bahasa yang muncul
setelah Perang Dunia Kedua.
Pada tahun
1900 Wundt menulis buku tentang psikolingistik yang berjudul ”Die Sprache” terdiri
atas dua jilid. Die Sprache inji merupakan bagian dari satu set buku karangan Wundt
yang berjudul ”Volker Psychologie”
(Psikologi Bangsa) yang membahas tentang kebudayaan, struktur sosial bahasa,
moral, dan lain-lain dari pelbagai bangsa yang berbeda di dunia. Isinya semacam
antropologi terhadap kebanyakan para psikolog yang tidak menyadari atau
mengetahuinya.
Dalam
bukunya itu, Wundt berusaha dengan keras mennabungkan dua aliran yang sangat
kuat pada abad ke-19, yaitu aliran idealisme atau rasionalisme dengan alirn
empirisme.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1.
Apakah
yang dimaksud dengan psikologi?
2.
Apakah
yang dimaksud dengan lingustik?
3.
Apakah
yang dimaksud dengan psikolinguistik?
4.
Aliran-aliran
apa sajakah yang terdapat dalam psikolinuistik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Psikologi
Secara etimologi kata psikologi
berasal dari bahasa Yunani Kuno psyche dan logos. kata psyche
berarti jiwa, roh, atau sukma, sedangkan kata logos berarti ilmu. Jadi,
secara harfiah berarti ilmu jiwa atau ilmu yang objek kajiannya adalah jiwa.
dulu ketika psikologi adalah ilmu yang mengkaji jiwa masih bisa dipertahankan.
Dalam kepustakaan pada tahun 50an nama ilmu jiwa lazim digunakan sebagai padanan
kata psikologi. Namun, kini istilah ilmu jiwa tidak digunakan lagi karena
bidang ilmu ini memang tidak meneliti jiwa, roh, atau sukma, sehingga istilah
itu kurang tepat.
Dalam perkembangan lebih lanjut,
psikologi lebih membahas atau mengkaji sisi – sisi manusia dari segi yang bisa
diamati. Kareba jiwa itu bersifat abstrak, sehingga tidak dapat diamati secara
empiris, padahal objek kajian setiap ilmu harus dapat diobservasi secara
indrawi. Dalam hal ini jiwa atau keadaan jiwa hanya bisa diamati melalui gejala
– gejalanya seperti orang yang sedih akan berlaku murung, dan orang yang
gembira tampak dari gerak – geriknya yang riang atau dari wajahnya yang binar –
binar. Meskipun demikian, kita juga sering mendapat kesulitan untuk mengetahui
keadaan jiwa seseorang dengan hanya melihat tingkah lakunya saja. Tidak jarang
kita jumpai seseorang yang sebenarnya sedih tetapi tetap tersenyum. Atau
seseorang yang sebenarnya jengkel atau marah tetapi tetap tenang atau malah
tertawa.
Walaupun besar gerak – gerik lahir seseorang
belum tentu menggambarkan keadaan jiwa yang sebanarnya, namun, secara
tradisional, psikologi lazim diartikan sebagai satu bidang ilmu yang mencoba
mempelajari perilaku manusia. Caranya adalah dengan mengkaji hakikat
rangsangan, hakikat reaksi terhadap rangsangan itu dan mengkaji hakikat proses
– proses akal yang berlaku sebelum reaksi itu terjadi. Para ahli psikologi
belakangan ini juga cenderung untuk menganggap psikologi sebagai suatu ilmu
yang mecoba mengkaji proses akal manusia dan segala manifestasinya yang
mengatur perilaku manusia itu. Tujuan pengkajian akal ini adalah untuk
menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol perilaku manusia.
Dalam perkembangannya, psikologi telah
menjadi beberapa aliran sesuai dengan paham filsafat yang dianut. Karena itulah
dikenal adanya psikologi yang mentalistik, yang bahavioristik, dan yang
kognitifistik.
Psikologi yang mentalistik melahirkan
aliran yang disebut psikologi kesadaran. Tujuan utama psikologi
kesadaran adalah mencoba mengkaji proses – proses akal manusia dengan cara
mengintrospeksi atau mengkaji diri. Oleh karena itu, psikologi kesadaran lazim
juga disebut psikologi introspeksionisme. Psikologi ini merupakan suatu
proses akal dengan cara melihat kedalam diri sendiri setelah suatu rangsangan
terjadi.
Psikologi yang behavioristik melahirkan
aliran yang disebut psikologi perilaku. Tujuan utama psikologi perilaku
ini adalah mencoba mengkaji perilaku manusia yang berupa reaksi apabila suatu
rangsangan terjadi, dan selanjutnya bagaimana mengawasi dan mengontrol perilaku
itu. Para pakar psikologi behavioristik ini tidak berminat mengkaji proses –
proses akal yang membangkitkan perilaku tersebut karena proses – proses akal
ini tidak dapat diamati atau diobservasi secara langsung. Jadi, para pakar
psikologi perilaku ini tidak mengkaji ide – ide, pengertian, kemauan,
keinginan, maksud, pengharapan, dan segala mekanisme fisiologi. Yang dikaji
hanyalah peristiwa – peristiwa yang dapat diamati, yang nyata dan konkret,
yaitu kelakuan atau tingkah laku manusia.
Psikologi yang kognitifistik dan lazim
disebut psikologi kognitif mencoba mengkaji proses–proses kognitif
manusia secara ilmiah. Yang dimaksud kognitif adalah proses–proses akal
(pikiran, berpikir) manusia yang bertanggung jawab mengatur pengalaman dan
perilaku manusia. Hal utama yang dikaji oleh psikologi kognitif adalah
bagaimana cara manusia memperoleh, menafsirkan, mengatur, menyimpan,
mengeluarkan, dan menggunakan pengetahuannya, termasuk perkembangan dan
penggunaan pengetahuan bahasa. Perbedaannya dengan psikologi kesadaran adalah
bahwa menurut paham mentalisme proses–proses akal itu berlangsung setelah
terjadinya rangsangan. Sedangkan menurut psikologi kognitif proses– proses akal
itu dapat terjadi karena adanya kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih
dahulu.kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih dahulu. Perilaku
yang muncul sebagai hasil proses akal seperti ini disebut perilaku atau
tindakan bertujuan sebagai hasil kreativitas organisme manusia itu sendiri.
Psikologi sangat berkaitan erat dengan
kehidupan manusia dalam segala kegiatannya yang sangat luas. Oleh karena itu,
muncullah berbagai cabang psikologi yang diberi nama sesuai dengan
penarapannya. Diantara cabang–cabang itu adalah psikologi sosial, psikologi
perkembangan, psikologi klinik, psikologi komunikasi, dan psikologi bahasa.
B. Linguistik
Secara umum linguistik lazim
diartikan sebagai ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek
kajiannya. Pakar linguistik disebut lingui, dalam bahasa inggris juga
berarti orang yang mahir menggunakan beberapa bahasa, selain bermakna pakar
linguistik. Seseorang linguis mempelajari bahasa bukan dengan tujuan utama
untuk mahir menggunakan bahasa itu, melainkan untuk mengetahui secara mendalam mengenai
kaidah – kaidah struktur bahasa, beserta dengan berbagai aspek dan segi yang
menyangkut bahasa itu. Andaikata si linguis ingin memahirkan penggunaan bahasa
bahasa itu tentu juga tidak ada salahnya. Bahkan akan menjadi lebih baik.
Sebaiknya, seseorang yang mahir dan lancar dalam menggunakan beberapa bahasa,
belum tentu dia seorang linguis kalau dia tidak mendalami teori tentang bahasa.
Orang seperti ini lebih tepat disebut seorang poliglot ”berbahasa
banyak”, sebagai dikotomi dari monoglot ”berbahasa satu”.
Kalau dikatakan bahwa linguistik atu
adalah ilmu yang objek kajiannya adalah bahaasa, sedangkan bahasa itu sendiri
merupakan fenomena yang hadir dalam segala aktivitas kehidupan manusia, maka
linguistik itu pun menjadi sangat luas bidang kajiannya. Oleh karena itu, kita
bisa lihat adanya berbagai cabang linguistik yang dibuat berdasarkan berbagai
kriteria atau pandangan. Secara umum pembidangan linguistik itu adalah sebagai
berikut.
- Menurut objek kajian, linguistik dapat dibagi atas
dua cabang besar, yaitu linguistik mikro dan linguistik makro.
Objek kajian linguistik mikro adalah struktur internal bahasa itu sendiri,
mencakup struktur fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Sedangkan
objek kajian linguistik makro adlah bahasa dalam hubungannya dengan faktor
di luar bahasa seperti faktor sosiologis, psikologis, antropologi, dan
neurologi. Berkaitan dengan faktor – faktor di luar bahasa itu muncullah
bidang – bidang seperti sosiologistik, psikologistik, neurolinguistik dan
etnolinguistik. Disini, linguistik dipandang sebagai disiplin utama,
sedangkan ilmu-ilmu lain sebagai disiplin bawahan. - Menurut tujuan kajiannya, linguistik dapat dibedakan
atas dua bidang besaar yaitu linguistik teoteris dan linguistik
terapan. Kajian teoteris hanya ditujukan untuk mencari atau menentukan
teori – teori linguistik. Hanya untuk membuat kaidah – kaidah linguistik
secara deskriptif. Sedangkan kajian terapan ditujukan untuk menerapkan
kaidah – kaidah linguistik dalam kegiatan praktis, seperti dalam
pengajaran bahasa, penerjemahan, penyusunan kamus, dan sebagainya. - Adanya yang disebut linguistik sejarah dan sejarah
linguistik. Linguistik sejarah mengkaji perkembangan dan perubahan suatu
bahasa atau sejumlah bahasa, baik dengan diperbandingkan maupun tidak.
Sejarah linguiatik mengkaji perkembangan ilmu linguistik, baik mengenai
tokoh – tokohnya, aliran – aliran teorinya, maupun hasil – hasil kerjanya.
Dalam kaitannya dengan psikologi,
linguistik lazim diartikan sebagai ilmu yang muncoba mempelajari hakikat
bahasa, atruktur bahasa, bagaimana bahasa itu diperoleh, bagaimana bahasa itu
bekerja, dan bagaimana bahasa itu berkembang. Dalam konsep ini tampak bahwa
yang namanya psikolinguistik dianggap sebagai cabang dari linguistik, sedangkan
linguistik itu sendiri dianggap sebagai cabang dari psikologi.
C. Psikolinguistik
Psikolinguistik terbentuk dari kata
psikologi dan kata linguistic, yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing
– masing berdiri sendiri, dengan prosedur dan metode yang berlainan. Namun,
keduanya sama – sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya materinya
yang berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji
perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Dengan demikian cara dan tujuannya
juga berbeda.
Meskipun cara dan tujuan berbeda,
tetapi banyak juga bagian – bagian objeknya yang dikaji dengan cara yang sama
dan dengan tujuan yang sama, tetapi dengan teori yang berlainan. Hasil kajian
kedua disiplin ini pun banyak yang sama, meskipun tidak sedikit yang berlainan.
Oleh karena itulah, telah lama dirasakan perlu adanya kerja sama di antara
kedua disiplin ini untuk mengkaji bahasa dan hakikat bahasa. Dengan kerja sama
kedua disiplin itu diharapkan akan diperoleh hasil kajian yang lebih baik dan
lebih bermanfaat.
Sebagai hasil kerjasama yang baik,
lebih terarah, dan lebih sistematis diantara kedua ilmu itu, lahirlah satu
disiplin ilmu baru yang disebut psikolinguistik, sebagai ilmu
antardisiplin antara psikologi dan linguistik. Istilah psikolinguistik
itu sendiri baru lahir tahun 1945, yakni tahun terbitnya buku psycholinguistics
: A Survey of Theory and Reserch Problems yang disunting oleh Charles E.
Osgood dan Thomas A. sebeok, di Bloomington, Amerika Serikat.
Psikolinguistik mencoba menguraikan
proses – proses psikologi yang berlangsung
jika seseorang
mengucapkan kalimat – kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan
bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia (Slobin, 1974; Meller,
1964; Slama Cazahu, 1973). Maka secara teoteris tujuan utama psikolinguistik
adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan
secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemeerolehannya. Dengan
kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan
bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada
waktu memahami kalimat– kalimat dalam pertuturan itu.
Dalam prakteknya psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan
psikologi pada masalah – masalah seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa,
pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan
kemultibahasaan, penyakit bertutur seperti afasia, gagap, dan sebagainya; serta
masalah – masalah sosial lain yang menyangkut bahasa, seperti bahasa dan
pendidikan,
bahasa dan pembangunan nusa dan bangsa.
D. Sejarah Perkembangan Psikolnguistik
Istilah psikolinguistik
baru muncul pada tahun 1954 dalam buku Thomas A. Sebeok dan Charles E.
Osgood yang berjudul Pshycolinguiatics: A Survey of Theory and
Research Problems, namun sebenarnya sejak zaman panini, ahli bahasa
dari India, dan Sokrates ahli filsafat dari Yunani, pengkajian bahasa telah
dilakukan orang. Kajian mereka tidak terlepas dari paham/aliran filsafat yang
mereka anut, karena filsafat merupakan induk dari semua disiplin ilmu.
Pada abad yang lalu terdapat dua aliran
filsafat yang saling bertentangan dan saling memengaruhi perkembangan
linguistik dan psikologi. Yang pertama adalah aliran empirisme yang erat
kaitannya dengan psikologi asosiasi. Aliran empirisme melakukan kajian terhadap
data empiris atau objek yang dapat diobservasi dengan cara menganalisis unsur –
unsur pembentukannya sampai yang sekecil – kecilnya. Oleh karena itu, aliran
ini disebut bersifat atomistik, dan lazim dikaitkan dengan asosianisme dan
positivisme.
Aliran kedua dikenal dengan nama rasionalisme.
Aliran ini mengkaji akal sebagai satu keseluruhan dan menyatakan bahwa faktor –
faktor yang ada dalam akal inilah yang patut diteliti untuk bisa memahami
perilaku manusia itu. Oleh karena itu, aliran ini disebut bersifat holistik,
dan biasa dikaitkan dengan paham nativisme, idealisme, dan
mentalisme.
Psikolinguistik bermula dari adanya
pakar linguistik yang berminat pada psikologi, dan adanya pakar psikologi yang
berkecimpung dalam linguistik. Dilanjutkan dengan adanya kerjasama antara pakar
linguistik dan pakar psikologi, dan kemudian muncullah pakar – pakar
psikolinguistik sebagai disiplin mandiri.
a. Psikologi dalam
Linguistik
Dalam sejarah linguistik ada sejumlah
pakar linguistik yang menaruh perhatian besar pada psikologi. Von Humboldt
(1767-1835), pakar linguistik berkebangsaan Jerman telah mencoba mengkaji
hubungan antara bahasa (linguistik) dengan pemikiran manusia (psikologi).
Caranya, dengan membandingkan tata bahasa dari bahasa – bahasa yang berlainan
dengan tabiat – tabiat bangsa – bangsa penutur itu. Von Humboldt sangat
dipengaruhi oleh aliran rasionalisme. Dia menganggap bahasa bukanlah sesuatu
yang sudah siap untuk dipotong – potong dan diklasifikasikan seperti aliran
empirisme. Menurut Von Humboldt bahasa itu merupakan satu kegiatan yang
memiliki prinsip – prinsip sendiri.
Ferdinand de Saussure (1858-1913),
pakar linguistik berkembangsaan Swiss, telah berusaha menerangkan apa
sebenarnya bahassa itu (linguistik) dan bagaimana keadaan bahasa itu dalam otak
(psikologi). Beliau memperkenalkan tiga istilah tentang bahasa yaitu langage
(bahasa pada umumnya yang bersifat abstrak), langue (bahasa tertentu
yang bersifat abstrak), dan parole (bahasa sebagai tuturan yang bersifat
konkret). Dia menegaskan objek kajian linguistik adalah langue.,
sedangkan objek kajian psikologi adalah parole. Ini berarti, kalau ingin
mengkaji bahasa secara lengkap, maka kedua disiplin, yakni linguistik dan
psikologi harus digunakan. Hal ini dikatakannya karena dia menganggap segala
sesuatu yang ada dalam bahasa itu pada dasarnya bersifat psikologis.
Edward Sapir (1884-1939), pakar
linguistik dan antropologi bangsa Amerika, telah mengikutsertakan psikologi
dalam pengkajian bahasa. Menurut Sapir, psikologi dapat memberikan dasar ilmiah
yang kuat dalam pengkajian bahasa. Beliau juga mencoba mengkaji hubungan bahasa
(linguistik) dengan pemikiran (psikologi). Dari kajian itu beliau berkesimpulan
bahwa bahasa, terutama strukturnya, merupakan unsur yang menentukan struktur
pemikiran manusia. Beliau juga menekankan bahwa linguistik dapat memberikan
sumbangan yang penting kepada psikologi Gestalt, dan sebaliknya psikologi
Gestalt dapat membantu disiplin linguistik.
b. Linguistik
dalam Psikologi
Dalam sejarah perkembangan psikologi
ada sejumlah pakar psikologi yang menaruh perhatian pada linguistik. John Dewey
(1859-1952), pakar psikologi berkebangsaan Amerika, seorang empirisme murni.
Beliau telah mengkaji bahasa dan perkembangannya dengan cara menafsirkan
analisis linguistik bahasa kanak – kanak berdasarkan prinsip – prinsip
psikologi. Umpamanya, beliau menyarankan agar penggolongan psikologi akan kata
– kata yang diucapkan kanak – kanak dilakukan berdasarkan makna seperti yang
dipahami kanak – kanak, dan bukan seperti yang dipahami orang dewasa dengan
bentuk – bentuk tata bahasa orang dewasa. Dengan cara ini, maka berdassarkan
prinsip – prinsip psikologi akan dapat ditentukan hubungan antara kata – kata
berkelas adverbia dan preposisi disatu pihak dengan kata – kata berkelas nomina
dan adjektiva dipihak lain. Jadi, dengan pengkajian kelas kata berdasarkan
pemahaman kanak – kanak kita akan dapat menentukan kecenderungan akal (mental)
kanak – kanak yang dihubungkan dengan perbedaan – perbedaan linguistik.
Pengkajian seperti ini, menurut Dewey, akan memberi bantuan yang besar kepaada
psikologi bahasa pada umumnya.
Watson (1878-1958), ahli psikologi
behaviorisme berkebangsaan Amerika. Beliau menempatkan perilaku atau kegiatan
berbahasa sama dengan perilaku atau kegiatan lainnya, seperti makan, berjalan,
dan melompat. Pada mulanya Watson hanya menghubungkan perilaku berbahasa yang
implisit, yakni yang terjadi didalam pikiran, dengan yang eksplisit, yakni yang
berupa tuturan. Namun, kemudian dia menyamakan perilaku berbahasa itu dengan
teori stimulus-respons yang dikembangkan oleh Povlov. Maka, penyamaan
ini memperlakukan kata – kata sama dengan benda – benda lain sebagai respons
dari suatu stimulus.
Weiss, ahli psikolodi behaviorisme Amerika. Beliau mengakui adanya aspek mental
dalm bahasa. Namun, karena wujudnya tidak memiliki kekuatan bentuk fisik, maka
wujudnya itu sukar dikaji atau ditunjukkan. Oleh karena itu, Weiss lebih
cenderung mengatakan bahwa bahasa itu sebagai satu bentuk perilaku apabila
seseorang menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosialnya. Weiss adalah salah
seorang tokoh yang terkemuka yang telah merintis jalan kearah lahirnya
psikolinguistik. Karena dialah yang telah berhasil mengubah Bloomfield dari
penganut aliran mentalistik menjadi penganut aliran behaviorisme. Weiss juga
telah mengemukakan sejumlah masalah yang harus dipecahkan oleh linguistik dan
psikologi yang dilihat dari sudut behaviorisme. Di antara masalah – masalah itu
adalah sebagai berikut :
- Bahasa merupakan satu kumpulan respons yang
jumlahnya tidak terbatas terhadap suatu stimulus. - Pada dasarnya perilaku bahasa menyatukan anggota
suatu masyarakat ke alam organisasi gerak saraf. - Perilaku bahasa adalah sebuah alat untuk mengubah
dan meragam-ragamkan kegiatan seseorang sebagai hasil warisan dan hasil
perolehan. - Bahasa dapat merupakan stimulus terhadap satu
respons, atau merupakan satu respons terhadap satu stimulus. - Respons bahasa sebagai satu stimul pengganti untuk
benda dan keadaan yang sebenarnya memungkinkan kita untuk memunculksn
kembali suatu hal yang pernah terjadi, dan menganalisis kejadian ini dalam
bagian – bagiannya.
c. Kerjasama
Psikologi dan Linguistik
Kerjasama secara langsung antara
linguistik dan psikologi sebanarnya sudah dimulai sejak 1860 yaitu, oleh Heyman
Steintthal, seorang ahli psikologi yang beralih menjadi ahli linguistik, dan
Moriz Lazarus seorang ahli linguistik yang beralih menjadi ahli psikologi
dengan menrbitkan sebuah jurnal yang khusus membicarakan masalh psikologi
bahasa dari sudut linguistik dan psikologi.
Dasar – dasar psikolinguistik menurut
beberapa pakar didalam buku yang disunting oleh Osgood dan Sebeok diatas adalah
berikut ini :
- Psikolinguistik adalah satu teori linguistik
berdasarkan bahasa yang dianggap sebagai sebuah sistem elemen yang saling
berhubungan erat. - Psokolinguistik adalah satu teori pembelajaran
(menurut teori behaviorisme) berdasarkan bahasa yang dianggapnsebagainsatu
sistem tabiat dan kemampuan yang menghubungkan isyarat dengan perilaku. - Psikolinguistik adalah satu teori informasi yang
menganggap bahasa sebagai sebuah alat untuk menyampaikan suatu benda.
d. Tiga Generasi
dalam Psikolinguistik
1. Psikolinguistik
Generasi pertama
Psikolinguistik generasi pertama adalah
psikolinguistik dengan para pakar yang menulis artikel dalam kumpulan karangan
berjudul psycholinguistics: A Survey of Theory and Reserch Problems yang
disunting oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. Sebeok. Titik pandang Osgood dan
Sebeok berkaitan erat dengan aliran behaviorisme (aliran perilaku) atau lebih
tepat lagi aliran neobehaviorisme. Teori – teori ini mengidentifikasikan bahasa
sebagai stu sistem respon yang langsung dan tidak langsung terhadap stimulus
verbal dan nonverbal. Orientasi stimulus respons ini adalah orientasi
psikologi.
Tokoh lain dari generasi pertama ini adalah L. Bloomfield. Beliau adalah tokoh
linguistik Amerika yang menerima dan menerapkan teori – teori behaviorisme
dalam analisis bahaa. Teknik analisis bahasa dan pandangannya tentang hakikat
bahasa sama dengan pandangan dan teori psikolinguistik perilaku.
Manusia yang normal sejak lahir telah
dilengkapi dengan kemampuan belajar. Oleh sebab itu, kemampuan berbahasa
didapat atau dicapai melalui proses belajar. Hal ini menunjukkan bahwa itu
harus dipelajari. Dengan kata lain, kemampuan berbahasa adalah satu kemampuan
hasil belajar, dan bukan sebagai sesuatu yang diwarisi.
Tokoh lain dari psikolinguistik
generasi pertama, dan yang dianggap sebagai tokoh utama adalah B. F. Skonner.
Beliau menjadi tokoh yang kemudian ditentang oleh Noam Chomsky yang menganut
aliran kognitif dalam proses berbahasa. Namun, teori – teori Skinner inilah
yang dianut oleh teori – teori linguistik aliran Bloomfield.
2. Psikolinguistik
Generasi Kedua
Karena pada psikolinguiatik generasi pertama tidak menjawab banyak masalah
proses berbahasa, dan teori – teori itu kekurangan daya penjelas, maka diperlukan
teori yang lain dalam psikolinguistik. Lahirlah teori –teori psikolinguiatik
generasi kedua, dengan dua tokoh utamanya yakni Noam Chomsky dan George Miller.
Menurut Mehler dan Noizet, psikolinguistik generasi kedua
telah dapat mengatasi ciri – ciri atomistik dari psikolinguistik Osgood-Sebeok.
Psikolinguistik generasi kedua berpendapat bahwa dalam proses berbahasa
bukanlah butir – butir bahasa yang diperoleh, melainkan kaidah dan sistem
kaidahlah yang diperoleh.
3. Psikolinguistik
Generasi Ketiga
Kelahiran psikolinguistik generasi ketiga ini oleh G.
Werstch dalam bukunya Two Problems for the New Psycholinguistics diberi
nama New Psycholinguistics.Ciri – ciri psikolinguistik generasi
ketiga ini adalah sebagai berikut :
Pertama,
orientasi mereka kepada psikologi, tetapi bukan psikologi perilaku. Mereka
berorientasi kepada psikologi seperti yang dikemukakan oleh Fresse dan Al
Vallon dari perancis, dan mungkin juga kepada psikologi aktivitas dari Uni
Sovyet atau seperti ditekankan oleh G. Werstch bahwa terjadi proses yang
serempak dari informasi linguistik dan psikologi.
Kedua,
keterlepasan mereka dari kerangka psikolinguistik kalimat dan keterlibatan
dalam psikolinguistik yang berdasarkan situasi dan konteks. Ini berarti,
analisis psikolinguistik bbukan lagi menentukan kalimat hubungan antara
struktur gramatikal dan kaidah semantik model Noam Chomsky dengan teori
generatif transformasinya, tetapi hubungan ini diperluas dengan memperhitungkan
situasi dan konteks.
Ketiga,
adanya satu pergeseran dari analisis mengenai proses ujaran yang abstrak ke
satu analisis psikologis mengenai komunikasi dan pikiran. Pergeseran dari
ujaran yang abstrak ke komunikasi dan pikiran ini dikemukakan oleh J. S. Bruner
dalam artikelnya berjudul Frol Communication to Language yang dimuat dalam
Cognition tahun 1974-5.
Ketiga
ciri utama dari psikolinguistik generasi ketiga ini menunjukkan telah
terjadinya satu peningkatan kualitatif dalam perkembangan psikolinguistik di negara
– negara Barat. Namun, menurut Leontive (1981) dibandingkan dengan perkembangan
linguistik di Eropa, maka osikolinguistik di Rusia sudah lebih dulu berkembang
karena sejak awal psikolinguistik di Rusia telah memperhitungkan jurus
komunikasi dan pikiran dalam analisas psikolinguistik.
E. Aliran-aliran Psikolinguistik
1)
Aliran
Behavioristik
Teori Behavioristik pertama kali dimunculkan oleh Jhon
B.Watson (1878-1958). Dia adalah seorang ahli psikologi berkebangsaan
amerika. Dia mengembangkan teori Stimulus-Respons Bond (S – R Bond) yang telah
diperkenalkan oleh Ivan P.Pavlov. Menurut teori ini tujuan utama
psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan
sedikitpun tidak ada hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah
benda-benda atau hal-hal yang diamati secara langsung, yaitu rangsangan
(stimulus) dan gerak balas(respons) [1][1].
Eksperimen yang dilakukan oleh Watson dalam membuktikan
kebenaran teori behaviorismenya terhadap manusia adalah percobaan terhadap bayi
yang bernama albert berusia 11 tahun dan tikus putih. Dimana kesimpulan
akhirnya adalah pelaziman dapat merubah prilaku seseorang secara nyata.
Dalam pembelajaran yang didasarkan pada hubungan stimulus
respon, Watson mengemukakan dua hal penting:
1.Recency
Principle(prinsip
kebaruan)
Yaitu Jika suatu stimulus baru saja menimbulkan respons,
maka kemungkinan stimulus itu untuk menimbulkan respons yang sama apabila
diberikan umpan lagi akan lebih besar daripada kalau stimulus itu diberikan
umpan setelah lama berselang.
2.Frequency Principle(prinsip frekuensi)
Menurut prinsip ini apabila suatu stimulus dibuat lebih
sering menimbulkan satu respons, maka kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan
respons yang sama pada waktu yang lain akan lebih besar.
Selain itu. Watson mengatakan bahwa keyakinan pada adanya
kesadaran berkaitan dengan keyakinan masa-masa nenek moyang mengenai tahayul.
Magis-magis senantiasa hidup. Konsep-konsep warisan masa praberadab ini telah
membuat kebangkitan dan pertumbuhan psikologis ilmiah menjadi sangat sulit.
Kriteria Watson dalam menentukan apakah sesuatu itu ada atau tidak ada adalah
berdasarkan apakah hal tersebut dapat diamati atau tidak dapat diamati.
Selanjutnya Bell (1981:24)
mengungkapkan pandangan aliran behaviorisme yang dianggap sebagai jawaban atas
pertanyaan bagaimanakah sesungguhnya manusia memelajari bahasa, yaitu:
1. Dalam upaya
menemukan penjelasan atas proses pembelajaran manusia, hendaknya para ahli
psikologi memiliki pandangan bahwa hal-hal yang dapat diamati saja yang akan
dijelaskan, sedangkan hal-hal yang tidak dapat diamati hendaknya tidak
diberikan penjelasan maupun membentuk bagian dari penjelasan.
2. Pembelajaran
itu terdiri dari pemerolehan kebiasaan, yang diawali dengan peniruan.
3. Respon yang
dianggap baik menghasilkan imbalan yang baik pula.
4. Kebiasaan
diperkuat dengan cara mengulang-ulang stimuli dengan begitu sering sehingga
respon yang diberikan pun menjadi sesuatu yang bersifat otomatis.
2)
Aliran
Kognitif
Menurut teori ini bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang
terpisah, melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari
kematangan kognitif. Bahasa di instruksikan oleh nalar. Perkembangan bahasa
harus berlandaskan pada percobaan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam
kognisi. Jadi urutan-urutan perkembnagan kognitif menentukan perkembangan
bahasaMenurut teori kognitif yang utama sekali harus dicapai adalah
perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk
keterampilan berbahasa semenjak lahir sampai umur 18 bulan bahasa belum ada, si
anak memahami dunia melalui indranya.
Adapun tokoh yang terkenal dengan teori kognitif ini adalah Noam
Chomsky menyatakan bahwa manusia dilahirkan dengan akal yang berisi
pengetahuan batin yang berkait dengan sejumlah bidang yang berbeda-beda. Salah
satu dari pengetahuan tersebut berkait dengan bahasa. Chomsky menyebut
pengetahuan batin yang berkait dengan bahasa ini sebagai Language
Acquisition Device atau yang lebih populer sebagai LAD, yang dalam modul
disebut sebagai Alat Pemerolehan Bahasa atau APB. Chomsky berpendapat
bahwa daya-daya dalam bidang yang berbeda yang disebut di atas, relatif mandiri
satu sama lain. Artinya tidak saling berkait. Bahkan dalam kaitan dengan
pemerolehan bahasa, Chomsky berpendapat bahwa bagi pemerolehan bahasa,
pengetahuan batin saja sudah cukup dan pengetahuan matematis serta pengetahuan
logika tidak diperlukan dalam kegiatan ini.
Masih menurut Chomsky behaviorisme (S-R), sangat tidak
memadai untuk menerangkan proses pemerolejhan bahasa. Sebab masukan data
linguistiknya sangat sedikit untuk membangkitkan rumus-rumus linguistic. pada bagian akhir subpokok bahasan diketengahkan argumen-argumen
yang dikemukakan Chomsky dalam mempertahankan APB yang tertuang dalam bentuk
empat argumen, yakni (1) keunikan tata bahasa, (2) data masukan yang tidak
sempurna, (3) ketidakselarasan intelegensi, dan (4) kemudahan dan kecepatan
pemerolehan bahasa anak.
3)
Aliran
Mentalistik
Pada subpokok bahasan ini, kita telah membahas sejumlah
konsep pendapat-pendapat para teorisi mengenai bagaimana seseorang memahami dan
merespons terhadap apa-apa yang ada di alam semesta ini. Kita telah berbicara
mengenai pandangan-pandangan kaum mentalis dan kaum bahavioris, terutama dalam
kaitan dengan keterhubungan antara bahasa, ujaran dan pikiran. Menurut kaum
mentalis, seorang manusia dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda
dari badan (body) orang tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai
dua hal yang berinteraksi satu sama lain, yang salah sati di antaranya mungkin
menyebabkan atau mungkin mengontrol peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
bagian lainnya. Dalam kaitan dengan perilaku secara keseluruhan, pandangan ini
berpendapat bahwa seseorang berperilaku seperti yang mereka lakukan itu bisa
merupakan hasil perilaku badan secara tersendiri, seperti bernapas atau bisa
pula merupakan hasil interaksi antara badan dan pikiran. Mentalisme dapat
dibagi menjadi dua, yakni empirisme dan rasionalisme.
Kedua pendapat ini pun memiliki
pandangan-pandangan yang berbeda dalam memahami persoalan gagasan-gagasan batin
atau pengetahuan. Semua kaum mentalis bersepakat mengenai adanya akal dan bahwa
manusia memiliki pengetahuan dan gagasan di dalam akalnya. Meskipun demikian,
mereka tidak bersepakat dalam hal bagaimana gagasan-gagasan tersebut bisa ada
di dalam akal. Apakah gagasan-gagasan tersebut seluruhnya diperoleh dari
pengalaman (pendapat kaum empiris) atau gagasan-gagasan tersebut sudah ada di
dalam akal sejak lahir (gagasan kaum rasional). Bahkan di dalam kedua aliran
ini pun, terdapat perbedaan pendapat yang rinciannya akan kita bahas nanti.
Kemudian, diketengahkan pembahasan
mengenai empirisme. Dalam kaitan ini telah dibahas kenyataan bahwa kata empiris
dan empirisme telah berkembang menjadi dua istilah yang memiliki dua makna yang
berbeda. Setelah itu, dibahas pula isu lain yang mengelompokkan kaum empiris,
yakni isu yang berkenaan dengan pertanyaan apakah gagasan-gagasan di dalam akal
manusia yang membentuk pengetahuan bersifat universal atau umum di samping juga
bersifat fisik.
PENUTUP
- Kesimpulan
Teori/Aliran Behavioristiktujuan utama psikologi adalah
membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan sedikitpun tidak ada
hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah benda-benda atau hal-hal yang
diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus) dan gerak balas(respons)
Teori Kognitifberpandangan Menurut teori ini
bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang terpisah, melainkan salah satu diantara
beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif
Kaum mentalisberpendapat seorang manusia
dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda dari badan (body) orang
tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai dua hal yang
berinteraksi satu sama lain,
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dardjowidjojo,
Soenjono. 2010. Psikolinguistik Pengantar
Pemahaman Bahasa
Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mar’at,
Samsunuwiyati. 2009. Psikolingustik Suatu Pengantar. Jakarta: Refika Aditama.
http://prasastie.multiply.com/journal/item/38
[1]http://massofa.wordpress.com/2008/01/24/menengok-bahasan-psikolinguistik/
OLEH PAKDE SOFA
http.//www.scrib.com
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu masalah kompleks manusia, selain
berkenaan dengan masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah kegiatan
berbahasa.Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung
secara makanistik, tetapi juga berlangsung secara mentalistik. Artinya,
kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dengan proses atau kegiatan mental
(otak). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, studi
linguistik perlu dilengkapi dengan studi antardisiplin antara linguistik dan
psikologi, yang lazim disebut psikolinguistik.
Wundt adalah
Bapak Psikologi Eksperimen yang pertama kali membangun Laboratorium Psikologi
di Leipzig, Jerman pada abad ke-19. Di
samping itu, Wundt telah memperkenalkan apa yang pada waktu itu di sebut
Psikologi Bahasa (Psychologie Der Sprache) yang materinya tidak jauh
berbeda dengan apa yang dibahas dalam Psikolinguistik dewasa ini. Istilah
Psikolinguistik merupakan istilah lain dari Psikologi Bahasa yang muncul
setelah Perang Dunia Kedua.
Pada tahun
1900 Wundt menulis buku tentang psikolingistik yang berjudul ”Die Sprache” terdiri
atas dua jilid. Die Sprache inji merupakan bagian dari satu set buku karangan Wundt
yang berjudul ”Volker Psychologie”
(Psikologi Bangsa) yang membahas tentang kebudayaan, struktur sosial bahasa,
moral, dan lain-lain dari pelbagai bangsa yang berbeda di dunia. Isinya semacam
antropologi terhadap kebanyakan para psikolog yang tidak menyadari atau
mengetahuinya.
Dalam
bukunya itu, Wundt berusaha dengan keras mennabungkan dua aliran yang sangat
kuat pada abad ke-19, yaitu aliran idealisme atau rasionalisme dengan alirn
empirisme.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1.
Apakah
yang dimaksud dengan psikologi?
2.
Apakah
yang dimaksud dengan lingustik?
3.
Apakah
yang dimaksud dengan psikolinguistik?
4.
Aliran-aliran
apa sajakah yang terdapat dalam psikolinuistik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Psikologi
Secara etimologi kata psikologi
berasal dari bahasa Yunani Kuno psyche dan logos. kata psyche
berarti jiwa, roh, atau sukma, sedangkan kata logos berarti ilmu. Jadi,
secara harfiah berarti ilmu jiwa atau ilmu yang objek kajiannya adalah jiwa.
dulu ketika psikologi adalah ilmu yang mengkaji jiwa masih bisa dipertahankan.
Dalam kepustakaan pada tahun 50an nama ilmu jiwa lazim digunakan sebagai padanan
kata psikologi. Namun, kini istilah ilmu jiwa tidak digunakan lagi karena
bidang ilmu ini memang tidak meneliti jiwa, roh, atau sukma, sehingga istilah
itu kurang tepat.
Dalam perkembangan lebih lanjut,
psikologi lebih membahas atau mengkaji sisi – sisi manusia dari segi yang bisa
diamati. Kareba jiwa itu bersifat abstrak, sehingga tidak dapat diamati secara
empiris, padahal objek kajian setiap ilmu harus dapat diobservasi secara
indrawi. Dalam hal ini jiwa atau keadaan jiwa hanya bisa diamati melalui gejala
– gejalanya seperti orang yang sedih akan berlaku murung, dan orang yang
gembira tampak dari gerak – geriknya yang riang atau dari wajahnya yang binar –
binar. Meskipun demikian, kita juga sering mendapat kesulitan untuk mengetahui
keadaan jiwa seseorang dengan hanya melihat tingkah lakunya saja. Tidak jarang
kita jumpai seseorang yang sebenarnya sedih tetapi tetap tersenyum. Atau
seseorang yang sebenarnya jengkel atau marah tetapi tetap tenang atau malah
tertawa.
Walaupun besar gerak – gerik lahir seseorang
belum tentu menggambarkan keadaan jiwa yang sebanarnya, namun, secara
tradisional, psikologi lazim diartikan sebagai satu bidang ilmu yang mencoba
mempelajari perilaku manusia. Caranya adalah dengan mengkaji hakikat
rangsangan, hakikat reaksi terhadap rangsangan itu dan mengkaji hakikat proses
– proses akal yang berlaku sebelum reaksi itu terjadi. Para ahli psikologi
belakangan ini juga cenderung untuk menganggap psikologi sebagai suatu ilmu
yang mecoba mengkaji proses akal manusia dan segala manifestasinya yang
mengatur perilaku manusia itu. Tujuan pengkajian akal ini adalah untuk
menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol perilaku manusia.
Dalam perkembangannya, psikologi telah
menjadi beberapa aliran sesuai dengan paham filsafat yang dianut. Karena itulah
dikenal adanya psikologi yang mentalistik, yang bahavioristik, dan yang
kognitifistik.
Psikologi yang mentalistik melahirkan
aliran yang disebut psikologi kesadaran. Tujuan utama psikologi
kesadaran adalah mencoba mengkaji proses – proses akal manusia dengan cara
mengintrospeksi atau mengkaji diri. Oleh karena itu, psikologi kesadaran lazim
juga disebut psikologi introspeksionisme. Psikologi ini merupakan suatu
proses akal dengan cara melihat kedalam diri sendiri setelah suatu rangsangan
terjadi.
Psikologi yang behavioristik melahirkan
aliran yang disebut psikologi perilaku. Tujuan utama psikologi perilaku
ini adalah mencoba mengkaji perilaku manusia yang berupa reaksi apabila suatu
rangsangan terjadi, dan selanjutnya bagaimana mengawasi dan mengontrol perilaku
itu. Para pakar psikologi behavioristik ini tidak berminat mengkaji proses –
proses akal yang membangkitkan perilaku tersebut karena proses – proses akal
ini tidak dapat diamati atau diobservasi secara langsung. Jadi, para pakar
psikologi perilaku ini tidak mengkaji ide – ide, pengertian, kemauan,
keinginan, maksud, pengharapan, dan segala mekanisme fisiologi. Yang dikaji
hanyalah peristiwa – peristiwa yang dapat diamati, yang nyata dan konkret,
yaitu kelakuan atau tingkah laku manusia.
Psikologi yang kognitifistik dan lazim
disebut psikologi kognitif mencoba mengkaji proses–proses kognitif
manusia secara ilmiah. Yang dimaksud kognitif adalah proses–proses akal
(pikiran, berpikir) manusia yang bertanggung jawab mengatur pengalaman dan
perilaku manusia. Hal utama yang dikaji oleh psikologi kognitif adalah
bagaimana cara manusia memperoleh, menafsirkan, mengatur, menyimpan,
mengeluarkan, dan menggunakan pengetahuannya, termasuk perkembangan dan
penggunaan pengetahuan bahasa. Perbedaannya dengan psikologi kesadaran adalah
bahwa menurut paham mentalisme proses–proses akal itu berlangsung setelah
terjadinya rangsangan. Sedangkan menurut psikologi kognitif proses– proses akal
itu dapat terjadi karena adanya kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih
dahulu.kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih dahulu. Perilaku
yang muncul sebagai hasil proses akal seperti ini disebut perilaku atau
tindakan bertujuan sebagai hasil kreativitas organisme manusia itu sendiri.
Psikologi sangat berkaitan erat dengan
kehidupan manusia dalam segala kegiatannya yang sangat luas. Oleh karena itu,
muncullah berbagai cabang psikologi yang diberi nama sesuai dengan
penarapannya. Diantara cabang–cabang itu adalah psikologi sosial, psikologi
perkembangan, psikologi klinik, psikologi komunikasi, dan psikologi bahasa.
B. Linguistik
Secara umum linguistik lazim
diartikan sebagai ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek
kajiannya. Pakar linguistik disebut lingui, dalam bahasa inggris juga
berarti orang yang mahir menggunakan beberapa bahasa, selain bermakna pakar
linguistik. Seseorang linguis mempelajari bahasa bukan dengan tujuan utama
untuk mahir menggunakan bahasa itu, melainkan untuk mengetahui secara mendalam mengenai
kaidah – kaidah struktur bahasa, beserta dengan berbagai aspek dan segi yang
menyangkut bahasa itu. Andaikata si linguis ingin memahirkan penggunaan bahasa
bahasa itu tentu juga tidak ada salahnya. Bahkan akan menjadi lebih baik.
Sebaiknya, seseorang yang mahir dan lancar dalam menggunakan beberapa bahasa,
belum tentu dia seorang linguis kalau dia tidak mendalami teori tentang bahasa.
Orang seperti ini lebih tepat disebut seorang poliglot ”berbahasa
banyak”, sebagai dikotomi dari monoglot ”berbahasa satu”.
Kalau dikatakan bahwa linguistik atu
adalah ilmu yang objek kajiannya adalah bahaasa, sedangkan bahasa itu sendiri
merupakan fenomena yang hadir dalam segala aktivitas kehidupan manusia, maka
linguistik itu pun menjadi sangat luas bidang kajiannya. Oleh karena itu, kita
bisa lihat adanya berbagai cabang linguistik yang dibuat berdasarkan berbagai
kriteria atau pandangan. Secara umum pembidangan linguistik itu adalah sebagai
berikut.
- Menurut objek kajian, linguistik dapat dibagi atas
dua cabang besar, yaitu linguistik mikro dan linguistik makro.
Objek kajian linguistik mikro adalah struktur internal bahasa itu sendiri,
mencakup struktur fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Sedangkan
objek kajian linguistik makro adlah bahasa dalam hubungannya dengan faktor
di luar bahasa seperti faktor sosiologis, psikologis, antropologi, dan
neurologi. Berkaitan dengan faktor – faktor di luar bahasa itu muncullah
bidang – bidang seperti sosiologistik, psikologistik, neurolinguistik dan
etnolinguistik. Disini, linguistik dipandang sebagai disiplin utama,
sedangkan ilmu-ilmu lain sebagai disiplin bawahan. - Menurut tujuan kajiannya, linguistik dapat dibedakan
atas dua bidang besaar yaitu linguistik teoteris dan linguistik
terapan. Kajian teoteris hanya ditujukan untuk mencari atau menentukan
teori – teori linguistik. Hanya untuk membuat kaidah – kaidah linguistik
secara deskriptif. Sedangkan kajian terapan ditujukan untuk menerapkan
kaidah – kaidah linguistik dalam kegiatan praktis, seperti dalam
pengajaran bahasa, penerjemahan, penyusunan kamus, dan sebagainya. - Adanya yang disebut linguistik sejarah dan sejarah
linguistik. Linguistik sejarah mengkaji perkembangan dan perubahan suatu
bahasa atau sejumlah bahasa, baik dengan diperbandingkan maupun tidak.
Sejarah linguiatik mengkaji perkembangan ilmu linguistik, baik mengenai
tokoh – tokohnya, aliran – aliran teorinya, maupun hasil – hasil kerjanya.
Dalam kaitannya dengan psikologi,
linguistik lazim diartikan sebagai ilmu yang muncoba mempelajari hakikat
bahasa, atruktur bahasa, bagaimana bahasa itu diperoleh, bagaimana bahasa itu
bekerja, dan bagaimana bahasa itu berkembang. Dalam konsep ini tampak bahwa
yang namanya psikolinguistik dianggap sebagai cabang dari linguistik, sedangkan
linguistik itu sendiri dianggap sebagai cabang dari psikologi.
C. Psikolinguistik
Psikolinguistik terbentuk dari kata
psikologi dan kata linguistic, yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing
– masing berdiri sendiri, dengan prosedur dan metode yang berlainan. Namun,
keduanya sama – sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya materinya
yang berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji
perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Dengan demikian cara dan tujuannya
juga berbeda.
Meskipun cara dan tujuan berbeda,
tetapi banyak juga bagian – bagian objeknya yang dikaji dengan cara yang sama
dan dengan tujuan yang sama, tetapi dengan teori yang berlainan. Hasil kajian
kedua disiplin ini pun banyak yang sama, meskipun tidak sedikit yang berlainan.
Oleh karena itulah, telah lama dirasakan perlu adanya kerja sama di antara
kedua disiplin ini untuk mengkaji bahasa dan hakikat bahasa. Dengan kerja sama
kedua disiplin itu diharapkan akan diperoleh hasil kajian yang lebih baik dan
lebih bermanfaat.
Sebagai hasil kerjasama yang baik,
lebih terarah, dan lebih sistematis diantara kedua ilmu itu, lahirlah satu
disiplin ilmu baru yang disebut psikolinguistik, sebagai ilmu
antardisiplin antara psikologi dan linguistik. Istilah psikolinguistik
itu sendiri baru lahir tahun 1945, yakni tahun terbitnya buku psycholinguistics
: A Survey of Theory and Reserch Problems yang disunting oleh Charles E.
Osgood dan Thomas A. sebeok, di Bloomington, Amerika Serikat.
Psikolinguistik mencoba menguraikan
proses – proses psikologi yang berlangsung
jika seseorang
mengucapkan kalimat – kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan
bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia (Slobin, 1974; Meller,
1964; Slama Cazahu, 1973). Maka secara teoteris tujuan utama psikolinguistik
adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan
secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemeerolehannya. Dengan
kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan
bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada
waktu memahami kalimat– kalimat dalam pertuturan itu.
Dalam prakteknya psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan
psikologi pada masalah – masalah seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa,
pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan
kemultibahasaan, penyakit bertutur seperti afasia, gagap, dan sebagainya; serta
masalah – masalah sosial lain yang menyangkut bahasa, seperti bahasa dan
pendidikan,
bahasa dan pembangunan nusa dan bangsa.
D. Sejarah Perkembangan Psikolnguistik
Istilah psikolinguistik
baru muncul pada tahun 1954 dalam buku Thomas A. Sebeok dan Charles E.
Osgood yang berjudul Pshycolinguiatics: A Survey of Theory and
Research Problems, namun sebenarnya sejak zaman panini, ahli bahasa
dari India, dan Sokrates ahli filsafat dari Yunani, pengkajian bahasa telah
dilakukan orang. Kajian mereka tidak terlepas dari paham/aliran filsafat yang
mereka anut, karena filsafat merupakan induk dari semua disiplin ilmu.
Pada abad yang lalu terdapat dua aliran
filsafat yang saling bertentangan dan saling memengaruhi perkembangan
linguistik dan psikologi. Yang pertama adalah aliran empirisme yang erat
kaitannya dengan psikologi asosiasi. Aliran empirisme melakukan kajian terhadap
data empiris atau objek yang dapat diobservasi dengan cara menganalisis unsur –
unsur pembentukannya sampai yang sekecil – kecilnya. Oleh karena itu, aliran
ini disebut bersifat atomistik, dan lazim dikaitkan dengan asosianisme dan
positivisme.
Aliran kedua dikenal dengan nama rasionalisme.
Aliran ini mengkaji akal sebagai satu keseluruhan dan menyatakan bahwa faktor –
faktor yang ada dalam akal inilah yang patut diteliti untuk bisa memahami
perilaku manusia itu. Oleh karena itu, aliran ini disebut bersifat holistik,
dan biasa dikaitkan dengan paham nativisme, idealisme, dan
mentalisme.
Psikolinguistik bermula dari adanya
pakar linguistik yang berminat pada psikologi, dan adanya pakar psikologi yang
berkecimpung dalam linguistik. Dilanjutkan dengan adanya kerjasama antara pakar
linguistik dan pakar psikologi, dan kemudian muncullah pakar – pakar
psikolinguistik sebagai disiplin mandiri.
a. Psikologi dalam
Linguistik
Dalam sejarah linguistik ada sejumlah
pakar linguistik yang menaruh perhatian besar pada psikologi. Von Humboldt
(1767-1835), pakar linguistik berkebangsaan Jerman telah mencoba mengkaji
hubungan antara bahasa (linguistik) dengan pemikiran manusia (psikologi).
Caranya, dengan membandingkan tata bahasa dari bahasa – bahasa yang berlainan
dengan tabiat – tabiat bangsa – bangsa penutur itu. Von Humboldt sangat
dipengaruhi oleh aliran rasionalisme. Dia menganggap bahasa bukanlah sesuatu
yang sudah siap untuk dipotong – potong dan diklasifikasikan seperti aliran
empirisme. Menurut Von Humboldt bahasa itu merupakan satu kegiatan yang
memiliki prinsip – prinsip sendiri.
Ferdinand de Saussure (1858-1913),
pakar linguistik berkembangsaan Swiss, telah berusaha menerangkan apa
sebenarnya bahassa itu (linguistik) dan bagaimana keadaan bahasa itu dalam otak
(psikologi). Beliau memperkenalkan tiga istilah tentang bahasa yaitu langage
(bahasa pada umumnya yang bersifat abstrak), langue (bahasa tertentu
yang bersifat abstrak), dan parole (bahasa sebagai tuturan yang bersifat
konkret). Dia menegaskan objek kajian linguistik adalah langue.,
sedangkan objek kajian psikologi adalah parole. Ini berarti, kalau ingin
mengkaji bahasa secara lengkap, maka kedua disiplin, yakni linguistik dan
psikologi harus digunakan. Hal ini dikatakannya karena dia menganggap segala
sesuatu yang ada dalam bahasa itu pada dasarnya bersifat psikologis.
Edward Sapir (1884-1939), pakar
linguistik dan antropologi bangsa Amerika, telah mengikutsertakan psikologi
dalam pengkajian bahasa. Menurut Sapir, psikologi dapat memberikan dasar ilmiah
yang kuat dalam pengkajian bahasa. Beliau juga mencoba mengkaji hubungan bahasa
(linguistik) dengan pemikiran (psikologi). Dari kajian itu beliau berkesimpulan
bahwa bahasa, terutama strukturnya, merupakan unsur yang menentukan struktur
pemikiran manusia. Beliau juga menekankan bahwa linguistik dapat memberikan
sumbangan yang penting kepada psikologi Gestalt, dan sebaliknya psikologi
Gestalt dapat membantu disiplin linguistik.
b. Linguistik
dalam Psikologi
Dalam sejarah perkembangan psikologi
ada sejumlah pakar psikologi yang menaruh perhatian pada linguistik. John Dewey
(1859-1952), pakar psikologi berkebangsaan Amerika, seorang empirisme murni.
Beliau telah mengkaji bahasa dan perkembangannya dengan cara menafsirkan
analisis linguistik bahasa kanak – kanak berdasarkan prinsip – prinsip
psikologi. Umpamanya, beliau menyarankan agar penggolongan psikologi akan kata
– kata yang diucapkan kanak – kanak dilakukan berdasarkan makna seperti yang
dipahami kanak – kanak, dan bukan seperti yang dipahami orang dewasa dengan
bentuk – bentuk tata bahasa orang dewasa. Dengan cara ini, maka berdassarkan
prinsip – prinsip psikologi akan dapat ditentukan hubungan antara kata – kata
berkelas adverbia dan preposisi disatu pihak dengan kata – kata berkelas nomina
dan adjektiva dipihak lain. Jadi, dengan pengkajian kelas kata berdasarkan
pemahaman kanak – kanak kita akan dapat menentukan kecenderungan akal (mental)
kanak – kanak yang dihubungkan dengan perbedaan – perbedaan linguistik.
Pengkajian seperti ini, menurut Dewey, akan memberi bantuan yang besar kepaada
psikologi bahasa pada umumnya.
Watson (1878-1958), ahli psikologi
behaviorisme berkebangsaan Amerika. Beliau menempatkan perilaku atau kegiatan
berbahasa sama dengan perilaku atau kegiatan lainnya, seperti makan, berjalan,
dan melompat. Pada mulanya Watson hanya menghubungkan perilaku berbahasa yang
implisit, yakni yang terjadi didalam pikiran, dengan yang eksplisit, yakni yang
berupa tuturan. Namun, kemudian dia menyamakan perilaku berbahasa itu dengan
teori stimulus-respons yang dikembangkan oleh Povlov. Maka, penyamaan
ini memperlakukan kata – kata sama dengan benda – benda lain sebagai respons
dari suatu stimulus.
Weiss, ahli psikolodi behaviorisme Amerika. Beliau mengakui adanya aspek mental
dalm bahasa. Namun, karena wujudnya tidak memiliki kekuatan bentuk fisik, maka
wujudnya itu sukar dikaji atau ditunjukkan. Oleh karena itu, Weiss lebih
cenderung mengatakan bahwa bahasa itu sebagai satu bentuk perilaku apabila
seseorang menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosialnya. Weiss adalah salah
seorang tokoh yang terkemuka yang telah merintis jalan kearah lahirnya
psikolinguistik. Karena dialah yang telah berhasil mengubah Bloomfield dari
penganut aliran mentalistik menjadi penganut aliran behaviorisme. Weiss juga
telah mengemukakan sejumlah masalah yang harus dipecahkan oleh linguistik dan
psikologi yang dilihat dari sudut behaviorisme. Di antara masalah – masalah itu
adalah sebagai berikut :
- Bahasa merupakan satu kumpulan respons yang
jumlahnya tidak terbatas terhadap suatu stimulus. - Pada dasarnya perilaku bahasa menyatukan anggota
suatu masyarakat ke alam organisasi gerak saraf. - Perilaku bahasa adalah sebuah alat untuk mengubah
dan meragam-ragamkan kegiatan seseorang sebagai hasil warisan dan hasil
perolehan. - Bahasa dapat merupakan stimulus terhadap satu
respons, atau merupakan satu respons terhadap satu stimulus. - Respons bahasa sebagai satu stimul pengganti untuk
benda dan keadaan yang sebenarnya memungkinkan kita untuk memunculksn
kembali suatu hal yang pernah terjadi, dan menganalisis kejadian ini dalam
bagian – bagiannya.
c. Kerjasama
Psikologi dan Linguistik
Kerjasama secara langsung antara
linguistik dan psikologi sebanarnya sudah dimulai sejak 1860 yaitu, oleh Heyman
Steintthal, seorang ahli psikologi yang beralih menjadi ahli linguistik, dan
Moriz Lazarus seorang ahli linguistik yang beralih menjadi ahli psikologi
dengan menrbitkan sebuah jurnal yang khusus membicarakan masalh psikologi
bahasa dari sudut linguistik dan psikologi.
Dasar – dasar psikolinguistik menurut
beberapa pakar didalam buku yang disunting oleh Osgood dan Sebeok diatas adalah
berikut ini :
- Psikolinguistik adalah satu teori linguistik
berdasarkan bahasa yang dianggap sebagai sebuah sistem elemen yang saling
berhubungan erat. - Psokolinguistik adalah satu teori pembelajaran
(menurut teori behaviorisme) berdasarkan bahasa yang dianggapnsebagainsatu
sistem tabiat dan kemampuan yang menghubungkan isyarat dengan perilaku. - Psikolinguistik adalah satu teori informasi yang
menganggap bahasa sebagai sebuah alat untuk menyampaikan suatu benda.
d. Tiga Generasi
dalam Psikolinguistik
1. Psikolinguistik
Generasi pertama
Psikolinguistik generasi pertama adalah
psikolinguistik dengan para pakar yang menulis artikel dalam kumpulan karangan
berjudul psycholinguistics: A Survey of Theory and Reserch Problems yang
disunting oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. Sebeok. Titik pandang Osgood dan
Sebeok berkaitan erat dengan aliran behaviorisme (aliran perilaku) atau lebih
tepat lagi aliran neobehaviorisme. Teori – teori ini mengidentifikasikan bahasa
sebagai stu sistem respon yang langsung dan tidak langsung terhadap stimulus
verbal dan nonverbal. Orientasi stimulus respons ini adalah orientasi
psikologi.
Tokoh lain dari generasi pertama ini adalah L. Bloomfield. Beliau adalah tokoh
linguistik Amerika yang menerima dan menerapkan teori – teori behaviorisme
dalam analisis bahaa. Teknik analisis bahasa dan pandangannya tentang hakikat
bahasa sama dengan pandangan dan teori psikolinguistik perilaku.
Manusia yang normal sejak lahir telah
dilengkapi dengan kemampuan belajar. Oleh sebab itu, kemampuan berbahasa
didapat atau dicapai melalui proses belajar. Hal ini menunjukkan bahwa itu
harus dipelajari. Dengan kata lain, kemampuan berbahasa adalah satu kemampuan
hasil belajar, dan bukan sebagai sesuatu yang diwarisi.
Tokoh lain dari psikolinguistik
generasi pertama, dan yang dianggap sebagai tokoh utama adalah B. F. Skonner.
Beliau menjadi tokoh yang kemudian ditentang oleh Noam Chomsky yang menganut
aliran kognitif dalam proses berbahasa. Namun, teori – teori Skinner inilah
yang dianut oleh teori – teori linguistik aliran Bloomfield.
2. Psikolinguistik
Generasi Kedua
Karena pada psikolinguiatik generasi pertama tidak menjawab banyak masalah
proses berbahasa, dan teori – teori itu kekurangan daya penjelas, maka diperlukan
teori yang lain dalam psikolinguistik. Lahirlah teori –teori psikolinguiatik
generasi kedua, dengan dua tokoh utamanya yakni Noam Chomsky dan George Miller.
Menurut Mehler dan Noizet, psikolinguistik generasi kedua
telah dapat mengatasi ciri – ciri atomistik dari psikolinguistik Osgood-Sebeok.
Psikolinguistik generasi kedua berpendapat bahwa dalam proses berbahasa
bukanlah butir – butir bahasa yang diperoleh, melainkan kaidah dan sistem
kaidahlah yang diperoleh.
3. Psikolinguistik
Generasi Ketiga
Kelahiran psikolinguistik generasi ketiga ini oleh G.
Werstch dalam bukunya Two Problems for the New Psycholinguistics diberi
nama New Psycholinguistics.Ciri – ciri psikolinguistik generasi
ketiga ini adalah sebagai berikut :
Pertama,
orientasi mereka kepada psikologi, tetapi bukan psikologi perilaku. Mereka
berorientasi kepada psikologi seperti yang dikemukakan oleh Fresse dan Al
Vallon dari perancis, dan mungkin juga kepada psikologi aktivitas dari Uni
Sovyet atau seperti ditekankan oleh G. Werstch bahwa terjadi proses yang
serempak dari informasi linguistik dan psikologi.
Kedua,
keterlepasan mereka dari kerangka psikolinguistik kalimat dan keterlibatan
dalam psikolinguistik yang berdasarkan situasi dan konteks. Ini berarti,
analisis psikolinguistik bbukan lagi menentukan kalimat hubungan antara
struktur gramatikal dan kaidah semantik model Noam Chomsky dengan teori
generatif transformasinya, tetapi hubungan ini diperluas dengan memperhitungkan
situasi dan konteks.
Ketiga,
adanya satu pergeseran dari analisis mengenai proses ujaran yang abstrak ke
satu analisis psikologis mengenai komunikasi dan pikiran. Pergeseran dari
ujaran yang abstrak ke komunikasi dan pikiran ini dikemukakan oleh J. S. Bruner
dalam artikelnya berjudul Frol Communication to Language yang dimuat dalam
Cognition tahun 1974-5.
Ketiga
ciri utama dari psikolinguistik generasi ketiga ini menunjukkan telah
terjadinya satu peningkatan kualitatif dalam perkembangan psikolinguistik di negara
– negara Barat. Namun, menurut Leontive (1981) dibandingkan dengan perkembangan
linguistik di Eropa, maka osikolinguistik di Rusia sudah lebih dulu berkembang
karena sejak awal psikolinguistik di Rusia telah memperhitungkan jurus
komunikasi dan pikiran dalam analisas psikolinguistik.
E. Aliran-aliran Psikolinguistik
1)
Aliran
Behavioristik
Teori Behavioristik pertama kali dimunculkan oleh Jhon
B.Watson (1878-1958). Dia adalah seorang ahli psikologi berkebangsaan
amerika. Dia mengembangkan teori Stimulus-Respons Bond (S – R Bond) yang telah
diperkenalkan oleh Ivan P.Pavlov. Menurut teori ini tujuan utama
psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan
sedikitpun tidak ada hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah
benda-benda atau hal-hal yang diamati secara langsung, yaitu rangsangan
(stimulus) dan gerak balas(respons) [1][1].
Eksperimen yang dilakukan oleh Watson dalam membuktikan
kebenaran teori behaviorismenya terhadap manusia adalah percobaan terhadap bayi
yang bernama albert berusia 11 tahun dan tikus putih. Dimana kesimpulan
akhirnya adalah pelaziman dapat merubah prilaku seseorang secara nyata.
Dalam pembelajaran yang didasarkan pada hubungan stimulus
respon, Watson mengemukakan dua hal penting:
1.Recency
Principle(prinsip
kebaruan)
Yaitu Jika suatu stimulus baru saja menimbulkan respons,
maka kemungkinan stimulus itu untuk menimbulkan respons yang sama apabila
diberikan umpan lagi akan lebih besar daripada kalau stimulus itu diberikan
umpan setelah lama berselang.
2.Frequency Principle(prinsip frekuensi)
Menurut prinsip ini apabila suatu stimulus dibuat lebih
sering menimbulkan satu respons, maka kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan
respons yang sama pada waktu yang lain akan lebih besar.
Selain itu. Watson mengatakan bahwa keyakinan pada adanya
kesadaran berkaitan dengan keyakinan masa-masa nenek moyang mengenai tahayul.
Magis-magis senantiasa hidup. Konsep-konsep warisan masa praberadab ini telah
membuat kebangkitan dan pertumbuhan psikologis ilmiah menjadi sangat sulit.
Kriteria Watson dalam menentukan apakah sesuatu itu ada atau tidak ada adalah
berdasarkan apakah hal tersebut dapat diamati atau tidak dapat diamati.
Selanjutnya Bell (1981:24)
mengungkapkan pandangan aliran behaviorisme yang dianggap sebagai jawaban atas
pertanyaan bagaimanakah sesungguhnya manusia memelajari bahasa, yaitu:
1. Dalam upaya
menemukan penjelasan atas proses pembelajaran manusia, hendaknya para ahli
psikologi memiliki pandangan bahwa hal-hal yang dapat diamati saja yang akan
dijelaskan, sedangkan hal-hal yang tidak dapat diamati hendaknya tidak
diberikan penjelasan maupun membentuk bagian dari penjelasan.
2. Pembelajaran
itu terdiri dari pemerolehan kebiasaan, yang diawali dengan peniruan.
3. Respon yang
dianggap baik menghasilkan imbalan yang baik pula.
4. Kebiasaan
diperkuat dengan cara mengulang-ulang stimuli dengan begitu sering sehingga
respon yang diberikan pun menjadi sesuatu yang bersifat otomatis.
2)
Aliran
Kognitif
Menurut teori ini bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang
terpisah, melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari
kematangan kognitif. Bahasa di instruksikan oleh nalar. Perkembangan bahasa
harus berlandaskan pada percobaan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam
kognisi. Jadi urutan-urutan perkembnagan kognitif menentukan perkembangan
bahasaMenurut teori kognitif yang utama sekali harus dicapai adalah
perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk
keterampilan berbahasa semenjak lahir sampai umur 18 bulan bahasa belum ada, si
anak memahami dunia melalui indranya.
Adapun tokoh yang terkenal dengan teori kognitif ini adalah Noam
Chomsky menyatakan bahwa manusia dilahirkan dengan akal yang berisi
pengetahuan batin yang berkait dengan sejumlah bidang yang berbeda-beda. Salah
satu dari pengetahuan tersebut berkait dengan bahasa. Chomsky menyebut
pengetahuan batin yang berkait dengan bahasa ini sebagai Language
Acquisition Device atau yang lebih populer sebagai LAD, yang dalam modul
disebut sebagai Alat Pemerolehan Bahasa atau APB. Chomsky berpendapat
bahwa daya-daya dalam bidang yang berbeda yang disebut di atas, relatif mandiri
satu sama lain. Artinya tidak saling berkait. Bahkan dalam kaitan dengan
pemerolehan bahasa, Chomsky berpendapat bahwa bagi pemerolehan bahasa,
pengetahuan batin saja sudah cukup dan pengetahuan matematis serta pengetahuan
logika tidak diperlukan dalam kegiatan ini.
Masih menurut Chomsky behaviorisme (S-R), sangat tidak
memadai untuk menerangkan proses pemerolejhan bahasa. Sebab masukan data
linguistiknya sangat sedikit untuk membangkitkan rumus-rumus linguistic. pada bagian akhir subpokok bahasan diketengahkan argumen-argumen
yang dikemukakan Chomsky dalam mempertahankan APB yang tertuang dalam bentuk
empat argumen, yakni (1) keunikan tata bahasa, (2) data masukan yang tidak
sempurna, (3) ketidakselarasan intelegensi, dan (4) kemudahan dan kecepatan
pemerolehan bahasa anak.
3)
Aliran
Mentalistik
Pada subpokok bahasan ini, kita telah membahas sejumlah
konsep pendapat-pendapat para teorisi mengenai bagaimana seseorang memahami dan
merespons terhadap apa-apa yang ada di alam semesta ini. Kita telah berbicara
mengenai pandangan-pandangan kaum mentalis dan kaum bahavioris, terutama dalam
kaitan dengan keterhubungan antara bahasa, ujaran dan pikiran. Menurut kaum
mentalis, seorang manusia dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda
dari badan (body) orang tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai
dua hal yang berinteraksi satu sama lain, yang salah sati di antaranya mungkin
menyebabkan atau mungkin mengontrol peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
bagian lainnya. Dalam kaitan dengan perilaku secara keseluruhan, pandangan ini
berpendapat bahwa seseorang berperilaku seperti yang mereka lakukan itu bisa
merupakan hasil perilaku badan secara tersendiri, seperti bernapas atau bisa
pula merupakan hasil interaksi antara badan dan pikiran. Mentalisme dapat
dibagi menjadi dua, yakni empirisme dan rasionalisme.
Kedua pendapat ini pun memiliki
pandangan-pandangan yang berbeda dalam memahami persoalan gagasan-gagasan batin
atau pengetahuan. Semua kaum mentalis bersepakat mengenai adanya akal dan bahwa
manusia memiliki pengetahuan dan gagasan di dalam akalnya. Meskipun demikian,
mereka tidak bersepakat dalam hal bagaimana gagasan-gagasan tersebut bisa ada
di dalam akal. Apakah gagasan-gagasan tersebut seluruhnya diperoleh dari
pengalaman (pendapat kaum empiris) atau gagasan-gagasan tersebut sudah ada di
dalam akal sejak lahir (gagasan kaum rasional). Bahkan di dalam kedua aliran
ini pun, terdapat perbedaan pendapat yang rinciannya akan kita bahas nanti.
Kemudian, diketengahkan pembahasan
mengenai empirisme. Dalam kaitan ini telah dibahas kenyataan bahwa kata empiris
dan empirisme telah berkembang menjadi dua istilah yang memiliki dua makna yang
berbeda. Setelah itu, dibahas pula isu lain yang mengelompokkan kaum empiris,
yakni isu yang berkenaan dengan pertanyaan apakah gagasan-gagasan di dalam akal
manusia yang membentuk pengetahuan bersifat universal atau umum di samping juga
bersifat fisik.
PENUTUP
- Kesimpulan
Teori/Aliran Behavioristiktujuan utama psikologi adalah
membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan sedikitpun tidak ada
hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah benda-benda atau hal-hal yang
diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus) dan gerak balas(respons)
Teori Kognitifberpandangan Menurut teori ini
bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang terpisah, melainkan salah satu diantara
beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif
Kaum mentalisberpendapat seorang manusia
dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda dari badan (body) orang
tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai dua hal yang
berinteraksi satu sama lain,
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dardjowidjojo,
Soenjono. 2010. Psikolinguistik Pengantar
Pemahaman Bahasa
Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mar’at,
Samsunuwiyati. 2009. Psikolingustik Suatu Pengantar. Jakarta: Refika Aditama.
http://prasastie.multiply.com/journal/item/38
[1]http://massofa.wordpress.com/2008/01/24/menengok-bahasan-psikolinguistik/
OLEH PAKDE SOFA
http.//www.scrib.com
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu masalah kompleks manusia, selain
berkenaan dengan masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah kegiatan
berbahasa.Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung
secara makanistik, tetapi juga berlangsung secara mentalistik. Artinya,
kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dengan proses atau kegiatan mental
(otak). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, studi
linguistik perlu dilengkapi dengan studi antardisiplin antara linguistik dan
psikologi, yang lazim disebut psikolinguistik.
Wundt adalah
Bapak Psikologi Eksperimen yang pertama kali membangun Laboratorium Psikologi
di Leipzig, Jerman pada abad ke-19. Di
samping itu, Wundt telah memperkenalkan apa yang pada waktu itu di sebut
Psikologi Bahasa (Psychologie Der Sprache) yang materinya tidak jauh
berbeda dengan apa yang dibahas dalam Psikolinguistik dewasa ini. Istilah
Psikolinguistik merupakan istilah lain dari Psikologi Bahasa yang muncul
setelah Perang Dunia Kedua.
Pada tahun
1900 Wundt menulis buku tentang psikolingistik yang berjudul ”Die Sprache” terdiri
atas dua jilid. Die Sprache inji merupakan bagian dari satu set buku karangan Wundt
yang berjudul ”Volker Psychologie”
(Psikologi Bangsa) yang membahas tentang kebudayaan, struktur sosial bahasa,
moral, dan lain-lain dari pelbagai bangsa yang berbeda di dunia. Isinya semacam
antropologi terhadap kebanyakan para psikolog yang tidak menyadari atau
mengetahuinya.
Dalam
bukunya itu, Wundt berusaha dengan keras mennabungkan dua aliran yang sangat
kuat pada abad ke-19, yaitu aliran idealisme atau rasionalisme dengan alirn
empirisme.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1.
Apakah
yang dimaksud dengan psikologi?
2.
Apakah
yang dimaksud dengan lingustik?
3.
Apakah
yang dimaksud dengan psikolinguistik?
4.
Aliran-aliran
apa sajakah yang terdapat dalam psikolinuistik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Psikologi
Secara etimologi kata psikologi
berasal dari bahasa Yunani Kuno psyche dan logos. kata psyche
berarti jiwa, roh, atau sukma, sedangkan kata logos berarti ilmu. Jadi,
secara harfiah berarti ilmu jiwa atau ilmu yang objek kajiannya adalah jiwa.
dulu ketika psikologi adalah ilmu yang mengkaji jiwa masih bisa dipertahankan.
Dalam kepustakaan pada tahun 50an nama ilmu jiwa lazim digunakan sebagai padanan
kata psikologi. Namun, kini istilah ilmu jiwa tidak digunakan lagi karena
bidang ilmu ini memang tidak meneliti jiwa, roh, atau sukma, sehingga istilah
itu kurang tepat.
Dalam perkembangan lebih lanjut,
psikologi lebih membahas atau mengkaji sisi – sisi manusia dari segi yang bisa
diamati. Kareba jiwa itu bersifat abstrak, sehingga tidak dapat diamati secara
empiris, padahal objek kajian setiap ilmu harus dapat diobservasi secara
indrawi. Dalam hal ini jiwa atau keadaan jiwa hanya bisa diamati melalui gejala
– gejalanya seperti orang yang sedih akan berlaku murung, dan orang yang
gembira tampak dari gerak – geriknya yang riang atau dari wajahnya yang binar –
binar. Meskipun demikian, kita juga sering mendapat kesulitan untuk mengetahui
keadaan jiwa seseorang dengan hanya melihat tingkah lakunya saja. Tidak jarang
kita jumpai seseorang yang sebenarnya sedih tetapi tetap tersenyum. Atau
seseorang yang sebenarnya jengkel atau marah tetapi tetap tenang atau malah
tertawa.
Walaupun besar gerak – gerik lahir seseorang
belum tentu menggambarkan keadaan jiwa yang sebanarnya, namun, secara
tradisional, psikologi lazim diartikan sebagai satu bidang ilmu yang mencoba
mempelajari perilaku manusia. Caranya adalah dengan mengkaji hakikat
rangsangan, hakikat reaksi terhadap rangsangan itu dan mengkaji hakikat proses
– proses akal yang berlaku sebelum reaksi itu terjadi. Para ahli psikologi
belakangan ini juga cenderung untuk menganggap psikologi sebagai suatu ilmu
yang mecoba mengkaji proses akal manusia dan segala manifestasinya yang
mengatur perilaku manusia itu. Tujuan pengkajian akal ini adalah untuk
menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol perilaku manusia.
Dalam perkembangannya, psikologi telah
menjadi beberapa aliran sesuai dengan paham filsafat yang dianut. Karena itulah
dikenal adanya psikologi yang mentalistik, yang bahavioristik, dan yang
kognitifistik.
Psikologi yang mentalistik melahirkan
aliran yang disebut psikologi kesadaran. Tujuan utama psikologi
kesadaran adalah mencoba mengkaji proses – proses akal manusia dengan cara
mengintrospeksi atau mengkaji diri. Oleh karena itu, psikologi kesadaran lazim
juga disebut psikologi introspeksionisme. Psikologi ini merupakan suatu
proses akal dengan cara melihat kedalam diri sendiri setelah suatu rangsangan
terjadi.
Psikologi yang behavioristik melahirkan
aliran yang disebut psikologi perilaku. Tujuan utama psikologi perilaku
ini adalah mencoba mengkaji perilaku manusia yang berupa reaksi apabila suatu
rangsangan terjadi, dan selanjutnya bagaimana mengawasi dan mengontrol perilaku
itu. Para pakar psikologi behavioristik ini tidak berminat mengkaji proses –
proses akal yang membangkitkan perilaku tersebut karena proses – proses akal
ini tidak dapat diamati atau diobservasi secara langsung. Jadi, para pakar
psikologi perilaku ini tidak mengkaji ide – ide, pengertian, kemauan,
keinginan, maksud, pengharapan, dan segala mekanisme fisiologi. Yang dikaji
hanyalah peristiwa – peristiwa yang dapat diamati, yang nyata dan konkret,
yaitu kelakuan atau tingkah laku manusia.
Psikologi yang kognitifistik dan lazim
disebut psikologi kognitif mencoba mengkaji proses–proses kognitif
manusia secara ilmiah. Yang dimaksud kognitif adalah proses–proses akal
(pikiran, berpikir) manusia yang bertanggung jawab mengatur pengalaman dan
perilaku manusia. Hal utama yang dikaji oleh psikologi kognitif adalah
bagaimana cara manusia memperoleh, menafsirkan, mengatur, menyimpan,
mengeluarkan, dan menggunakan pengetahuannya, termasuk perkembangan dan
penggunaan pengetahuan bahasa. Perbedaannya dengan psikologi kesadaran adalah
bahwa menurut paham mentalisme proses–proses akal itu berlangsung setelah
terjadinya rangsangan. Sedangkan menurut psikologi kognitif proses– proses akal
itu dapat terjadi karena adanya kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih
dahulu.kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih dahulu. Perilaku
yang muncul sebagai hasil proses akal seperti ini disebut perilaku atau
tindakan bertujuan sebagai hasil kreativitas organisme manusia itu sendiri.
Psikologi sangat berkaitan erat dengan
kehidupan manusia dalam segala kegiatannya yang sangat luas. Oleh karena itu,
muncullah berbagai cabang psikologi yang diberi nama sesuai dengan
penarapannya. Diantara cabang–cabang itu adalah psikologi sosial, psikologi
perkembangan, psikologi klinik, psikologi komunikasi, dan psikologi bahasa.
B. Linguistik
Secara umum linguistik lazim
diartikan sebagai ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek
kajiannya. Pakar linguistik disebut lingui, dalam bahasa inggris juga
berarti orang yang mahir menggunakan beberapa bahasa, selain bermakna pakar
linguistik. Seseorang linguis mempelajari bahasa bukan dengan tujuan utama
untuk mahir menggunakan bahasa itu, melainkan untuk mengetahui secara mendalam mengenai
kaidah – kaidah struktur bahasa, beserta dengan berbagai aspek dan segi yang
menyangkut bahasa itu. Andaikata si linguis ingin memahirkan penggunaan bahasa
bahasa itu tentu juga tidak ada salahnya. Bahkan akan menjadi lebih baik.
Sebaiknya, seseorang yang mahir dan lancar dalam menggunakan beberapa bahasa,
belum tentu dia seorang linguis kalau dia tidak mendalami teori tentang bahasa.
Orang seperti ini lebih tepat disebut seorang poliglot ”berbahasa
banyak”, sebagai dikotomi dari monoglot ”berbahasa satu”.
Kalau dikatakan bahwa linguistik atu
adalah ilmu yang objek kajiannya adalah bahaasa, sedangkan bahasa itu sendiri
merupakan fenomena yang hadir dalam segala aktivitas kehidupan manusia, maka
linguistik itu pun menjadi sangat luas bidang kajiannya. Oleh karena itu, kita
bisa lihat adanya berbagai cabang linguistik yang dibuat berdasarkan berbagai
kriteria atau pandangan. Secara umum pembidangan linguistik itu adalah sebagai
berikut.
- Menurut objek kajian, linguistik dapat dibagi atas
dua cabang besar, yaitu linguistik mikro dan linguistik makro.
Objek kajian linguistik mikro adalah struktur internal bahasa itu sendiri,
mencakup struktur fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Sedangkan
objek kajian linguistik makro adlah bahasa dalam hubungannya dengan faktor
di luar bahasa seperti faktor sosiologis, psikologis, antropologi, dan
neurologi. Berkaitan dengan faktor – faktor di luar bahasa itu muncullah
bidang – bidang seperti sosiologistik, psikologistik, neurolinguistik dan
etnolinguistik. Disini, linguistik dipandang sebagai disiplin utama,
sedangkan ilmu-ilmu lain sebagai disiplin bawahan. - Menurut tujuan kajiannya, linguistik dapat dibedakan
atas dua bidang besaar yaitu linguistik teoteris dan linguistik
terapan. Kajian teoteris hanya ditujukan untuk mencari atau menentukan
teori – teori linguistik. Hanya untuk membuat kaidah – kaidah linguistik
secara deskriptif. Sedangkan kajian terapan ditujukan untuk menerapkan
kaidah – kaidah linguistik dalam kegiatan praktis, seperti dalam
pengajaran bahasa, penerjemahan, penyusunan kamus, dan sebagainya. - Adanya yang disebut linguistik sejarah dan sejarah
linguistik. Linguistik sejarah mengkaji perkembangan dan perubahan suatu
bahasa atau sejumlah bahasa, baik dengan diperbandingkan maupun tidak.
Sejarah linguiatik mengkaji perkembangan ilmu linguistik, baik mengenai
tokoh – tokohnya, aliran – aliran teorinya, maupun hasil – hasil kerjanya.
Dalam kaitannya dengan psikologi,
linguistik lazim diartikan sebagai ilmu yang muncoba mempelajari hakikat
bahasa, atruktur bahasa, bagaimana bahasa itu diperoleh, bagaimana bahasa itu
bekerja, dan bagaimana bahasa itu berkembang. Dalam konsep ini tampak bahwa
yang namanya psikolinguistik dianggap sebagai cabang dari linguistik, sedangkan
linguistik itu sendiri dianggap sebagai cabang dari psikologi.
C. Psikolinguistik
Psikolinguistik terbentuk dari kata
psikologi dan kata linguistic, yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing
– masing berdiri sendiri, dengan prosedur dan metode yang berlainan. Namun,
keduanya sama – sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya materinya
yang berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji
perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Dengan demikian cara dan tujuannya
juga berbeda.
Meskipun cara dan tujuan berbeda,
tetapi banyak juga bagian – bagian objeknya yang dikaji dengan cara yang sama
dan dengan tujuan yang sama, tetapi dengan teori yang berlainan. Hasil kajian
kedua disiplin ini pun banyak yang sama, meskipun tidak sedikit yang berlainan.
Oleh karena itulah, telah lama dirasakan perlu adanya kerja sama di antara
kedua disiplin ini untuk mengkaji bahasa dan hakikat bahasa. Dengan kerja sama
kedua disiplin itu diharapkan akan diperoleh hasil kajian yang lebih baik dan
lebih bermanfaat.
Sebagai hasil kerjasama yang baik,
lebih terarah, dan lebih sistematis diantara kedua ilmu itu, lahirlah satu
disiplin ilmu baru yang disebut psikolinguistik, sebagai ilmu
antardisiplin antara psikologi dan linguistik. Istilah psikolinguistik
itu sendiri baru lahir tahun 1945, yakni tahun terbitnya buku psycholinguistics
: A Survey of Theory and Reserch Problems yang disunting oleh Charles E.
Osgood dan Thomas A. sebeok, di Bloomington, Amerika Serikat.
Psikolinguistik mencoba menguraikan
proses – proses psikologi yang berlangsung
jika seseorang
mengucapkan kalimat – kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan
bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia (Slobin, 1974; Meller,
1964; Slama Cazahu, 1973). Maka secara teoteris tujuan utama psikolinguistik
adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan
secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemeerolehannya. Dengan
kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan
bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada
waktu memahami kalimat– kalimat dalam pertuturan itu.
Dalam prakteknya psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan
psikologi pada masalah – masalah seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa,
pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan
kemultibahasaan, penyakit bertutur seperti afasia, gagap, dan sebagainya; serta
masalah – masalah sosial lain yang menyangkut bahasa, seperti bahasa dan
pendidikan,
bahasa dan pembangunan nusa dan bangsa.
D. Sejarah Perkembangan Psikolnguistik
Istilah psikolinguistik
baru muncul pada tahun 1954 dalam buku Thomas A. Sebeok dan Charles E.
Osgood yang berjudul Pshycolinguiatics: A Survey of Theory and
Research Problems, namun sebenarnya sejak zaman panini, ahli bahasa
dari India, dan Sokrates ahli filsafat dari Yunani, pengkajian bahasa telah
dilakukan orang. Kajian mereka tidak terlepas dari paham/aliran filsafat yang
mereka anut, karena filsafat merupakan induk dari semua disiplin ilmu.
Pada abad yang lalu terdapat dua aliran
filsafat yang saling bertentangan dan saling memengaruhi perkembangan
linguistik dan psikologi. Yang pertama adalah aliran empirisme yang erat
kaitannya dengan psikologi asosiasi. Aliran empirisme melakukan kajian terhadap
data empiris atau objek yang dapat diobservasi dengan cara menganalisis unsur –
unsur pembentukannya sampai yang sekecil – kecilnya. Oleh karena itu, aliran
ini disebut bersifat atomistik, dan lazim dikaitkan dengan asosianisme dan
positivisme.
Aliran kedua dikenal dengan nama rasionalisme.
Aliran ini mengkaji akal sebagai satu keseluruhan dan menyatakan bahwa faktor –
faktor yang ada dalam akal inilah yang patut diteliti untuk bisa memahami
perilaku manusia itu. Oleh karena itu, aliran ini disebut bersifat holistik,
dan biasa dikaitkan dengan paham nativisme, idealisme, dan
mentalisme.
Psikolinguistik bermula dari adanya
pakar linguistik yang berminat pada psikologi, dan adanya pakar psikologi yang
berkecimpung dalam linguistik. Dilanjutkan dengan adanya kerjasama antara pakar
linguistik dan pakar psikologi, dan kemudian muncullah pakar – pakar
psikolinguistik sebagai disiplin mandiri.
a. Psikologi dalam
Linguistik
Dalam sejarah linguistik ada sejumlah
pakar linguistik yang menaruh perhatian besar pada psikologi. Von Humboldt
(1767-1835), pakar linguistik berkebangsaan Jerman telah mencoba mengkaji
hubungan antara bahasa (linguistik) dengan pemikiran manusia (psikologi).
Caranya, dengan membandingkan tata bahasa dari bahasa – bahasa yang berlainan
dengan tabiat – tabiat bangsa – bangsa penutur itu. Von Humboldt sangat
dipengaruhi oleh aliran rasionalisme. Dia menganggap bahasa bukanlah sesuatu
yang sudah siap untuk dipotong – potong dan diklasifikasikan seperti aliran
empirisme. Menurut Von Humboldt bahasa itu merupakan satu kegiatan yang
memiliki prinsip – prinsip sendiri.
Ferdinand de Saussure (1858-1913),
pakar linguistik berkembangsaan Swiss, telah berusaha menerangkan apa
sebenarnya bahassa itu (linguistik) dan bagaimana keadaan bahasa itu dalam otak
(psikologi). Beliau memperkenalkan tiga istilah tentang bahasa yaitu langage
(bahasa pada umumnya yang bersifat abstrak), langue (bahasa tertentu
yang bersifat abstrak), dan parole (bahasa sebagai tuturan yang bersifat
konkret). Dia menegaskan objek kajian linguistik adalah langue.,
sedangkan objek kajian psikologi adalah parole. Ini berarti, kalau ingin
mengkaji bahasa secara lengkap, maka kedua disiplin, yakni linguistik dan
psikologi harus digunakan. Hal ini dikatakannya karena dia menganggap segala
sesuatu yang ada dalam bahasa itu pada dasarnya bersifat psikologis.
Edward Sapir (1884-1939), pakar
linguistik dan antropologi bangsa Amerika, telah mengikutsertakan psikologi
dalam pengkajian bahasa. Menurut Sapir, psikologi dapat memberikan dasar ilmiah
yang kuat dalam pengkajian bahasa. Beliau juga mencoba mengkaji hubungan bahasa
(linguistik) dengan pemikiran (psikologi). Dari kajian itu beliau berkesimpulan
bahwa bahasa, terutama strukturnya, merupakan unsur yang menentukan struktur
pemikiran manusia. Beliau juga menekankan bahwa linguistik dapat memberikan
sumbangan yang penting kepada psikologi Gestalt, dan sebaliknya psikologi
Gestalt dapat membantu disiplin linguistik.
b. Linguistik
dalam Psikologi
Dalam sejarah perkembangan psikologi
ada sejumlah pakar psikologi yang menaruh perhatian pada linguistik. John Dewey
(1859-1952), pakar psikologi berkebangsaan Amerika, seorang empirisme murni.
Beliau telah mengkaji bahasa dan perkembangannya dengan cara menafsirkan
analisis linguistik bahasa kanak – kanak berdasarkan prinsip – prinsip
psikologi. Umpamanya, beliau menyarankan agar penggolongan psikologi akan kata
– kata yang diucapkan kanak – kanak dilakukan berdasarkan makna seperti yang
dipahami kanak – kanak, dan bukan seperti yang dipahami orang dewasa dengan
bentuk – bentuk tata bahasa orang dewasa. Dengan cara ini, maka berdassarkan
prinsip – prinsip psikologi akan dapat ditentukan hubungan antara kata – kata
berkelas adverbia dan preposisi disatu pihak dengan kata – kata berkelas nomina
dan adjektiva dipihak lain. Jadi, dengan pengkajian kelas kata berdasarkan
pemahaman kanak – kanak kita akan dapat menentukan kecenderungan akal (mental)
kanak – kanak yang dihubungkan dengan perbedaan – perbedaan linguistik.
Pengkajian seperti ini, menurut Dewey, akan memberi bantuan yang besar kepaada
psikologi bahasa pada umumnya.
Watson (1878-1958), ahli psikologi
behaviorisme berkebangsaan Amerika. Beliau menempatkan perilaku atau kegiatan
berbahasa sama dengan perilaku atau kegiatan lainnya, seperti makan, berjalan,
dan melompat. Pada mulanya Watson hanya menghubungkan perilaku berbahasa yang
implisit, yakni yang terjadi didalam pikiran, dengan yang eksplisit, yakni yang
berupa tuturan. Namun, kemudian dia menyamakan perilaku berbahasa itu dengan
teori stimulus-respons yang dikembangkan oleh Povlov. Maka, penyamaan
ini memperlakukan kata – kata sama dengan benda – benda lain sebagai respons
dari suatu stimulus.
Weiss, ahli psikolodi behaviorisme Amerika. Beliau mengakui adanya aspek mental
dalm bahasa. Namun, karena wujudnya tidak memiliki kekuatan bentuk fisik, maka
wujudnya itu sukar dikaji atau ditunjukkan. Oleh karena itu, Weiss lebih
cenderung mengatakan bahwa bahasa itu sebagai satu bentuk perilaku apabila
seseorang menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosialnya. Weiss adalah salah
seorang tokoh yang terkemuka yang telah merintis jalan kearah lahirnya
psikolinguistik. Karena dialah yang telah berhasil mengubah Bloomfield dari
penganut aliran mentalistik menjadi penganut aliran behaviorisme. Weiss juga
telah mengemukakan sejumlah masalah yang harus dipecahkan oleh linguistik dan
psikologi yang dilihat dari sudut behaviorisme. Di antara masalah – masalah itu
adalah sebagai berikut :
- Bahasa merupakan satu kumpulan respons yang
jumlahnya tidak terbatas terhadap suatu stimulus. - Pada dasarnya perilaku bahasa menyatukan anggota
suatu masyarakat ke alam organisasi gerak saraf. - Perilaku bahasa adalah sebuah alat untuk mengubah
dan meragam-ragamkan kegiatan seseorang sebagai hasil warisan dan hasil
perolehan. - Bahasa dapat merupakan stimulus terhadap satu
respons, atau merupakan satu respons terhadap satu stimulus. - Respons bahasa sebagai satu stimul pengganti untuk
benda dan keadaan yang sebenarnya memungkinkan kita untuk memunculksn
kembali suatu hal yang pernah terjadi, dan menganalisis kejadian ini dalam
bagian – bagiannya.
c. Kerjasama
Psikologi dan Linguistik
Kerjasama secara langsung antara
linguistik dan psikologi sebanarnya sudah dimulai sejak 1860 yaitu, oleh Heyman
Steintthal, seorang ahli psikologi yang beralih menjadi ahli linguistik, dan
Moriz Lazarus seorang ahli linguistik yang beralih menjadi ahli psikologi
dengan menrbitkan sebuah jurnal yang khusus membicarakan masalh psikologi
bahasa dari sudut linguistik dan psikologi.
Dasar – dasar psikolinguistik menurut
beberapa pakar didalam buku yang disunting oleh Osgood dan Sebeok diatas adalah
berikut ini :
- Psikolinguistik adalah satu teori linguistik
berdasarkan bahasa yang dianggap sebagai sebuah sistem elemen yang saling
berhubungan erat. - Psokolinguistik adalah satu teori pembelajaran
(menurut teori behaviorisme) berdasarkan bahasa yang dianggapnsebagainsatu
sistem tabiat dan kemampuan yang menghubungkan isyarat dengan perilaku. - Psikolinguistik adalah satu teori informasi yang
menganggap bahasa sebagai sebuah alat untuk menyampaikan suatu benda.
d. Tiga Generasi
dalam Psikolinguistik
1. Psikolinguistik
Generasi pertama
Psikolinguistik generasi pertama adalah
psikolinguistik dengan para pakar yang menulis artikel dalam kumpulan karangan
berjudul psycholinguistics: A Survey of Theory and Reserch Problems yang
disunting oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. Sebeok. Titik pandang Osgood dan
Sebeok berkaitan erat dengan aliran behaviorisme (aliran perilaku) atau lebih
tepat lagi aliran neobehaviorisme. Teori – teori ini mengidentifikasikan bahasa
sebagai stu sistem respon yang langsung dan tidak langsung terhadap stimulus
verbal dan nonverbal. Orientasi stimulus respons ini adalah orientasi
psikologi.
Tokoh lain dari generasi pertama ini adalah L. Bloomfield. Beliau adalah tokoh
linguistik Amerika yang menerima dan menerapkan teori – teori behaviorisme
dalam analisis bahaa. Teknik analisis bahasa dan pandangannya tentang hakikat
bahasa sama dengan pandangan dan teori psikolinguistik perilaku.
Manusia yang normal sejak lahir telah
dilengkapi dengan kemampuan belajar. Oleh sebab itu, kemampuan berbahasa
didapat atau dicapai melalui proses belajar. Hal ini menunjukkan bahwa itu
harus dipelajari. Dengan kata lain, kemampuan berbahasa adalah satu kemampuan
hasil belajar, dan bukan sebagai sesuatu yang diwarisi.
Tokoh lain dari psikolinguistik
generasi pertama, dan yang dianggap sebagai tokoh utama adalah B. F. Skonner.
Beliau menjadi tokoh yang kemudian ditentang oleh Noam Chomsky yang menganut
aliran kognitif dalam proses berbahasa. Namun, teori – teori Skinner inilah
yang dianut oleh teori – teori linguistik aliran Bloomfield.
2. Psikolinguistik
Generasi Kedua
Karena pada psikolinguiatik generasi pertama tidak menjawab banyak masalah
proses berbahasa, dan teori – teori itu kekurangan daya penjelas, maka diperlukan
teori yang lain dalam psikolinguistik. Lahirlah teori –teori psikolinguiatik
generasi kedua, dengan dua tokoh utamanya yakni Noam Chomsky dan George Miller.
Menurut Mehler dan Noizet, psikolinguistik generasi kedua
telah dapat mengatasi ciri – ciri atomistik dari psikolinguistik Osgood-Sebeok.
Psikolinguistik generasi kedua berpendapat bahwa dalam proses berbahasa
bukanlah butir – butir bahasa yang diperoleh, melainkan kaidah dan sistem
kaidahlah yang diperoleh.
3. Psikolinguistik
Generasi Ketiga
Kelahiran psikolinguistik generasi ketiga ini oleh G.
Werstch dalam bukunya Two Problems for the New Psycholinguistics diberi
nama New Psycholinguistics.Ciri – ciri psikolinguistik generasi
ketiga ini adalah sebagai berikut :
Pertama,
orientasi mereka kepada psikologi, tetapi bukan psikologi perilaku. Mereka
berorientasi kepada psikologi seperti yang dikemukakan oleh Fresse dan Al
Vallon dari perancis, dan mungkin juga kepada psikologi aktivitas dari Uni
Sovyet atau seperti ditekankan oleh G. Werstch bahwa terjadi proses yang
serempak dari informasi linguistik dan psikologi.
Kedua,
keterlepasan mereka dari kerangka psikolinguistik kalimat dan keterlibatan
dalam psikolinguistik yang berdasarkan situasi dan konteks. Ini berarti,
analisis psikolinguistik bbukan lagi menentukan kalimat hubungan antara
struktur gramatikal dan kaidah semantik model Noam Chomsky dengan teori
generatif transformasinya, tetapi hubungan ini diperluas dengan memperhitungkan
situasi dan konteks.
Ketiga,
adanya satu pergeseran dari analisis mengenai proses ujaran yang abstrak ke
satu analisis psikologis mengenai komunikasi dan pikiran. Pergeseran dari
ujaran yang abstrak ke komunikasi dan pikiran ini dikemukakan oleh J. S. Bruner
dalam artikelnya berjudul Frol Communication to Language yang dimuat dalam
Cognition tahun 1974-5.
Ketiga
ciri utama dari psikolinguistik generasi ketiga ini menunjukkan telah
terjadinya satu peningkatan kualitatif dalam perkembangan psikolinguistik di negara
– negara Barat. Namun, menurut Leontive (1981) dibandingkan dengan perkembangan
linguistik di Eropa, maka osikolinguistik di Rusia sudah lebih dulu berkembang
karena sejak awal psikolinguistik di Rusia telah memperhitungkan jurus
komunikasi dan pikiran dalam analisas psikolinguistik.
E. Aliran-aliran Psikolinguistik
1)
Aliran
Behavioristik
Teori Behavioristik pertama kali dimunculkan oleh Jhon
B.Watson (1878-1958). Dia adalah seorang ahli psikologi berkebangsaan
amerika. Dia mengembangkan teori Stimulus-Respons Bond (S – R Bond) yang telah
diperkenalkan oleh Ivan P.Pavlov. Menurut teori ini tujuan utama
psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan
sedikitpun tidak ada hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah
benda-benda atau hal-hal yang diamati secara langsung, yaitu rangsangan
(stimulus) dan gerak balas(respons) [1][1].
Eksperimen yang dilakukan oleh Watson dalam membuktikan
kebenaran teori behaviorismenya terhadap manusia adalah percobaan terhadap bayi
yang bernama albert berusia 11 tahun dan tikus putih. Dimana kesimpulan
akhirnya adalah pelaziman dapat merubah prilaku seseorang secara nyata.
Dalam pembelajaran yang didasarkan pada hubungan stimulus
respon, Watson mengemukakan dua hal penting:
1.Recency
Principle(prinsip
kebaruan)
Yaitu Jika suatu stimulus baru saja menimbulkan respons,
maka kemungkinan stimulus itu untuk menimbulkan respons yang sama apabila
diberikan umpan lagi akan lebih besar daripada kalau stimulus itu diberikan
umpan setelah lama berselang.
2.Frequency Principle(prinsip frekuensi)
Menurut prinsip ini apabila suatu stimulus dibuat lebih
sering menimbulkan satu respons, maka kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan
respons yang sama pada waktu yang lain akan lebih besar.
Selain itu. Watson mengatakan bahwa keyakinan pada adanya
kesadaran berkaitan dengan keyakinan masa-masa nenek moyang mengenai tahayul.
Magis-magis senantiasa hidup. Konsep-konsep warisan masa praberadab ini telah
membuat kebangkitan dan pertumbuhan psikologis ilmiah menjadi sangat sulit.
Kriteria Watson dalam menentukan apakah sesuatu itu ada atau tidak ada adalah
berdasarkan apakah hal tersebut dapat diamati atau tidak dapat diamati.
Selanjutnya Bell (1981:24)
mengungkapkan pandangan aliran behaviorisme yang dianggap sebagai jawaban atas
pertanyaan bagaimanakah sesungguhnya manusia memelajari bahasa, yaitu:
1. Dalam upaya
menemukan penjelasan atas proses pembelajaran manusia, hendaknya para ahli
psikologi memiliki pandangan bahwa hal-hal yang dapat diamati saja yang akan
dijelaskan, sedangkan hal-hal yang tidak dapat diamati hendaknya tidak
diberikan penjelasan maupun membentuk bagian dari penjelasan.
2. Pembelajaran
itu terdiri dari pemerolehan kebiasaan, yang diawali dengan peniruan.
3. Respon yang
dianggap baik menghasilkan imbalan yang baik pula.
4. Kebiasaan
diperkuat dengan cara mengulang-ulang stimuli dengan begitu sering sehingga
respon yang diberikan pun menjadi sesuatu yang bersifat otomatis.
2)
Aliran
Kognitif
Menurut teori ini bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang
terpisah, melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari
kematangan kognitif. Bahasa di instruksikan oleh nalar. Perkembangan bahasa
harus berlandaskan pada percobaan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam
kognisi. Jadi urutan-urutan perkembnagan kognitif menentukan perkembangan
bahasaMenurut teori kognitif yang utama sekali harus dicapai adalah
perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk
keterampilan berbahasa semenjak lahir sampai umur 18 bulan bahasa belum ada, si
anak memahami dunia melalui indranya.
Adapun tokoh yang terkenal dengan teori kognitif ini adalah Noam
Chomsky menyatakan bahwa manusia dilahirkan dengan akal yang berisi
pengetahuan batin yang berkait dengan sejumlah bidang yang berbeda-beda. Salah
satu dari pengetahuan tersebut berkait dengan bahasa. Chomsky menyebut
pengetahuan batin yang berkait dengan bahasa ini sebagai Language
Acquisition Device atau yang lebih populer sebagai LAD, yang dalam modul
disebut sebagai Alat Pemerolehan Bahasa atau APB. Chomsky berpendapat
bahwa daya-daya dalam bidang yang berbeda yang disebut di atas, relatif mandiri
satu sama lain. Artinya tidak saling berkait. Bahkan dalam kaitan dengan
pemerolehan bahasa, Chomsky berpendapat bahwa bagi pemerolehan bahasa,
pengetahuan batin saja sudah cukup dan pengetahuan matematis serta pengetahuan
logika tidak diperlukan dalam kegiatan ini.
Masih menurut Chomsky behaviorisme (S-R), sangat tidak
memadai untuk menerangkan proses pemerolejhan bahasa. Sebab masukan data
linguistiknya sangat sedikit untuk membangkitkan rumus-rumus linguistic. pada bagian akhir subpokok bahasan diketengahkan argumen-argumen
yang dikemukakan Chomsky dalam mempertahankan APB yang tertuang dalam bentuk
empat argumen, yakni (1) keunikan tata bahasa, (2) data masukan yang tidak
sempurna, (3) ketidakselarasan intelegensi, dan (4) kemudahan dan kecepatan
pemerolehan bahasa anak.
3)
Aliran
Mentalistik
Pada subpokok bahasan ini, kita telah membahas sejumlah
konsep pendapat-pendapat para teorisi mengenai bagaimana seseorang memahami dan
merespons terhadap apa-apa yang ada di alam semesta ini. Kita telah berbicara
mengenai pandangan-pandangan kaum mentalis dan kaum bahavioris, terutama dalam
kaitan dengan keterhubungan antara bahasa, ujaran dan pikiran. Menurut kaum
mentalis, seorang manusia dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda
dari badan (body) orang tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai
dua hal yang berinteraksi satu sama lain, yang salah sati di antaranya mungkin
menyebabkan atau mungkin mengontrol peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
bagian lainnya. Dalam kaitan dengan perilaku secara keseluruhan, pandangan ini
berpendapat bahwa seseorang berperilaku seperti yang mereka lakukan itu bisa
merupakan hasil perilaku badan secara tersendiri, seperti bernapas atau bisa
pula merupakan hasil interaksi antara badan dan pikiran. Mentalisme dapat
dibagi menjadi dua, yakni empirisme dan rasionalisme.
Kedua pendapat ini pun memiliki
pandangan-pandangan yang berbeda dalam memahami persoalan gagasan-gagasan batin
atau pengetahuan. Semua kaum mentalis bersepakat mengenai adanya akal dan bahwa
manusia memiliki pengetahuan dan gagasan di dalam akalnya. Meskipun demikian,
mereka tidak bersepakat dalam hal bagaimana gagasan-gagasan tersebut bisa ada
di dalam akal. Apakah gagasan-gagasan tersebut seluruhnya diperoleh dari
pengalaman (pendapat kaum empiris) atau gagasan-gagasan tersebut sudah ada di
dalam akal sejak lahir (gagasan kaum rasional). Bahkan di dalam kedua aliran
ini pun, terdapat perbedaan pendapat yang rinciannya akan kita bahas nanti.
Kemudian, diketengahkan pembahasan
mengenai empirisme. Dalam kaitan ini telah dibahas kenyataan bahwa kata empiris
dan empirisme telah berkembang menjadi dua istilah yang memiliki dua makna yang
berbeda. Setelah itu, dibahas pula isu lain yang mengelompokkan kaum empiris,
yakni isu yang berkenaan dengan pertanyaan apakah gagasan-gagasan di dalam akal
manusia yang membentuk pengetahuan bersifat universal atau umum di samping juga
bersifat fisik.
PENUTUP
- Kesimpulan
Teori/Aliran Behavioristiktujuan utama psikologi adalah
membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan sedikitpun tidak ada
hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah benda-benda atau hal-hal yang
diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus) dan gerak balas(respons)
Teori Kognitifberpandangan Menurut teori ini
bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang terpisah, melainkan salah satu diantara
beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif
Kaum mentalisberpendapat seorang manusia
dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda dari badan (body) orang
tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai dua hal yang
berinteraksi satu sama lain,
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dardjowidjojo,
Soenjono. 2010. Psikolinguistik Pengantar
Pemahaman Bahasa
Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mar’at,
Samsunuwiyati. 2009. Psikolingustik Suatu Pengantar. Jakarta: Refika Aditama.
http://prasastie.multiply.com/journal/item/38
[1]http://massofa.wordpress.com/2008/01/24/menengok-bahasan-psikolinguistik/
OLEH PAKDE SOFA
http.//www.scrib.com
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu masalah kompleks manusia, selain
berkenaan dengan masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah kegiatan
berbahasa.Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung
secara makanistik, tetapi juga berlangsung secara mentalistik. Artinya,
kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dengan proses atau kegiatan mental
(otak). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, studi
linguistik perlu dilengkapi dengan studi antardisiplin antara linguistik dan
psikologi, yang lazim disebut psikolinguistik.
Wundt adalah
Bapak Psikologi Eksperimen yang pertama kali membangun Laboratorium Psikologi
di Leipzig, Jerman pada abad ke-19. Di
samping itu, Wundt telah memperkenalkan apa yang pada waktu itu di sebut
Psikologi Bahasa (Psychologie Der Sprache) yang materinya tidak jauh
berbeda dengan apa yang dibahas dalam Psikolinguistik dewasa ini. Istilah
Psikolinguistik merupakan istilah lain dari Psikologi Bahasa yang muncul
setelah Perang Dunia Kedua.
Pada tahun
1900 Wundt menulis buku tentang psikolingistik yang berjudul ”Die Sprache” terdiri
atas dua jilid. Die Sprache inji merupakan bagian dari satu set buku karangan Wundt
yang berjudul ”Volker Psychologie”
(Psikologi Bangsa) yang membahas tentang kebudayaan, struktur sosial bahasa,
moral, dan lain-lain dari pelbagai bangsa yang berbeda di dunia. Isinya semacam
antropologi terhadap kebanyakan para psikolog yang tidak menyadari atau
mengetahuinya.
Dalam
bukunya itu, Wundt berusaha dengan keras mennabungkan dua aliran yang sangat
kuat pada abad ke-19, yaitu aliran idealisme atau rasionalisme dengan alirn
empirisme.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1.
Apakah
yang dimaksud dengan psikologi?
2.
Apakah
yang dimaksud dengan lingustik?
3.
Apakah
yang dimaksud dengan psikolinguistik?
4.
Aliran-aliran
apa sajakah yang terdapat dalam psikolinuistik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Psikologi
Secara etimologi kata psikologi
berasal dari bahasa Yunani Kuno psyche dan logos. kata psyche
berarti jiwa, roh, atau sukma, sedangkan kata logos berarti ilmu. Jadi,
secara harfiah berarti ilmu jiwa atau ilmu yang objek kajiannya adalah jiwa.
dulu ketika psikologi adalah ilmu yang mengkaji jiwa masih bisa dipertahankan.
Dalam kepustakaan pada tahun 50an nama ilmu jiwa lazim digunakan sebagai padanan
kata psikologi. Namun, kini istilah ilmu jiwa tidak digunakan lagi karena
bidang ilmu ini memang tidak meneliti jiwa, roh, atau sukma, sehingga istilah
itu kurang tepat.
Dalam perkembangan lebih lanjut,
psikologi lebih membahas atau mengkaji sisi – sisi manusia dari segi yang bisa
diamati. Kareba jiwa itu bersifat abstrak, sehingga tidak dapat diamati secara
empiris, padahal objek kajian setiap ilmu harus dapat diobservasi secara
indrawi. Dalam hal ini jiwa atau keadaan jiwa hanya bisa diamati melalui gejala
– gejalanya seperti orang yang sedih akan berlaku murung, dan orang yang
gembira tampak dari gerak – geriknya yang riang atau dari wajahnya yang binar –
binar. Meskipun demikian, kita juga sering mendapat kesulitan untuk mengetahui
keadaan jiwa seseorang dengan hanya melihat tingkah lakunya saja. Tidak jarang
kita jumpai seseorang yang sebenarnya sedih tetapi tetap tersenyum. Atau
seseorang yang sebenarnya jengkel atau marah tetapi tetap tenang atau malah
tertawa.
Walaupun besar gerak – gerik lahir seseorang
belum tentu menggambarkan keadaan jiwa yang sebanarnya, namun, secara
tradisional, psikologi lazim diartikan sebagai satu bidang ilmu yang mencoba
mempelajari perilaku manusia. Caranya adalah dengan mengkaji hakikat
rangsangan, hakikat reaksi terhadap rangsangan itu dan mengkaji hakikat proses
– proses akal yang berlaku sebelum reaksi itu terjadi. Para ahli psikologi
belakangan ini juga cenderung untuk menganggap psikologi sebagai suatu ilmu
yang mecoba mengkaji proses akal manusia dan segala manifestasinya yang
mengatur perilaku manusia itu. Tujuan pengkajian akal ini adalah untuk
menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol perilaku manusia.
Dalam perkembangannya, psikologi telah
menjadi beberapa aliran sesuai dengan paham filsafat yang dianut. Karena itulah
dikenal adanya psikologi yang mentalistik, yang bahavioristik, dan yang
kognitifistik.
Psikologi yang mentalistik melahirkan
aliran yang disebut psikologi kesadaran. Tujuan utama psikologi
kesadaran adalah mencoba mengkaji proses – proses akal manusia dengan cara
mengintrospeksi atau mengkaji diri. Oleh karena itu, psikologi kesadaran lazim
juga disebut psikologi introspeksionisme. Psikologi ini merupakan suatu
proses akal dengan cara melihat kedalam diri sendiri setelah suatu rangsangan
terjadi.
Psikologi yang behavioristik melahirkan
aliran yang disebut psikologi perilaku. Tujuan utama psikologi perilaku
ini adalah mencoba mengkaji perilaku manusia yang berupa reaksi apabila suatu
rangsangan terjadi, dan selanjutnya bagaimana mengawasi dan mengontrol perilaku
itu. Para pakar psikologi behavioristik ini tidak berminat mengkaji proses –
proses akal yang membangkitkan perilaku tersebut karena proses – proses akal
ini tidak dapat diamati atau diobservasi secara langsung. Jadi, para pakar
psikologi perilaku ini tidak mengkaji ide – ide, pengertian, kemauan,
keinginan, maksud, pengharapan, dan segala mekanisme fisiologi. Yang dikaji
hanyalah peristiwa – peristiwa yang dapat diamati, yang nyata dan konkret,
yaitu kelakuan atau tingkah laku manusia.
Psikologi yang kognitifistik dan lazim
disebut psikologi kognitif mencoba mengkaji proses–proses kognitif
manusia secara ilmiah. Yang dimaksud kognitif adalah proses–proses akal
(pikiran, berpikir) manusia yang bertanggung jawab mengatur pengalaman dan
perilaku manusia. Hal utama yang dikaji oleh psikologi kognitif adalah
bagaimana cara manusia memperoleh, menafsirkan, mengatur, menyimpan,
mengeluarkan, dan menggunakan pengetahuannya, termasuk perkembangan dan
penggunaan pengetahuan bahasa. Perbedaannya dengan psikologi kesadaran adalah
bahwa menurut paham mentalisme proses–proses akal itu berlangsung setelah
terjadinya rangsangan. Sedangkan menurut psikologi kognitif proses– proses akal
itu dapat terjadi karena adanya kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih
dahulu.kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih dahulu. Perilaku
yang muncul sebagai hasil proses akal seperti ini disebut perilaku atau
tindakan bertujuan sebagai hasil kreativitas organisme manusia itu sendiri.
Psikologi sangat berkaitan erat dengan
kehidupan manusia dalam segala kegiatannya yang sangat luas. Oleh karena itu,
muncullah berbagai cabang psikologi yang diberi nama sesuai dengan
penarapannya. Diantara cabang–cabang itu adalah psikologi sosial, psikologi
perkembangan, psikologi klinik, psikologi komunikasi, dan psikologi bahasa.
B. Linguistik
Secara umum linguistik lazim
diartikan sebagai ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek
kajiannya. Pakar linguistik disebut lingui, dalam bahasa inggris juga
berarti orang yang mahir menggunakan beberapa bahasa, selain bermakna pakar
linguistik. Seseorang linguis mempelajari bahasa bukan dengan tujuan utama
untuk mahir menggunakan bahasa itu, melainkan untuk mengetahui secara mendalam mengenai
kaidah – kaidah struktur bahasa, beserta dengan berbagai aspek dan segi yang
menyangkut bahasa itu. Andaikata si linguis ingin memahirkan penggunaan bahasa
bahasa itu tentu juga tidak ada salahnya. Bahkan akan menjadi lebih baik.
Sebaiknya, seseorang yang mahir dan lancar dalam menggunakan beberapa bahasa,
belum tentu dia seorang linguis kalau dia tidak mendalami teori tentang bahasa.
Orang seperti ini lebih tepat disebut seorang poliglot ”berbahasa
banyak”, sebagai dikotomi dari monoglot ”berbahasa satu”.
Kalau dikatakan bahwa linguistik atu
adalah ilmu yang objek kajiannya adalah bahaasa, sedangkan bahasa itu sendiri
merupakan fenomena yang hadir dalam segala aktivitas kehidupan manusia, maka
linguistik itu pun menjadi sangat luas bidang kajiannya. Oleh karena itu, kita
bisa lihat adanya berbagai cabang linguistik yang dibuat berdasarkan berbagai
kriteria atau pandangan. Secara umum pembidangan linguistik itu adalah sebagai
berikut.
- Menurut objek kajian, linguistik dapat dibagi atas
dua cabang besar, yaitu linguistik mikro dan linguistik makro.
Objek kajian linguistik mikro adalah struktur internal bahasa itu sendiri,
mencakup struktur fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Sedangkan
objek kajian linguistik makro adlah bahasa dalam hubungannya dengan faktor
di luar bahasa seperti faktor sosiologis, psikologis, antropologi, dan
neurologi. Berkaitan dengan faktor – faktor di luar bahasa itu muncullah
bidang – bidang seperti sosiologistik, psikologistik, neurolinguistik dan
etnolinguistik. Disini, linguistik dipandang sebagai disiplin utama,
sedangkan ilmu-ilmu lain sebagai disiplin bawahan. - Menurut tujuan kajiannya, linguistik dapat dibedakan
atas dua bidang besaar yaitu linguistik teoteris dan linguistik
terapan. Kajian teoteris hanya ditujukan untuk mencari atau menentukan
teori – teori linguistik. Hanya untuk membuat kaidah – kaidah linguistik
secara deskriptif. Sedangkan kajian terapan ditujukan untuk menerapkan
kaidah – kaidah linguistik dalam kegiatan praktis, seperti dalam
pengajaran bahasa, penerjemahan, penyusunan kamus, dan sebagainya. - Adanya yang disebut linguistik sejarah dan sejarah
linguistik. Linguistik sejarah mengkaji perkembangan dan perubahan suatu
bahasa atau sejumlah bahasa, baik dengan diperbandingkan maupun tidak.
Sejarah linguiatik mengkaji perkembangan ilmu linguistik, baik mengenai
tokoh – tokohnya, aliran – aliran teorinya, maupun hasil – hasil kerjanya.
Dalam kaitannya dengan psikologi,
linguistik lazim diartikan sebagai ilmu yang muncoba mempelajari hakikat
bahasa, atruktur bahasa, bagaimana bahasa itu diperoleh, bagaimana bahasa itu
bekerja, dan bagaimana bahasa itu berkembang. Dalam konsep ini tampak bahwa
yang namanya psikolinguistik dianggap sebagai cabang dari linguistik, sedangkan
linguistik itu sendiri dianggap sebagai cabang dari psikologi.
C. Psikolinguistik
Psikolinguistik terbentuk dari kata
psikologi dan kata linguistic, yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing
– masing berdiri sendiri, dengan prosedur dan metode yang berlainan. Namun,
keduanya sama – sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya materinya
yang berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji
perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Dengan demikian cara dan tujuannya
juga berbeda.
Meskipun cara dan tujuan berbeda,
tetapi banyak juga bagian – bagian objeknya yang dikaji dengan cara yang sama
dan dengan tujuan yang sama, tetapi dengan teori yang berlainan. Hasil kajian
kedua disiplin ini pun banyak yang sama, meskipun tidak sedikit yang berlainan.
Oleh karena itulah, telah lama dirasakan perlu adanya kerja sama di antara
kedua disiplin ini untuk mengkaji bahasa dan hakikat bahasa. Dengan kerja sama
kedua disiplin itu diharapkan akan diperoleh hasil kajian yang lebih baik dan
lebih bermanfaat.
Sebagai hasil kerjasama yang baik,
lebih terarah, dan lebih sistematis diantara kedua ilmu itu, lahirlah satu
disiplin ilmu baru yang disebut psikolinguistik, sebagai ilmu
antardisiplin antara psikologi dan linguistik. Istilah psikolinguistik
itu sendiri baru lahir tahun 1945, yakni tahun terbitnya buku psycholinguistics
: A Survey of Theory and Reserch Problems yang disunting oleh Charles E.
Osgood dan Thomas A. sebeok, di Bloomington, Amerika Serikat.
Psikolinguistik mencoba menguraikan
proses – proses psikologi yang berlangsung
jika seseorang
mengucapkan kalimat – kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan
bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia (Slobin, 1974; Meller,
1964; Slama Cazahu, 1973). Maka secara teoteris tujuan utama psikolinguistik
adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan
secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemeerolehannya. Dengan
kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan
bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada
waktu memahami kalimat– kalimat dalam pertuturan itu.
Dalam prakteknya psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan
psikologi pada masalah – masalah seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa,
pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan
kemultibahasaan, penyakit bertutur seperti afasia, gagap, dan sebagainya; serta
masalah – masalah sosial lain yang menyangkut bahasa, seperti bahasa dan
pendidikan,
bahasa dan pembangunan nusa dan bangsa.
D. Sejarah Perkembangan Psikolnguistik
Istilah psikolinguistik
baru muncul pada tahun 1954 dalam buku Thomas A. Sebeok dan Charles E.
Osgood yang berjudul Pshycolinguiatics: A Survey of Theory and
Research Problems, namun sebenarnya sejak zaman panini, ahli bahasa
dari India, dan Sokrates ahli filsafat dari Yunani, pengkajian bahasa telah
dilakukan orang. Kajian mereka tidak terlepas dari paham/aliran filsafat yang
mereka anut, karena filsafat merupakan induk dari semua disiplin ilmu.
Pada abad yang lalu terdapat dua aliran
filsafat yang saling bertentangan dan saling memengaruhi perkembangan
linguistik dan psikologi. Yang pertama adalah aliran empirisme yang erat
kaitannya dengan psikologi asosiasi. Aliran empirisme melakukan kajian terhadap
data empiris atau objek yang dapat diobservasi dengan cara menganalisis unsur –
unsur pembentukannya sampai yang sekecil – kecilnya. Oleh karena itu, aliran
ini disebut bersifat atomistik, dan lazim dikaitkan dengan asosianisme dan
positivisme.
Aliran kedua dikenal dengan nama rasionalisme.
Aliran ini mengkaji akal sebagai satu keseluruhan dan menyatakan bahwa faktor –
faktor yang ada dalam akal inilah yang patut diteliti untuk bisa memahami
perilaku manusia itu. Oleh karena itu, aliran ini disebut bersifat holistik,
dan biasa dikaitkan dengan paham nativisme, idealisme, dan
mentalisme.
Psikolinguistik bermula dari adanya
pakar linguistik yang berminat pada psikologi, dan adanya pakar psikologi yang
berkecimpung dalam linguistik. Dilanjutkan dengan adanya kerjasama antara pakar
linguistik dan pakar psikologi, dan kemudian muncullah pakar – pakar
psikolinguistik sebagai disiplin mandiri.
a. Psikologi dalam
Linguistik
Dalam sejarah linguistik ada sejumlah
pakar linguistik yang menaruh perhatian besar pada psikologi. Von Humboldt
(1767-1835), pakar linguistik berkebangsaan Jerman telah mencoba mengkaji
hubungan antara bahasa (linguistik) dengan pemikiran manusia (psikologi).
Caranya, dengan membandingkan tata bahasa dari bahasa – bahasa yang berlainan
dengan tabiat – tabiat bangsa – bangsa penutur itu. Von Humboldt sangat
dipengaruhi oleh aliran rasionalisme. Dia menganggap bahasa bukanlah sesuatu
yang sudah siap untuk dipotong – potong dan diklasifikasikan seperti aliran
empirisme. Menurut Von Humboldt bahasa itu merupakan satu kegiatan yang
memiliki prinsip – prinsip sendiri.
Ferdinand de Saussure (1858-1913),
pakar linguistik berkembangsaan Swiss, telah berusaha menerangkan apa
sebenarnya bahassa itu (linguistik) dan bagaimana keadaan bahasa itu dalam otak
(psikologi). Beliau memperkenalkan tiga istilah tentang bahasa yaitu langage
(bahasa pada umumnya yang bersifat abstrak), langue (bahasa tertentu
yang bersifat abstrak), dan parole (bahasa sebagai tuturan yang bersifat
konkret). Dia menegaskan objek kajian linguistik adalah langue.,
sedangkan objek kajian psikologi adalah parole. Ini berarti, kalau ingin
mengkaji bahasa secara lengkap, maka kedua disiplin, yakni linguistik dan
psikologi harus digunakan. Hal ini dikatakannya karena dia menganggap segala
sesuatu yang ada dalam bahasa itu pada dasarnya bersifat psikologis.
Edward Sapir (1884-1939), pakar
linguistik dan antropologi bangsa Amerika, telah mengikutsertakan psikologi
dalam pengkajian bahasa. Menurut Sapir, psikologi dapat memberikan dasar ilmiah
yang kuat dalam pengkajian bahasa. Beliau juga mencoba mengkaji hubungan bahasa
(linguistik) dengan pemikiran (psikologi). Dari kajian itu beliau berkesimpulan
bahwa bahasa, terutama strukturnya, merupakan unsur yang menentukan struktur
pemikiran manusia. Beliau juga menekankan bahwa linguistik dapat memberikan
sumbangan yang penting kepada psikologi Gestalt, dan sebaliknya psikologi
Gestalt dapat membantu disiplin linguistik.
b. Linguistik
dalam Psikologi
Dalam sejarah perkembangan psikologi
ada sejumlah pakar psikologi yang menaruh perhatian pada linguistik. John Dewey
(1859-1952), pakar psikologi berkebangsaan Amerika, seorang empirisme murni.
Beliau telah mengkaji bahasa dan perkembangannya dengan cara menafsirkan
analisis linguistik bahasa kanak – kanak berdasarkan prinsip – prinsip
psikologi. Umpamanya, beliau menyarankan agar penggolongan psikologi akan kata
– kata yang diucapkan kanak – kanak dilakukan berdasarkan makna seperti yang
dipahami kanak – kanak, dan bukan seperti yang dipahami orang dewasa dengan
bentuk – bentuk tata bahasa orang dewasa. Dengan cara ini, maka berdassarkan
prinsip – prinsip psikologi akan dapat ditentukan hubungan antara kata – kata
berkelas adverbia dan preposisi disatu pihak dengan kata – kata berkelas nomina
dan adjektiva dipihak lain. Jadi, dengan pengkajian kelas kata berdasarkan
pemahaman kanak – kanak kita akan dapat menentukan kecenderungan akal (mental)
kanak – kanak yang dihubungkan dengan perbedaan – perbedaan linguistik.
Pengkajian seperti ini, menurut Dewey, akan memberi bantuan yang besar kepaada
psikologi bahasa pada umumnya.
Watson (1878-1958), ahli psikologi
behaviorisme berkebangsaan Amerika. Beliau menempatkan perilaku atau kegiatan
berbahasa sama dengan perilaku atau kegiatan lainnya, seperti makan, berjalan,
dan melompat. Pada mulanya Watson hanya menghubungkan perilaku berbahasa yang
implisit, yakni yang terjadi didalam pikiran, dengan yang eksplisit, yakni yang
berupa tuturan. Namun, kemudian dia menyamakan perilaku berbahasa itu dengan
teori stimulus-respons yang dikembangkan oleh Povlov. Maka, penyamaan
ini memperlakukan kata – kata sama dengan benda – benda lain sebagai respons
dari suatu stimulus.
Weiss, ahli psikolodi behaviorisme Amerika. Beliau mengakui adanya aspek mental
dalm bahasa. Namun, karena wujudnya tidak memiliki kekuatan bentuk fisik, maka
wujudnya itu sukar dikaji atau ditunjukkan. Oleh karena itu, Weiss lebih
cenderung mengatakan bahwa bahasa itu sebagai satu bentuk perilaku apabila
seseorang menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosialnya. Weiss adalah salah
seorang tokoh yang terkemuka yang telah merintis jalan kearah lahirnya
psikolinguistik. Karena dialah yang telah berhasil mengubah Bloomfield dari
penganut aliran mentalistik menjadi penganut aliran behaviorisme. Weiss juga
telah mengemukakan sejumlah masalah yang harus dipecahkan oleh linguistik dan
psikologi yang dilihat dari sudut behaviorisme. Di antara masalah – masalah itu
adalah sebagai berikut :
- Bahasa merupakan satu kumpulan respons yang
jumlahnya tidak terbatas terhadap suatu stimulus. - Pada dasarnya perilaku bahasa menyatukan anggota
suatu masyarakat ke alam organisasi gerak saraf. - Perilaku bahasa adalah sebuah alat untuk mengubah
dan meragam-ragamkan kegiatan seseorang sebagai hasil warisan dan hasil
perolehan. - Bahasa dapat merupakan stimulus terhadap satu
respons, atau merupakan satu respons terhadap satu stimulus. - Respons bahasa sebagai satu stimul pengganti untuk
benda dan keadaan yang sebenarnya memungkinkan kita untuk memunculksn
kembali suatu hal yang pernah terjadi, dan menganalisis kejadian ini dalam
bagian – bagiannya.
c. Kerjasama
Psikologi dan Linguistik
Kerjasama secara langsung antara
linguistik dan psikologi sebanarnya sudah dimulai sejak 1860 yaitu, oleh Heyman
Steintthal, seorang ahli psikologi yang beralih menjadi ahli linguistik, dan
Moriz Lazarus seorang ahli linguistik yang beralih menjadi ahli psikologi
dengan menrbitkan sebuah jurnal yang khusus membicarakan masalh psikologi
bahasa dari sudut linguistik dan psikologi.
Dasar – dasar psikolinguistik menurut
beberapa pakar didalam buku yang disunting oleh Osgood dan Sebeok diatas adalah
berikut ini :
- Psikolinguistik adalah satu teori linguistik
berdasarkan bahasa yang dianggap sebagai sebuah sistem elemen yang saling
berhubungan erat. - Psokolinguistik adalah satu teori pembelajaran
(menurut teori behaviorisme) berdasarkan bahasa yang dianggapnsebagainsatu
sistem tabiat dan kemampuan yang menghubungkan isyarat dengan perilaku. - Psikolinguistik adalah satu teori informasi yang
menganggap bahasa sebagai sebuah alat untuk menyampaikan suatu benda.
d. Tiga Generasi
dalam Psikolinguistik
1. Psikolinguistik
Generasi pertama
Psikolinguistik generasi pertama adalah
psikolinguistik dengan para pakar yang menulis artikel dalam kumpulan karangan
berjudul psycholinguistics: A Survey of Theory and Reserch Problems yang
disunting oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. Sebeok. Titik pandang Osgood dan
Sebeok berkaitan erat dengan aliran behaviorisme (aliran perilaku) atau lebih
tepat lagi aliran neobehaviorisme. Teori – teori ini mengidentifikasikan bahasa
sebagai stu sistem respon yang langsung dan tidak langsung terhadap stimulus
verbal dan nonverbal. Orientasi stimulus respons ini adalah orientasi
psikologi.
Tokoh lain dari generasi pertama ini adalah L. Bloomfield. Beliau adalah tokoh
linguistik Amerika yang menerima dan menerapkan teori – teori behaviorisme
dalam analisis bahaa. Teknik analisis bahasa dan pandangannya tentang hakikat
bahasa sama dengan pandangan dan teori psikolinguistik perilaku.
Manusia yang normal sejak lahir telah
dilengkapi dengan kemampuan belajar. Oleh sebab itu, kemampuan berbahasa
didapat atau dicapai melalui proses belajar. Hal ini menunjukkan bahwa itu
harus dipelajari. Dengan kata lain, kemampuan berbahasa adalah satu kemampuan
hasil belajar, dan bukan sebagai sesuatu yang diwarisi.
Tokoh lain dari psikolinguistik
generasi pertama, dan yang dianggap sebagai tokoh utama adalah B. F. Skonner.
Beliau menjadi tokoh yang kemudian ditentang oleh Noam Chomsky yang menganut
aliran kognitif dalam proses berbahasa. Namun, teori – teori Skinner inilah
yang dianut oleh teori – teori linguistik aliran Bloomfield.
2. Psikolinguistik
Generasi Kedua
Karena pada psikolinguiatik generasi pertama tidak menjawab banyak masalah
proses berbahasa, dan teori – teori itu kekurangan daya penjelas, maka diperlukan
teori yang lain dalam psikolinguistik. Lahirlah teori –teori psikolinguiatik
generasi kedua, dengan dua tokoh utamanya yakni Noam Chomsky dan George Miller.
Menurut Mehler dan Noizet, psikolinguistik generasi kedua
telah dapat mengatasi ciri – ciri atomistik dari psikolinguistik Osgood-Sebeok.
Psikolinguistik generasi kedua berpendapat bahwa dalam proses berbahasa
bukanlah butir – butir bahasa yang diperoleh, melainkan kaidah dan sistem
kaidahlah yang diperoleh.
3. Psikolinguistik
Generasi Ketiga
Kelahiran psikolinguistik generasi ketiga ini oleh G.
Werstch dalam bukunya Two Problems for the New Psycholinguistics diberi
nama New Psycholinguistics.Ciri – ciri psikolinguistik generasi
ketiga ini adalah sebagai berikut :
Pertama,
orientasi mereka kepada psikologi, tetapi bukan psikologi perilaku. Mereka
berorientasi kepada psikologi seperti yang dikemukakan oleh Fresse dan Al
Vallon dari perancis, dan mungkin juga kepada psikologi aktivitas dari Uni
Sovyet atau seperti ditekankan oleh G. Werstch bahwa terjadi proses yang
serempak dari informasi linguistik dan psikologi.
Kedua,
keterlepasan mereka dari kerangka psikolinguistik kalimat dan keterlibatan
dalam psikolinguistik yang berdasarkan situasi dan konteks. Ini berarti,
analisis psikolinguistik bbukan lagi menentukan kalimat hubungan antara
struktur gramatikal dan kaidah semantik model Noam Chomsky dengan teori
generatif transformasinya, tetapi hubungan ini diperluas dengan memperhitungkan
situasi dan konteks.
Ketiga,
adanya satu pergeseran dari analisis mengenai proses ujaran yang abstrak ke
satu analisis psikologis mengenai komunikasi dan pikiran. Pergeseran dari
ujaran yang abstrak ke komunikasi dan pikiran ini dikemukakan oleh J. S. Bruner
dalam artikelnya berjudul Frol Communication to Language yang dimuat dalam
Cognition tahun 1974-5.
Ketiga
ciri utama dari psikolinguistik generasi ketiga ini menunjukkan telah
terjadinya satu peningkatan kualitatif dalam perkembangan psikolinguistik di negara
– negara Barat. Namun, menurut Leontive (1981) dibandingkan dengan perkembangan
linguistik di Eropa, maka osikolinguistik di Rusia sudah lebih dulu berkembang
karena sejak awal psikolinguistik di Rusia telah memperhitungkan jurus
komunikasi dan pikiran dalam analisas psikolinguistik.
E. Aliran-aliran Psikolinguistik
1)
Aliran
Behavioristik
Teori Behavioristik pertama kali dimunculkan oleh Jhon
B.Watson (1878-1958). Dia adalah seorang ahli psikologi berkebangsaan
amerika. Dia mengembangkan teori Stimulus-Respons Bond (S – R Bond) yang telah
diperkenalkan oleh Ivan P.Pavlov. Menurut teori ini tujuan utama
psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan
sedikitpun tidak ada hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah
benda-benda atau hal-hal yang diamati secara langsung, yaitu rangsangan
(stimulus) dan gerak balas(respons) [1][1].
Eksperimen yang dilakukan oleh Watson dalam membuktikan
kebenaran teori behaviorismenya terhadap manusia adalah percobaan terhadap bayi
yang bernama albert berusia 11 tahun dan tikus putih. Dimana kesimpulan
akhirnya adalah pelaziman dapat merubah prilaku seseorang secara nyata.
Dalam pembelajaran yang didasarkan pada hubungan stimulus
respon, Watson mengemukakan dua hal penting:
1.Recency
Principle(prinsip
kebaruan)
Yaitu Jika suatu stimulus baru saja menimbulkan respons,
maka kemungkinan stimulus itu untuk menimbulkan respons yang sama apabila
diberikan umpan lagi akan lebih besar daripada kalau stimulus itu diberikan
umpan setelah lama berselang.
2.Frequency Principle(prinsip frekuensi)
Menurut prinsip ini apabila suatu stimulus dibuat lebih
sering menimbulkan satu respons, maka kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan
respons yang sama pada waktu yang lain akan lebih besar.
Selain itu. Watson mengatakan bahwa keyakinan pada adanya
kesadaran berkaitan dengan keyakinan masa-masa nenek moyang mengenai tahayul.
Magis-magis senantiasa hidup. Konsep-konsep warisan masa praberadab ini telah
membuat kebangkitan dan pertumbuhan psikologis ilmiah menjadi sangat sulit.
Kriteria Watson dalam menentukan apakah sesuatu itu ada atau tidak ada adalah
berdasarkan apakah hal tersebut dapat diamati atau tidak dapat diamati.
Selanjutnya Bell (1981:24)
mengungkapkan pandangan aliran behaviorisme yang dianggap sebagai jawaban atas
pertanyaan bagaimanakah sesungguhnya manusia memelajari bahasa, yaitu:
1. Dalam upaya
menemukan penjelasan atas proses pembelajaran manusia, hendaknya para ahli
psikologi memiliki pandangan bahwa hal-hal yang dapat diamati saja yang akan
dijelaskan, sedangkan hal-hal yang tidak dapat diamati hendaknya tidak
diberikan penjelasan maupun membentuk bagian dari penjelasan.
2. Pembelajaran
itu terdiri dari pemerolehan kebiasaan, yang diawali dengan peniruan.
3. Respon yang
dianggap baik menghasilkan imbalan yang baik pula.
4. Kebiasaan
diperkuat dengan cara mengulang-ulang stimuli dengan begitu sering sehingga
respon yang diberikan pun menjadi sesuatu yang bersifat otomatis.
2)
Aliran
Kognitif
Menurut teori ini bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang
terpisah, melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari
kematangan kognitif. Bahasa di instruksikan oleh nalar. Perkembangan bahasa
harus berlandaskan pada percobaan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam
kognisi. Jadi urutan-urutan perkembnagan kognitif menentukan perkembangan
bahasaMenurut teori kognitif yang utama sekali harus dicapai adalah
perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk
keterampilan berbahasa semenjak lahir sampai umur 18 bulan bahasa belum ada, si
anak memahami dunia melalui indranya.
Adapun tokoh yang terkenal dengan teori kognitif ini adalah Noam
Chomsky menyatakan bahwa manusia dilahirkan dengan akal yang berisi
pengetahuan batin yang berkait dengan sejumlah bidang yang berbeda-beda. Salah
satu dari pengetahuan tersebut berkait dengan bahasa. Chomsky menyebut
pengetahuan batin yang berkait dengan bahasa ini sebagai Language
Acquisition Device atau yang lebih populer sebagai LAD, yang dalam modul
disebut sebagai Alat Pemerolehan Bahasa atau APB. Chomsky berpendapat
bahwa daya-daya dalam bidang yang berbeda yang disebut di atas, relatif mandiri
satu sama lain. Artinya tidak saling berkait. Bahkan dalam kaitan dengan
pemerolehan bahasa, Chomsky berpendapat bahwa bagi pemerolehan bahasa,
pengetahuan batin saja sudah cukup dan pengetahuan matematis serta pengetahuan
logika tidak diperlukan dalam kegiatan ini.
Masih menurut Chomsky behaviorisme (S-R), sangat tidak
memadai untuk menerangkan proses pemerolejhan bahasa. Sebab masukan data
linguistiknya sangat sedikit untuk membangkitkan rumus-rumus linguistic. pada bagian akhir subpokok bahasan diketengahkan argumen-argumen
yang dikemukakan Chomsky dalam mempertahankan APB yang tertuang dalam bentuk
empat argumen, yakni (1) keunikan tata bahasa, (2) data masukan yang tidak
sempurna, (3) ketidakselarasan intelegensi, dan (4) kemudahan dan kecepatan
pemerolehan bahasa anak.
3)
Aliran
Mentalistik
Pada subpokok bahasan ini, kita telah membahas sejumlah
konsep pendapat-pendapat para teorisi mengenai bagaimana seseorang memahami dan
merespons terhadap apa-apa yang ada di alam semesta ini. Kita telah berbicara
mengenai pandangan-pandangan kaum mentalis dan kaum bahavioris, terutama dalam
kaitan dengan keterhubungan antara bahasa, ujaran dan pikiran. Menurut kaum
mentalis, seorang manusia dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda
dari badan (body) orang tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai
dua hal yang berinteraksi satu sama lain, yang salah sati di antaranya mungkin
menyebabkan atau mungkin mengontrol peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
bagian lainnya. Dalam kaitan dengan perilaku secara keseluruhan, pandangan ini
berpendapat bahwa seseorang berperilaku seperti yang mereka lakukan itu bisa
merupakan hasil perilaku badan secara tersendiri, seperti bernapas atau bisa
pula merupakan hasil interaksi antara badan dan pikiran. Mentalisme dapat
dibagi menjadi dua, yakni empirisme dan rasionalisme.
Kedua pendapat ini pun memiliki
pandangan-pandangan yang berbeda dalam memahami persoalan gagasan-gagasan batin
atau pengetahuan. Semua kaum mentalis bersepakat mengenai adanya akal dan bahwa
manusia memiliki pengetahuan dan gagasan di dalam akalnya. Meskipun demikian,
mereka tidak bersepakat dalam hal bagaimana gagasan-gagasan tersebut bisa ada
di dalam akal. Apakah gagasan-gagasan tersebut seluruhnya diperoleh dari
pengalaman (pendapat kaum empiris) atau gagasan-gagasan tersebut sudah ada di
dalam akal sejak lahir (gagasan kaum rasional). Bahkan di dalam kedua aliran
ini pun, terdapat perbedaan pendapat yang rinciannya akan kita bahas nanti.
Kemudian, diketengahkan pembahasan
mengenai empirisme. Dalam kaitan ini telah dibahas kenyataan bahwa kata empiris
dan empirisme telah berkembang menjadi dua istilah yang memiliki dua makna yang
berbeda. Setelah itu, dibahas pula isu lain yang mengelompokkan kaum empiris,
yakni isu yang berkenaan dengan pertanyaan apakah gagasan-gagasan di dalam akal
manusia yang membentuk pengetahuan bersifat universal atau umum di samping juga
bersifat fisik.
PENUTUP
- Kesimpulan
Teori/Aliran Behavioristiktujuan utama psikologi adalah
membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan sedikitpun tidak ada
hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah benda-benda atau hal-hal yang
diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus) dan gerak balas(respons)
Teori Kognitifberpandangan Menurut teori ini
bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang terpisah, melainkan salah satu diantara
beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif
Kaum mentalisberpendapat seorang manusia
dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda dari badan (body) orang
tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai dua hal yang
berinteraksi satu sama lain,
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dardjowidjojo,
Soenjono. 2010. Psikolinguistik Pengantar
Pemahaman Bahasa
Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mar’at,
Samsunuwiyati. 2009. Psikolingustik Suatu Pengantar. Jakarta: Refika Aditama.
http://prasastie.multiply.com/journal/item/38
[1]http://massofa.wordpress.com/2008/01/24/menengok-bahasan-psikolinguistik/
OLEH PAKDE SOFA
http.//www.scrib.com
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu masalah kompleks manusia, selain
berkenaan dengan masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah kegiatan
berbahasa.Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung
secara makanistik, tetapi juga berlangsung secara mentalistik. Artinya,
kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dengan proses atau kegiatan mental
(otak). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, studi
linguistik perlu dilengkapi dengan studi antardisiplin antara linguistik dan
psikologi, yang lazim disebut psikolinguistik.
Wundt adalah
Bapak Psikologi Eksperimen yang pertama kali membangun Laboratorium Psikologi
di Leipzig, Jerman pada abad ke-19. Di
samping itu, Wundt telah memperkenalkan apa yang pada waktu itu di sebut
Psikologi Bahasa (Psychologie Der Sprache) yang materinya tidak jauh
berbeda dengan apa yang dibahas dalam Psikolinguistik dewasa ini. Istilah
Psikolinguistik merupakan istilah lain dari Psikologi Bahasa yang muncul
setelah Perang Dunia Kedua.
Pada tahun
1900 Wundt menulis buku tentang psikolingistik yang berjudul ”Die Sprache” terdiri
atas dua jilid. Die Sprache inji merupakan bagian dari satu set buku karangan Wundt
yang berjudul ”Volker Psychologie”
(Psikologi Bangsa) yang membahas tentang kebudayaan, struktur sosial bahasa,
moral, dan lain-lain dari pelbagai bangsa yang berbeda di dunia. Isinya semacam
antropologi terhadap kebanyakan para psikolog yang tidak menyadari atau
mengetahuinya.
Dalam
bukunya itu, Wundt berusaha dengan keras mennabungkan dua aliran yang sangat
kuat pada abad ke-19, yaitu aliran idealisme atau rasionalisme dengan alirn
empirisme.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1.
Apakah
yang dimaksud dengan psikologi?
2.
Apakah
yang dimaksud dengan lingustik?
3.
Apakah
yang dimaksud dengan psikolinguistik?
4.
Aliran-aliran
apa sajakah yang terdapat dalam psikolinuistik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Psikologi
Secara etimologi kata psikologi
berasal dari bahasa Yunani Kuno psyche dan logos. kata psyche
berarti jiwa, roh, atau sukma, sedangkan kata logos berarti ilmu. Jadi,
secara harfiah berarti ilmu jiwa atau ilmu yang objek kajiannya adalah jiwa.
dulu ketika psikologi adalah ilmu yang mengkaji jiwa masih bisa dipertahankan.
Dalam kepustakaan pada tahun 50an nama ilmu jiwa lazim digunakan sebagai padanan
kata psikologi. Namun, kini istilah ilmu jiwa tidak digunakan lagi karena
bidang ilmu ini memang tidak meneliti jiwa, roh, atau sukma, sehingga istilah
itu kurang tepat.
Dalam perkembangan lebih lanjut,
psikologi lebih membahas atau mengkaji sisi – sisi manusia dari segi yang bisa
diamati. Kareba jiwa itu bersifat abstrak, sehingga tidak dapat diamati secara
empiris, padahal objek kajian setiap ilmu harus dapat diobservasi secara
indrawi. Dalam hal ini jiwa atau keadaan jiwa hanya bisa diamati melalui gejala
– gejalanya seperti orang yang sedih akan berlaku murung, dan orang yang
gembira tampak dari gerak – geriknya yang riang atau dari wajahnya yang binar –
binar. Meskipun demikian, kita juga sering mendapat kesulitan untuk mengetahui
keadaan jiwa seseorang dengan hanya melihat tingkah lakunya saja. Tidak jarang
kita jumpai seseorang yang sebenarnya sedih tetapi tetap tersenyum. Atau
seseorang yang sebenarnya jengkel atau marah tetapi tetap tenang atau malah
tertawa.
Walaupun besar gerak – gerik lahir seseorang
belum tentu menggambarkan keadaan jiwa yang sebanarnya, namun, secara
tradisional, psikologi lazim diartikan sebagai satu bidang ilmu yang mencoba
mempelajari perilaku manusia. Caranya adalah dengan mengkaji hakikat
rangsangan, hakikat reaksi terhadap rangsangan itu dan mengkaji hakikat proses
– proses akal yang berlaku sebelum reaksi itu terjadi. Para ahli psikologi
belakangan ini juga cenderung untuk menganggap psikologi sebagai suatu ilmu
yang mecoba mengkaji proses akal manusia dan segala manifestasinya yang
mengatur perilaku manusia itu. Tujuan pengkajian akal ini adalah untuk
menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol perilaku manusia.
Dalam perkembangannya, psikologi telah
menjadi beberapa aliran sesuai dengan paham filsafat yang dianut. Karena itulah
dikenal adanya psikologi yang mentalistik, yang bahavioristik, dan yang
kognitifistik.
Psikologi yang mentalistik melahirkan
aliran yang disebut psikologi kesadaran. Tujuan utama psikologi
kesadaran adalah mencoba mengkaji proses – proses akal manusia dengan cara
mengintrospeksi atau mengkaji diri. Oleh karena itu, psikologi kesadaran lazim
juga disebut psikologi introspeksionisme. Psikologi ini merupakan suatu
proses akal dengan cara melihat kedalam diri sendiri setelah suatu rangsangan
terjadi.
Psikologi yang behavioristik melahirkan
aliran yang disebut psikologi perilaku. Tujuan utama psikologi perilaku
ini adalah mencoba mengkaji perilaku manusia yang berupa reaksi apabila suatu
rangsangan terjadi, dan selanjutnya bagaimana mengawasi dan mengontrol perilaku
itu. Para pakar psikologi behavioristik ini tidak berminat mengkaji proses –
proses akal yang membangkitkan perilaku tersebut karena proses – proses akal
ini tidak dapat diamati atau diobservasi secara langsung. Jadi, para pakar
psikologi perilaku ini tidak mengkaji ide – ide, pengertian, kemauan,
keinginan, maksud, pengharapan, dan segala mekanisme fisiologi. Yang dikaji
hanyalah peristiwa – peristiwa yang dapat diamati, yang nyata dan konkret,
yaitu kelakuan atau tingkah laku manusia.
Psikologi yang kognitifistik dan lazim
disebut psikologi kognitif mencoba mengkaji proses–proses kognitif
manusia secara ilmiah. Yang dimaksud kognitif adalah proses–proses akal
(pikiran, berpikir) manusia yang bertanggung jawab mengatur pengalaman dan
perilaku manusia. Hal utama yang dikaji oleh psikologi kognitif adalah
bagaimana cara manusia memperoleh, menafsirkan, mengatur, menyimpan,
mengeluarkan, dan menggunakan pengetahuannya, termasuk perkembangan dan
penggunaan pengetahuan bahasa. Perbedaannya dengan psikologi kesadaran adalah
bahwa menurut paham mentalisme proses–proses akal itu berlangsung setelah
terjadinya rangsangan. Sedangkan menurut psikologi kognitif proses– proses akal
itu dapat terjadi karena adanya kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih
dahulu.kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih dahulu. Perilaku
yang muncul sebagai hasil proses akal seperti ini disebut perilaku atau
tindakan bertujuan sebagai hasil kreativitas organisme manusia itu sendiri.
Psikologi sangat berkaitan erat dengan
kehidupan manusia dalam segala kegiatannya yang sangat luas. Oleh karena itu,
muncullah berbagai cabang psikologi yang diberi nama sesuai dengan
penarapannya. Diantara cabang–cabang itu adalah psikologi sosial, psikologi
perkembangan, psikologi klinik, psikologi komunikasi, dan psikologi bahasa.
B. Linguistik
Secara umum linguistik lazim
diartikan sebagai ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek
kajiannya. Pakar linguistik disebut lingui, dalam bahasa inggris juga
berarti orang yang mahir menggunakan beberapa bahasa, selain bermakna pakar
linguistik. Seseorang linguis mempelajari bahasa bukan dengan tujuan utama
untuk mahir menggunakan bahasa itu, melainkan untuk mengetahui secara mendalam mengenai
kaidah – kaidah struktur bahasa, beserta dengan berbagai aspek dan segi yang
menyangkut bahasa itu. Andaikata si linguis ingin memahirkan penggunaan bahasa
bahasa itu tentu juga tidak ada salahnya. Bahkan akan menjadi lebih baik.
Sebaiknya, seseorang yang mahir dan lancar dalam menggunakan beberapa bahasa,
belum tentu dia seorang linguis kalau dia tidak mendalami teori tentang bahasa.
Orang seperti ini lebih tepat disebut seorang poliglot ”berbahasa
banyak”, sebagai dikotomi dari monoglot ”berbahasa satu”.
Kalau dikatakan bahwa linguistik atu
adalah ilmu yang objek kajiannya adalah bahaasa, sedangkan bahasa itu sendiri
merupakan fenomena yang hadir dalam segala aktivitas kehidupan manusia, maka
linguistik itu pun menjadi sangat luas bidang kajiannya. Oleh karena itu, kita
bisa lihat adanya berbagai cabang linguistik yang dibuat berdasarkan berbagai
kriteria atau pandangan. Secara umum pembidangan linguistik itu adalah sebagai
berikut.
- Menurut objek kajian, linguistik dapat dibagi atas
dua cabang besar, yaitu linguistik mikro dan linguistik makro.
Objek kajian linguistik mikro adalah struktur internal bahasa itu sendiri,
mencakup struktur fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Sedangkan
objek kajian linguistik makro adlah bahasa dalam hubungannya dengan faktor
di luar bahasa seperti faktor sosiologis, psikologis, antropologi, dan
neurologi. Berkaitan dengan faktor – faktor di luar bahasa itu muncullah
bidang – bidang seperti sosiologistik, psikologistik, neurolinguistik dan
etnolinguistik. Disini, linguistik dipandang sebagai disiplin utama,
sedangkan ilmu-ilmu lain sebagai disiplin bawahan. - Menurut tujuan kajiannya, linguistik dapat dibedakan
atas dua bidang besaar yaitu linguistik teoteris dan linguistik
terapan. Kajian teoteris hanya ditujukan untuk mencari atau menentukan
teori – teori linguistik. Hanya untuk membuat kaidah – kaidah linguistik
secara deskriptif. Sedangkan kajian terapan ditujukan untuk menerapkan
kaidah – kaidah linguistik dalam kegiatan praktis, seperti dalam
pengajaran bahasa, penerjemahan, penyusunan kamus, dan sebagainya. - Adanya yang disebut linguistik sejarah dan sejarah
linguistik. Linguistik sejarah mengkaji perkembangan dan perubahan suatu
bahasa atau sejumlah bahasa, baik dengan diperbandingkan maupun tidak.
Sejarah linguiatik mengkaji perkembangan ilmu linguistik, baik mengenai
tokoh – tokohnya, aliran – aliran teorinya, maupun hasil – hasil kerjanya.
Dalam kaitannya dengan psikologi,
linguistik lazim diartikan sebagai ilmu yang muncoba mempelajari hakikat
bahasa, atruktur bahasa, bagaimana bahasa itu diperoleh, bagaimana bahasa itu
bekerja, dan bagaimana bahasa itu berkembang. Dalam konsep ini tampak bahwa
yang namanya psikolinguistik dianggap sebagai cabang dari linguistik, sedangkan
linguistik itu sendiri dianggap sebagai cabang dari psikologi.
C. Psikolinguistik
Psikolinguistik terbentuk dari kata
psikologi dan kata linguistic, yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing
– masing berdiri sendiri, dengan prosedur dan metode yang berlainan. Namun,
keduanya sama – sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya materinya
yang berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji
perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Dengan demikian cara dan tujuannya
juga berbeda.
Meskipun cara dan tujuan berbeda,
tetapi banyak juga bagian – bagian objeknya yang dikaji dengan cara yang sama
dan dengan tujuan yang sama, tetapi dengan teori yang berlainan. Hasil kajian
kedua disiplin ini pun banyak yang sama, meskipun tidak sedikit yang berlainan.
Oleh karena itulah, telah lama dirasakan perlu adanya kerja sama di antara
kedua disiplin ini untuk mengkaji bahasa dan hakikat bahasa. Dengan kerja sama
kedua disiplin itu diharapkan akan diperoleh hasil kajian yang lebih baik dan
lebih bermanfaat.
Sebagai hasil kerjasama yang baik,
lebih terarah, dan lebih sistematis diantara kedua ilmu itu, lahirlah satu
disiplin ilmu baru yang disebut psikolinguistik, sebagai ilmu
antardisiplin antara psikologi dan linguistik. Istilah psikolinguistik
itu sendiri baru lahir tahun 1945, yakni tahun terbitnya buku psycholinguistics
: A Survey of Theory and Reserch Problems yang disunting oleh Charles E.
Osgood dan Thomas A. sebeok, di Bloomington, Amerika Serikat.
Psikolinguistik mencoba menguraikan
proses – proses psikologi yang berlangsung
jika seseorang
mengucapkan kalimat – kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan
bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia (Slobin, 1974; Meller,
1964; Slama Cazahu, 1973). Maka secara teoteris tujuan utama psikolinguistik
adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan
secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemeerolehannya. Dengan
kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan
bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada
waktu memahami kalimat– kalimat dalam pertuturan itu.
Dalam prakteknya psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan
psikologi pada masalah – masalah seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa,
pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan
kemultibahasaan, penyakit bertutur seperti afasia, gagap, dan sebagainya; serta
masalah – masalah sosial lain yang menyangkut bahasa, seperti bahasa dan
pendidikan,
bahasa dan pembangunan nusa dan bangsa.
D. Sejarah Perkembangan Psikolnguistik
Istilah psikolinguistik
baru muncul pada tahun 1954 dalam buku Thomas A. Sebeok dan Charles E.
Osgood yang berjudul Pshycolinguiatics: A Survey of Theory and
Research Problems, namun sebenarnya sejak zaman panini, ahli bahasa
dari India, dan Sokrates ahli filsafat dari Yunani, pengkajian bahasa telah
dilakukan orang. Kajian mereka tidak terlepas dari paham/aliran filsafat yang
mereka anut, karena filsafat merupakan induk dari semua disiplin ilmu.
Pada abad yang lalu terdapat dua aliran
filsafat yang saling bertentangan dan saling memengaruhi perkembangan
linguistik dan psikologi. Yang pertama adalah aliran empirisme yang erat
kaitannya dengan psikologi asosiasi. Aliran empirisme melakukan kajian terhadap
data empiris atau objek yang dapat diobservasi dengan cara menganalisis unsur –
unsur pembentukannya sampai yang sekecil – kecilnya. Oleh karena itu, aliran
ini disebut bersifat atomistik, dan lazim dikaitkan dengan asosianisme dan
positivisme.
Aliran kedua dikenal dengan nama rasionalisme.
Aliran ini mengkaji akal sebagai satu keseluruhan dan menyatakan bahwa faktor –
faktor yang ada dalam akal inilah yang patut diteliti untuk bisa memahami
perilaku manusia itu. Oleh karena itu, aliran ini disebut bersifat holistik,
dan biasa dikaitkan dengan paham nativisme, idealisme, dan
mentalisme.
Psikolinguistik bermula dari adanya
pakar linguistik yang berminat pada psikologi, dan adanya pakar psikologi yang
berkecimpung dalam linguistik. Dilanjutkan dengan adanya kerjasama antara pakar
linguistik dan pakar psikologi, dan kemudian muncullah pakar – pakar
psikolinguistik sebagai disiplin mandiri.
a. Psikologi dalam
Linguistik
Dalam sejarah linguistik ada sejumlah
pakar linguistik yang menaruh perhatian besar pada psikologi. Von Humboldt
(1767-1835), pakar linguistik berkebangsaan Jerman telah mencoba mengkaji
hubungan antara bahasa (linguistik) dengan pemikiran manusia (psikologi).
Caranya, dengan membandingkan tata bahasa dari bahasa – bahasa yang berlainan
dengan tabiat – tabiat bangsa – bangsa penutur itu. Von Humboldt sangat
dipengaruhi oleh aliran rasionalisme. Dia menganggap bahasa bukanlah sesuatu
yang sudah siap untuk dipotong – potong dan diklasifikasikan seperti aliran
empirisme. Menurut Von Humboldt bahasa itu merupakan satu kegiatan yang
memiliki prinsip – prinsip sendiri.
Ferdinand de Saussure (1858-1913),
pakar linguistik berkembangsaan Swiss, telah berusaha menerangkan apa
sebenarnya bahassa itu (linguistik) dan bagaimana keadaan bahasa itu dalam otak
(psikologi). Beliau memperkenalkan tiga istilah tentang bahasa yaitu langage
(bahasa pada umumnya yang bersifat abstrak), langue (bahasa tertentu
yang bersifat abstrak), dan parole (bahasa sebagai tuturan yang bersifat
konkret). Dia menegaskan objek kajian linguistik adalah langue.,
sedangkan objek kajian psikologi adalah parole. Ini berarti, kalau ingin
mengkaji bahasa secara lengkap, maka kedua disiplin, yakni linguistik dan
psikologi harus digunakan. Hal ini dikatakannya karena dia menganggap segala
sesuatu yang ada dalam bahasa itu pada dasarnya bersifat psikologis.
Edward Sapir (1884-1939), pakar
linguistik dan antropologi bangsa Amerika, telah mengikutsertakan psikologi
dalam pengkajian bahasa. Menurut Sapir, psikologi dapat memberikan dasar ilmiah
yang kuat dalam pengkajian bahasa. Beliau juga mencoba mengkaji hubungan bahasa
(linguistik) dengan pemikiran (psikologi). Dari kajian itu beliau berkesimpulan
bahwa bahasa, terutama strukturnya, merupakan unsur yang menentukan struktur
pemikiran manusia. Beliau juga menekankan bahwa linguistik dapat memberikan
sumbangan yang penting kepada psikologi Gestalt, dan sebaliknya psikologi
Gestalt dapat membantu disiplin linguistik.
b. Linguistik
dalam Psikologi
Dalam sejarah perkembangan psikologi
ada sejumlah pakar psikologi yang menaruh perhatian pada linguistik. John Dewey
(1859-1952), pakar psikologi berkebangsaan Amerika, seorang empirisme murni.
Beliau telah mengkaji bahasa dan perkembangannya dengan cara menafsirkan
analisis linguistik bahasa kanak – kanak berdasarkan prinsip – prinsip
psikologi. Umpamanya, beliau menyarankan agar penggolongan psikologi akan kata
– kata yang diucapkan kanak – kanak dilakukan berdasarkan makna seperti yang
dipahami kanak – kanak, dan bukan seperti yang dipahami orang dewasa dengan
bentuk – bentuk tata bahasa orang dewasa. Dengan cara ini, maka berdassarkan
prinsip – prinsip psikologi akan dapat ditentukan hubungan antara kata – kata
berkelas adverbia dan preposisi disatu pihak dengan kata – kata berkelas nomina
dan adjektiva dipihak lain. Jadi, dengan pengkajian kelas kata berdasarkan
pemahaman kanak – kanak kita akan dapat menentukan kecenderungan akal (mental)
kanak – kanak yang dihubungkan dengan perbedaan – perbedaan linguistik.
Pengkajian seperti ini, menurut Dewey, akan memberi bantuan yang besar kepaada
psikologi bahasa pada umumnya.
Watson (1878-1958), ahli psikologi
behaviorisme berkebangsaan Amerika. Beliau menempatkan perilaku atau kegiatan
berbahasa sama dengan perilaku atau kegiatan lainnya, seperti makan, berjalan,
dan melompat. Pada mulanya Watson hanya menghubungkan perilaku berbahasa yang
implisit, yakni yang terjadi didalam pikiran, dengan yang eksplisit, yakni yang
berupa tuturan. Namun, kemudian dia menyamakan perilaku berbahasa itu dengan
teori stimulus-respons yang dikembangkan oleh Povlov. Maka, penyamaan
ini memperlakukan kata – kata sama dengan benda – benda lain sebagai respons
dari suatu stimulus.
Weiss, ahli psikolodi behaviorisme Amerika. Beliau mengakui adanya aspek mental
dalm bahasa. Namun, karena wujudnya tidak memiliki kekuatan bentuk fisik, maka
wujudnya itu sukar dikaji atau ditunjukkan. Oleh karena itu, Weiss lebih
cenderung mengatakan bahwa bahasa itu sebagai satu bentuk perilaku apabila
seseorang menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosialnya. Weiss adalah salah
seorang tokoh yang terkemuka yang telah merintis jalan kearah lahirnya
psikolinguistik. Karena dialah yang telah berhasil mengubah Bloomfield dari
penganut aliran mentalistik menjadi penganut aliran behaviorisme. Weiss juga
telah mengemukakan sejumlah masalah yang harus dipecahkan oleh linguistik dan
psikologi yang dilihat dari sudut behaviorisme. Di antara masalah – masalah itu
adalah sebagai berikut :
- Bahasa merupakan satu kumpulan respons yang
jumlahnya tidak terbatas terhadap suatu stimulus. - Pada dasarnya perilaku bahasa menyatukan anggota
suatu masyarakat ke alam organisasi gerak saraf. - Perilaku bahasa adalah sebuah alat untuk mengubah
dan meragam-ragamkan kegiatan seseorang sebagai hasil warisan dan hasil
perolehan. - Bahasa dapat merupakan stimulus terhadap satu
respons, atau merupakan satu respons terhadap satu stimulus. - Respons bahasa sebagai satu stimul pengganti untuk
benda dan keadaan yang sebenarnya memungkinkan kita untuk memunculksn
kembali suatu hal yang pernah terjadi, dan menganalisis kejadian ini dalam
bagian – bagiannya.
c. Kerjasama
Psikologi dan Linguistik
Kerjasama secara langsung antara
linguistik dan psikologi sebanarnya sudah dimulai sejak 1860 yaitu, oleh Heyman
Steintthal, seorang ahli psikologi yang beralih menjadi ahli linguistik, dan
Moriz Lazarus seorang ahli linguistik yang beralih menjadi ahli psikologi
dengan menrbitkan sebuah jurnal yang khusus membicarakan masalh psikologi
bahasa dari sudut linguistik dan psikologi.
Dasar – dasar psikolinguistik menurut
beberapa pakar didalam buku yang disunting oleh Osgood dan Sebeok diatas adalah
berikut ini :
- Psikolinguistik adalah satu teori linguistik
berdasarkan bahasa yang dianggap sebagai sebuah sistem elemen yang saling
berhubungan erat. - Psokolinguistik adalah satu teori pembelajaran
(menurut teori behaviorisme) berdasarkan bahasa yang dianggapnsebagainsatu
sistem tabiat dan kemampuan yang menghubungkan isyarat dengan perilaku. - Psikolinguistik adalah satu teori informasi yang
menganggap bahasa sebagai sebuah alat untuk menyampaikan suatu benda.
d. Tiga Generasi
dalam Psikolinguistik
1. Psikolinguistik
Generasi pertama
Psikolinguistik generasi pertama adalah
psikolinguistik dengan para pakar yang menulis artikel dalam kumpulan karangan
berjudul psycholinguistics: A Survey of Theory and Reserch Problems yang
disunting oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. Sebeok. Titik pandang Osgood dan
Sebeok berkaitan erat dengan aliran behaviorisme (aliran perilaku) atau lebih
tepat lagi aliran neobehaviorisme. Teori – teori ini mengidentifikasikan bahasa
sebagai stu sistem respon yang langsung dan tidak langsung terhadap stimulus
verbal dan nonverbal. Orientasi stimulus respons ini adalah orientasi
psikologi.
Tokoh lain dari generasi pertama ini adalah L. Bloomfield. Beliau adalah tokoh
linguistik Amerika yang menerima dan menerapkan teori – teori behaviorisme
dalam analisis bahaa. Teknik analisis bahasa dan pandangannya tentang hakikat
bahasa sama dengan pandangan dan teori psikolinguistik perilaku.
Manusia yang normal sejak lahir telah
dilengkapi dengan kemampuan belajar. Oleh sebab itu, kemampuan berbahasa
didapat atau dicapai melalui proses belajar. Hal ini menunjukkan bahwa itu
harus dipelajari. Dengan kata lain, kemampuan berbahasa adalah satu kemampuan
hasil belajar, dan bukan sebagai sesuatu yang diwarisi.
Tokoh lain dari psikolinguistik
generasi pertama, dan yang dianggap sebagai tokoh utama adalah B. F. Skonner.
Beliau menjadi tokoh yang kemudian ditentang oleh Noam Chomsky yang menganut
aliran kognitif dalam proses berbahasa. Namun, teori – teori Skinner inilah
yang dianut oleh teori – teori linguistik aliran Bloomfield.
2. Psikolinguistik
Generasi Kedua
Karena pada psikolinguiatik generasi pertama tidak menjawab banyak masalah
proses berbahasa, dan teori – teori itu kekurangan daya penjelas, maka diperlukan
teori yang lain dalam psikolinguistik. Lahirlah teori –teori psikolinguiatik
generasi kedua, dengan dua tokoh utamanya yakni Noam Chomsky dan George Miller.
Menurut Mehler dan Noizet, psikolinguistik generasi kedua
telah dapat mengatasi ciri – ciri atomistik dari psikolinguistik Osgood-Sebeok.
Psikolinguistik generasi kedua berpendapat bahwa dalam proses berbahasa
bukanlah butir – butir bahasa yang diperoleh, melainkan kaidah dan sistem
kaidahlah yang diperoleh.
3. Psikolinguistik
Generasi Ketiga
Kelahiran psikolinguistik generasi ketiga ini oleh G.
Werstch dalam bukunya Two Problems for the New Psycholinguistics diberi
nama New Psycholinguistics.Ciri – ciri psikolinguistik generasi
ketiga ini adalah sebagai berikut :
Pertama,
orientasi mereka kepada psikologi, tetapi bukan psikologi perilaku. Mereka
berorientasi kepada psikologi seperti yang dikemukakan oleh Fresse dan Al
Vallon dari perancis, dan mungkin juga kepada psikologi aktivitas dari Uni
Sovyet atau seperti ditekankan oleh G. Werstch bahwa terjadi proses yang
serempak dari informasi linguistik dan psikologi.
Kedua,
keterlepasan mereka dari kerangka psikolinguistik kalimat dan keterlibatan
dalam psikolinguistik yang berdasarkan situasi dan konteks. Ini berarti,
analisis psikolinguistik bbukan lagi menentukan kalimat hubungan antara
struktur gramatikal dan kaidah semantik model Noam Chomsky dengan teori
generatif transformasinya, tetapi hubungan ini diperluas dengan memperhitungkan
situasi dan konteks.
Ketiga,
adanya satu pergeseran dari analisis mengenai proses ujaran yang abstrak ke
satu analisis psikologis mengenai komunikasi dan pikiran. Pergeseran dari
ujaran yang abstrak ke komunikasi dan pikiran ini dikemukakan oleh J. S. Bruner
dalam artikelnya berjudul Frol Communication to Language yang dimuat dalam
Cognition tahun 1974-5.
Ketiga
ciri utama dari psikolinguistik generasi ketiga ini menunjukkan telah
terjadinya satu peningkatan kualitatif dalam perkembangan psikolinguistik di negara
– negara Barat. Namun, menurut Leontive (1981) dibandingkan dengan perkembangan
linguistik di Eropa, maka osikolinguistik di Rusia sudah lebih dulu berkembang
karena sejak awal psikolinguistik di Rusia telah memperhitungkan jurus
komunikasi dan pikiran dalam analisas psikolinguistik.
E. Aliran-aliran Psikolinguistik
1)
Aliran
Behavioristik
Teori Behavioristik pertama kali dimunculkan oleh Jhon
B.Watson (1878-1958). Dia adalah seorang ahli psikologi berkebangsaan
amerika. Dia mengembangkan teori Stimulus-Respons Bond (S – R Bond) yang telah
diperkenalkan oleh Ivan P.Pavlov. Menurut teori ini tujuan utama
psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan
sedikitpun tidak ada hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah
benda-benda atau hal-hal yang diamati secara langsung, yaitu rangsangan
(stimulus) dan gerak balas(respons) [1][1].
Eksperimen yang dilakukan oleh Watson dalam membuktikan
kebenaran teori behaviorismenya terhadap manusia adalah percobaan terhadap bayi
yang bernama albert berusia 11 tahun dan tikus putih. Dimana kesimpulan
akhirnya adalah pelaziman dapat merubah prilaku seseorang secara nyata.
Dalam pembelajaran yang didasarkan pada hubungan stimulus
respon, Watson mengemukakan dua hal penting:
1.Recency
Principle(prinsip
kebaruan)
Yaitu Jika suatu stimulus baru saja menimbulkan respons,
maka kemungkinan stimulus itu untuk menimbulkan respons yang sama apabila
diberikan umpan lagi akan lebih besar daripada kalau stimulus itu diberikan
umpan setelah lama berselang.
2.Frequency Principle(prinsip frekuensi)
Menurut prinsip ini apabila suatu stimulus dibuat lebih
sering menimbulkan satu respons, maka kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan
respons yang sama pada waktu yang lain akan lebih besar.
Selain itu. Watson mengatakan bahwa keyakinan pada adanya
kesadaran berkaitan dengan keyakinan masa-masa nenek moyang mengenai tahayul.
Magis-magis senantiasa hidup. Konsep-konsep warisan masa praberadab ini telah
membuat kebangkitan dan pertumbuhan psikologis ilmiah menjadi sangat sulit.
Kriteria Watson dalam menentukan apakah sesuatu itu ada atau tidak ada adalah
berdasarkan apakah hal tersebut dapat diamati atau tidak dapat diamati.
Selanjutnya Bell (1981:24)
mengungkapkan pandangan aliran behaviorisme yang dianggap sebagai jawaban atas
pertanyaan bagaimanakah sesungguhnya manusia memelajari bahasa, yaitu:
1. Dalam upaya
menemukan penjelasan atas proses pembelajaran manusia, hendaknya para ahli
psikologi memiliki pandangan bahwa hal-hal yang dapat diamati saja yang akan
dijelaskan, sedangkan hal-hal yang tidak dapat diamati hendaknya tidak
diberikan penjelasan maupun membentuk bagian dari penjelasan.
2. Pembelajaran
itu terdiri dari pemerolehan kebiasaan, yang diawali dengan peniruan.
3. Respon yang
dianggap baik menghasilkan imbalan yang baik pula.
4. Kebiasaan
diperkuat dengan cara mengulang-ulang stimuli dengan begitu sering sehingga
respon yang diberikan pun menjadi sesuatu yang bersifat otomatis.
2)
Aliran
Kognitif
Menurut teori ini bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang
terpisah, melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari
kematangan kognitif. Bahasa di instruksikan oleh nalar. Perkembangan bahasa
harus berlandaskan pada percobaan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam
kognisi. Jadi urutan-urutan perkembnagan kognitif menentukan perkembangan
bahasaMenurut teori kognitif yang utama sekali harus dicapai adalah
perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk
keterampilan berbahasa semenjak lahir sampai umur 18 bulan bahasa belum ada, si
anak memahami dunia melalui indranya.
Adapun tokoh yang terkenal dengan teori kognitif ini adalah Noam
Chomsky menyatakan bahwa manusia dilahirkan dengan akal yang berisi
pengetahuan batin yang berkait dengan sejumlah bidang yang berbeda-beda. Salah
satu dari pengetahuan tersebut berkait dengan bahasa. Chomsky menyebut
pengetahuan batin yang berkait dengan bahasa ini sebagai Language
Acquisition Device atau yang lebih populer sebagai LAD, yang dalam modul
disebut sebagai Alat Pemerolehan Bahasa atau APB. Chomsky berpendapat
bahwa daya-daya dalam bidang yang berbeda yang disebut di atas, relatif mandiri
satu sama lain. Artinya tidak saling berkait. Bahkan dalam kaitan dengan
pemerolehan bahasa, Chomsky berpendapat bahwa bagi pemerolehan bahasa,
pengetahuan batin saja sudah cukup dan pengetahuan matematis serta pengetahuan
logika tidak diperlukan dalam kegiatan ini.
Masih menurut Chomsky behaviorisme (S-R), sangat tidak
memadai untuk menerangkan proses pemerolejhan bahasa. Sebab masukan data
linguistiknya sangat sedikit untuk membangkitkan rumus-rumus linguistic. pada bagian akhir subpokok bahasan diketengahkan argumen-argumen
yang dikemukakan Chomsky dalam mempertahankan APB yang tertuang dalam bentuk
empat argumen, yakni (1) keunikan tata bahasa, (2) data masukan yang tidak
sempurna, (3) ketidakselarasan intelegensi, dan (4) kemudahan dan kecepatan
pemerolehan bahasa anak.
3)
Aliran
Mentalistik
Pada subpokok bahasan ini, kita telah membahas sejumlah
konsep pendapat-pendapat para teorisi mengenai bagaimana seseorang memahami dan
merespons terhadap apa-apa yang ada di alam semesta ini. Kita telah berbicara
mengenai pandangan-pandangan kaum mentalis dan kaum bahavioris, terutama dalam
kaitan dengan keterhubungan antara bahasa, ujaran dan pikiran. Menurut kaum
mentalis, seorang manusia dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda
dari badan (body) orang tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai
dua hal yang berinteraksi satu sama lain, yang salah sati di antaranya mungkin
menyebabkan atau mungkin mengontrol peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
bagian lainnya. Dalam kaitan dengan perilaku secara keseluruhan, pandangan ini
berpendapat bahwa seseorang berperilaku seperti yang mereka lakukan itu bisa
merupakan hasil perilaku badan secara tersendiri, seperti bernapas atau bisa
pula merupakan hasil interaksi antara badan dan pikiran. Mentalisme dapat
dibagi menjadi dua, yakni empirisme dan rasionalisme.
Kedua pendapat ini pun memiliki
pandangan-pandangan yang berbeda dalam memahami persoalan gagasan-gagasan batin
atau pengetahuan. Semua kaum mentalis bersepakat mengenai adanya akal dan bahwa
manusia memiliki pengetahuan dan gagasan di dalam akalnya. Meskipun demikian,
mereka tidak bersepakat dalam hal bagaimana gagasan-gagasan tersebut bisa ada
di dalam akal. Apakah gagasan-gagasan tersebut seluruhnya diperoleh dari
pengalaman (pendapat kaum empiris) atau gagasan-gagasan tersebut sudah ada di
dalam akal sejak lahir (gagasan kaum rasional). Bahkan di dalam kedua aliran
ini pun, terdapat perbedaan pendapat yang rinciannya akan kita bahas nanti.
Kemudian, diketengahkan pembahasan
mengenai empirisme. Dalam kaitan ini telah dibahas kenyataan bahwa kata empiris
dan empirisme telah berkembang menjadi dua istilah yang memiliki dua makna yang
berbeda. Setelah itu, dibahas pula isu lain yang mengelompokkan kaum empiris,
yakni isu yang berkenaan dengan pertanyaan apakah gagasan-gagasan di dalam akal
manusia yang membentuk pengetahuan bersifat universal atau umum di samping juga
bersifat fisik.
PENUTUP
- Kesimpulan
Teori/Aliran Behavioristiktujuan utama psikologi adalah
membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan sedikitpun tidak ada
hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah benda-benda atau hal-hal yang
diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus) dan gerak balas(respons)
Teori Kognitifberpandangan Menurut teori ini
bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang terpisah, melainkan salah satu diantara
beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif
Kaum mentalisberpendapat seorang manusia
dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda dari badan (body) orang
tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai dua hal yang
berinteraksi satu sama lain,
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dardjowidjojo,
Soenjono. 2010. Psikolinguistik Pengantar
Pemahaman Bahasa
Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mar’at,
Samsunuwiyati. 2009. Psikolingustik Suatu Pengantar. Jakarta: Refika Aditama.
http://prasastie.multiply.com/journal/item/38
[1]http://massofa.wordpress.com/2008/01/24/menengok-bahasan-psikolinguistik/
OLEH PAKDE SOFA
http.//www.scrib.com
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu masalah kompleks manusia, selain
berkenaan dengan masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah kegiatan
berbahasa.Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung
secara makanistik, tetapi juga berlangsung secara mentalistik. Artinya,
kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dengan proses atau kegiatan mental
(otak). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, studi
linguistik perlu dilengkapi dengan studi antardisiplin antara linguistik dan
psikologi, yang lazim disebut psikolinguistik.
Wundt adalah
Bapak Psikologi Eksperimen yang pertama kali membangun Laboratorium Psikologi
di Leipzig, Jerman pada abad ke-19. Di
samping itu, Wundt telah memperkenalkan apa yang pada waktu itu di sebut
Psikologi Bahasa (Psychologie Der Sprache) yang materinya tidak jauh
berbeda dengan apa yang dibahas dalam Psikolinguistik dewasa ini. Istilah
Psikolinguistik merupakan istilah lain dari Psikologi Bahasa yang muncul
setelah Perang Dunia Kedua.
Pada tahun
1900 Wundt menulis buku tentang psikolingistik yang berjudul ”Die Sprache” terdiri
atas dua jilid. Die Sprache inji merupakan bagian dari satu set buku karangan Wundt
yang berjudul ”Volker Psychologie”
(Psikologi Bangsa) yang membahas tentang kebudayaan, struktur sosial bahasa,
moral, dan lain-lain dari pelbagai bangsa yang berbeda di dunia. Isinya semacam
antropologi terhadap kebanyakan para psikolog yang tidak menyadari atau
mengetahuinya.
Dalam
bukunya itu, Wundt berusaha dengan keras mennabungkan dua aliran yang sangat
kuat pada abad ke-19, yaitu aliran idealisme atau rasionalisme dengan alirn
empirisme.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1.
Apakah
yang dimaksud dengan psikologi?
2.
Apakah
yang dimaksud dengan lingustik?
3.
Apakah
yang dimaksud dengan psikolinguistik?
4.
Aliran-aliran
apa sajakah yang terdapat dalam psikolinuistik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Psikologi
Secara etimologi kata psikologi
berasal dari bahasa Yunani Kuno psyche dan logos. kata psyche
berarti jiwa, roh, atau sukma, sedangkan kata logos berarti ilmu. Jadi,
secara harfiah berarti ilmu jiwa atau ilmu yang objek kajiannya adalah jiwa.
dulu ketika psikologi adalah ilmu yang mengkaji jiwa masih bisa dipertahankan.
Dalam kepustakaan pada tahun 50an nama ilmu jiwa lazim digunakan sebagai padanan
kata psikologi. Namun, kini istilah ilmu jiwa tidak digunakan lagi karena
bidang ilmu ini memang tidak meneliti jiwa, roh, atau sukma, sehingga istilah
itu kurang tepat.
Dalam perkembangan lebih lanjut,
psikologi lebih membahas atau mengkaji sisi – sisi manusia dari segi yang bisa
diamati. Kareba jiwa itu bersifat abstrak, sehingga tidak dapat diamati secara
empiris, padahal objek kajian setiap ilmu harus dapat diobservasi secara
indrawi. Dalam hal ini jiwa atau keadaan jiwa hanya bisa diamati melalui gejala
– gejalanya seperti orang yang sedih akan berlaku murung, dan orang yang
gembira tampak dari gerak – geriknya yang riang atau dari wajahnya yang binar –
binar. Meskipun demikian, kita juga sering mendapat kesulitan untuk mengetahui
keadaan jiwa seseorang dengan hanya melihat tingkah lakunya saja. Tidak jarang
kita jumpai seseorang yang sebenarnya sedih tetapi tetap tersenyum. Atau
seseorang yang sebenarnya jengkel atau marah tetapi tetap tenang atau malah
tertawa.
Walaupun besar gerak – gerik lahir seseorang
belum tentu menggambarkan keadaan jiwa yang sebanarnya, namun, secara
tradisional, psikologi lazim diartikan sebagai satu bidang ilmu yang mencoba
mempelajari perilaku manusia. Caranya adalah dengan mengkaji hakikat
rangsangan, hakikat reaksi terhadap rangsangan itu dan mengkaji hakikat proses
– proses akal yang berlaku sebelum reaksi itu terjadi. Para ahli psikologi
belakangan ini juga cenderung untuk menganggap psikologi sebagai suatu ilmu
yang mecoba mengkaji proses akal manusia dan segala manifestasinya yang
mengatur perilaku manusia itu. Tujuan pengkajian akal ini adalah untuk
menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol perilaku manusia.
Dalam perkembangannya, psikologi telah
menjadi beberapa aliran sesuai dengan paham filsafat yang dianut. Karena itulah
dikenal adanya psikologi yang mentalistik, yang bahavioristik, dan yang
kognitifistik.
Psikologi yang mentalistik melahirkan
aliran yang disebut psikologi kesadaran. Tujuan utama psikologi
kesadaran adalah mencoba mengkaji proses – proses akal manusia dengan cara
mengintrospeksi atau mengkaji diri. Oleh karena itu, psikologi kesadaran lazim
juga disebut psikologi introspeksionisme. Psikologi ini merupakan suatu
proses akal dengan cara melihat kedalam diri sendiri setelah suatu rangsangan
terjadi.
Psikologi yang behavioristik melahirkan
aliran yang disebut psikologi perilaku. Tujuan utama psikologi perilaku
ini adalah mencoba mengkaji perilaku manusia yang berupa reaksi apabila suatu
rangsangan terjadi, dan selanjutnya bagaimana mengawasi dan mengontrol perilaku
itu. Para pakar psikologi behavioristik ini tidak berminat mengkaji proses –
proses akal yang membangkitkan perilaku tersebut karena proses – proses akal
ini tidak dapat diamati atau diobservasi secara langsung. Jadi, para pakar
psikologi perilaku ini tidak mengkaji ide – ide, pengertian, kemauan,
keinginan, maksud, pengharapan, dan segala mekanisme fisiologi. Yang dikaji
hanyalah peristiwa – peristiwa yang dapat diamati, yang nyata dan konkret,
yaitu kelakuan atau tingkah laku manusia.
Psikologi yang kognitifistik dan lazim
disebut psikologi kognitif mencoba mengkaji proses–proses kognitif
manusia secara ilmiah. Yang dimaksud kognitif adalah proses–proses akal
(pikiran, berpikir) manusia yang bertanggung jawab mengatur pengalaman dan
perilaku manusia. Hal utama yang dikaji oleh psikologi kognitif adalah
bagaimana cara manusia memperoleh, menafsirkan, mengatur, menyimpan,
mengeluarkan, dan menggunakan pengetahuannya, termasuk perkembangan dan
penggunaan pengetahuan bahasa. Perbedaannya dengan psikologi kesadaran adalah
bahwa menurut paham mentalisme proses–proses akal itu berlangsung setelah
terjadinya rangsangan. Sedangkan menurut psikologi kognitif proses– proses akal
itu dapat terjadi karena adanya kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih
dahulu.kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih dahulu. Perilaku
yang muncul sebagai hasil proses akal seperti ini disebut perilaku atau
tindakan bertujuan sebagai hasil kreativitas organisme manusia itu sendiri.
Psikologi sangat berkaitan erat dengan
kehidupan manusia dalam segala kegiatannya yang sangat luas. Oleh karena itu,
muncullah berbagai cabang psikologi yang diberi nama sesuai dengan
penarapannya. Diantara cabang–cabang itu adalah psikologi sosial, psikologi
perkembangan, psikologi klinik, psikologi komunikasi, dan psikologi bahasa.
B. Linguistik
Secara umum linguistik lazim
diartikan sebagai ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek
kajiannya. Pakar linguistik disebut lingui, dalam bahasa inggris juga
berarti orang yang mahir menggunakan beberapa bahasa, selain bermakna pakar
linguistik. Seseorang linguis mempelajari bahasa bukan dengan tujuan utama
untuk mahir menggunakan bahasa itu, melainkan untuk mengetahui secara mendalam mengenai
kaidah – kaidah struktur bahasa, beserta dengan berbagai aspek dan segi yang
menyangkut bahasa itu. Andaikata si linguis ingin memahirkan penggunaan bahasa
bahasa itu tentu juga tidak ada salahnya. Bahkan akan menjadi lebih baik.
Sebaiknya, seseorang yang mahir dan lancar dalam menggunakan beberapa bahasa,
belum tentu dia seorang linguis kalau dia tidak mendalami teori tentang bahasa.
Orang seperti ini lebih tepat disebut seorang poliglot ”berbahasa
banyak”, sebagai dikotomi dari monoglot ”berbahasa satu”.
Kalau dikatakan bahwa linguistik atu
adalah ilmu yang objek kajiannya adalah bahaasa, sedangkan bahasa itu sendiri
merupakan fenomena yang hadir dalam segala aktivitas kehidupan manusia, maka
linguistik itu pun menjadi sangat luas bidang kajiannya. Oleh karena itu, kita
bisa lihat adanya berbagai cabang linguistik yang dibuat berdasarkan berbagai
kriteria atau pandangan. Secara umum pembidangan linguistik itu adalah sebagai
berikut.
- Menurut objek kajian, linguistik dapat dibagi atas
dua cabang besar, yaitu linguistik mikro dan linguistik makro.
Objek kajian linguistik mikro adalah struktur internal bahasa itu sendiri,
mencakup struktur fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Sedangkan
objek kajian linguistik makro adlah bahasa dalam hubungannya dengan faktor
di luar bahasa seperti faktor sosiologis, psikologis, antropologi, dan
neurologi. Berkaitan dengan faktor – faktor di luar bahasa itu muncullah
bidang – bidang seperti sosiologistik, psikologistik, neurolinguistik dan
etnolinguistik. Disini, linguistik dipandang sebagai disiplin utama,
sedangkan ilmu-ilmu lain sebagai disiplin bawahan. - Menurut tujuan kajiannya, linguistik dapat dibedakan
atas dua bidang besaar yaitu linguistik teoteris dan linguistik
terapan. Kajian teoteris hanya ditujukan untuk mencari atau menentukan
teori – teori linguistik. Hanya untuk membuat kaidah – kaidah linguistik
secara deskriptif. Sedangkan kajian terapan ditujukan untuk menerapkan
kaidah – kaidah linguistik dalam kegiatan praktis, seperti dalam
pengajaran bahasa, penerjemahan, penyusunan kamus, dan sebagainya. - Adanya yang disebut linguistik sejarah dan sejarah
linguistik. Linguistik sejarah mengkaji perkembangan dan perubahan suatu
bahasa atau sejumlah bahasa, baik dengan diperbandingkan maupun tidak.
Sejarah linguiatik mengkaji perkembangan ilmu linguistik, baik mengenai
tokoh – tokohnya, aliran – aliran teorinya, maupun hasil – hasil kerjanya.
Dalam kaitannya dengan psikologi,
linguistik lazim diartikan sebagai ilmu yang muncoba mempelajari hakikat
bahasa, atruktur bahasa, bagaimana bahasa itu diperoleh, bagaimana bahasa itu
bekerja, dan bagaimana bahasa itu berkembang. Dalam konsep ini tampak bahwa
yang namanya psikolinguistik dianggap sebagai cabang dari linguistik, sedangkan
linguistik itu sendiri dianggap sebagai cabang dari psikologi.
C. Psikolinguistik
Psikolinguistik terbentuk dari kata
psikologi dan kata linguistic, yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing
– masing berdiri sendiri, dengan prosedur dan metode yang berlainan. Namun,
keduanya sama – sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya materinya
yang berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji
perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Dengan demikian cara dan tujuannya
juga berbeda.
Meskipun cara dan tujuan berbeda,
tetapi banyak juga bagian – bagian objeknya yang dikaji dengan cara yang sama
dan dengan tujuan yang sama, tetapi dengan teori yang berlainan. Hasil kajian
kedua disiplin ini pun banyak yang sama, meskipun tidak sedikit yang berlainan.
Oleh karena itulah, telah lama dirasakan perlu adanya kerja sama di antara
kedua disiplin ini untuk mengkaji bahasa dan hakikat bahasa. Dengan kerja sama
kedua disiplin itu diharapkan akan diperoleh hasil kajian yang lebih baik dan
lebih bermanfaat.
Sebagai hasil kerjasama yang baik,
lebih terarah, dan lebih sistematis diantara kedua ilmu itu, lahirlah satu
disiplin ilmu baru yang disebut psikolinguistik, sebagai ilmu
antardisiplin antara psikologi dan linguistik. Istilah psikolinguistik
itu sendiri baru lahir tahun 1945, yakni tahun terbitnya buku psycholinguistics
: A Survey of Theory and Reserch Problems yang disunting oleh Charles E.
Osgood dan Thomas A. sebeok, di Bloomington, Amerika Serikat.
Psikolinguistik mencoba menguraikan
proses – proses psikologi yang berlangsung
jika seseorang
mengucapkan kalimat – kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan
bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia (Slobin, 1974; Meller,
1964; Slama Cazahu, 1973). Maka secara teoteris tujuan utama psikolinguistik
adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan
secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemeerolehannya. Dengan
kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan
bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada
waktu memahami kalimat– kalimat dalam pertuturan itu.
Dalam prakteknya psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan
psikologi pada masalah – masalah seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa,
pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan
kemultibahasaan, penyakit bertutur seperti afasia, gagap, dan sebagainya; serta
masalah – masalah sosial lain yang menyangkut bahasa, seperti bahasa dan
pendidikan,
bahasa dan pembangunan nusa dan bangsa.
D. Sejarah Perkembangan Psikolnguistik
Istilah psikolinguistik
baru muncul pada tahun 1954 dalam buku Thomas A. Sebeok dan Charles E.
Osgood yang berjudul Pshycolinguiatics: A Survey of Theory and
Research Problems, namun sebenarnya sejak zaman panini, ahli bahasa
dari India, dan Sokrates ahli filsafat dari Yunani, pengkajian bahasa telah
dilakukan orang. Kajian mereka tidak terlepas dari paham/aliran filsafat yang
mereka anut, karena filsafat merupakan induk dari semua disiplin ilmu.
Pada abad yang lalu terdapat dua aliran
filsafat yang saling bertentangan dan saling memengaruhi perkembangan
linguistik dan psikologi. Yang pertama adalah aliran empirisme yang erat
kaitannya dengan psikologi asosiasi. Aliran empirisme melakukan kajian terhadap
data empiris atau objek yang dapat diobservasi dengan cara menganalisis unsur –
unsur pembentukannya sampai yang sekecil – kecilnya. Oleh karena itu, aliran
ini disebut bersifat atomistik, dan lazim dikaitkan dengan asosianisme dan
positivisme.
Aliran kedua dikenal dengan nama rasionalisme.
Aliran ini mengkaji akal sebagai satu keseluruhan dan menyatakan bahwa faktor –
faktor yang ada dalam akal inilah yang patut diteliti untuk bisa memahami
perilaku manusia itu. Oleh karena itu, aliran ini disebut bersifat holistik,
dan biasa dikaitkan dengan paham nativisme, idealisme, dan
mentalisme.
Psikolinguistik bermula dari adanya
pakar linguistik yang berminat pada psikologi, dan adanya pakar psikologi yang
berkecimpung dalam linguistik. Dilanjutkan dengan adanya kerjasama antara pakar
linguistik dan pakar psikologi, dan kemudian muncullah pakar – pakar
psikolinguistik sebagai disiplin mandiri.
a. Psikologi dalam
Linguistik
Dalam sejarah linguistik ada sejumlah
pakar linguistik yang menaruh perhatian besar pada psikologi. Von Humboldt
(1767-1835), pakar linguistik berkebangsaan Jerman telah mencoba mengkaji
hubungan antara bahasa (linguistik) dengan pemikiran manusia (psikologi).
Caranya, dengan membandingkan tata bahasa dari bahasa – bahasa yang berlainan
dengan tabiat – tabiat bangsa – bangsa penutur itu. Von Humboldt sangat
dipengaruhi oleh aliran rasionalisme. Dia menganggap bahasa bukanlah sesuatu
yang sudah siap untuk dipotong – potong dan diklasifikasikan seperti aliran
empirisme. Menurut Von Humboldt bahasa itu merupakan satu kegiatan yang
memiliki prinsip – prinsip sendiri.
Ferdinand de Saussure (1858-1913),
pakar linguistik berkembangsaan Swiss, telah berusaha menerangkan apa
sebenarnya bahassa itu (linguistik) dan bagaimana keadaan bahasa itu dalam otak
(psikologi). Beliau memperkenalkan tiga istilah tentang bahasa yaitu langage
(bahasa pada umumnya yang bersifat abstrak), langue (bahasa tertentu
yang bersifat abstrak), dan parole (bahasa sebagai tuturan yang bersifat
konkret). Dia menegaskan objek kajian linguistik adalah langue.,
sedangkan objek kajian psikologi adalah parole. Ini berarti, kalau ingin
mengkaji bahasa secara lengkap, maka kedua disiplin, yakni linguistik dan
psikologi harus digunakan. Hal ini dikatakannya karena dia menganggap segala
sesuatu yang ada dalam bahasa itu pada dasarnya bersifat psikologis.
Edward Sapir (1884-1939), pakar
linguistik dan antropologi bangsa Amerika, telah mengikutsertakan psikologi
dalam pengkajian bahasa. Menurut Sapir, psikologi dapat memberikan dasar ilmiah
yang kuat dalam pengkajian bahasa. Beliau juga mencoba mengkaji hubungan bahasa
(linguistik) dengan pemikiran (psikologi). Dari kajian itu beliau berkesimpulan
bahwa bahasa, terutama strukturnya, merupakan unsur yang menentukan struktur
pemikiran manusia. Beliau juga menekankan bahwa linguistik dapat memberikan
sumbangan yang penting kepada psikologi Gestalt, dan sebaliknya psikologi
Gestalt dapat membantu disiplin linguistik.
b. Linguistik
dalam Psikologi
Dalam sejarah perkembangan psikologi
ada sejumlah pakar psikologi yang menaruh perhatian pada linguistik. John Dewey
(1859-1952), pakar psikologi berkebangsaan Amerika, seorang empirisme murni.
Beliau telah mengkaji bahasa dan perkembangannya dengan cara menafsirkan
analisis linguistik bahasa kanak – kanak berdasarkan prinsip – prinsip
psikologi. Umpamanya, beliau menyarankan agar penggolongan psikologi akan kata
– kata yang diucapkan kanak – kanak dilakukan berdasarkan makna seperti yang
dipahami kanak – kanak, dan bukan seperti yang dipahami orang dewasa dengan
bentuk – bentuk tata bahasa orang dewasa. Dengan cara ini, maka berdassarkan
prinsip – prinsip psikologi akan dapat ditentukan hubungan antara kata – kata
berkelas adverbia dan preposisi disatu pihak dengan kata – kata berkelas nomina
dan adjektiva dipihak lain. Jadi, dengan pengkajian kelas kata berdasarkan
pemahaman kanak – kanak kita akan dapat menentukan kecenderungan akal (mental)
kanak – kanak yang dihubungkan dengan perbedaan – perbedaan linguistik.
Pengkajian seperti ini, menurut Dewey, akan memberi bantuan yang besar kepaada
psikologi bahasa pada umumnya.
Watson (1878-1958), ahli psikologi
behaviorisme berkebangsaan Amerika. Beliau menempatkan perilaku atau kegiatan
berbahasa sama dengan perilaku atau kegiatan lainnya, seperti makan, berjalan,
dan melompat. Pada mulanya Watson hanya menghubungkan perilaku berbahasa yang
implisit, yakni yang terjadi didalam pikiran, dengan yang eksplisit, yakni yang
berupa tuturan. Namun, kemudian dia menyamakan perilaku berbahasa itu dengan
teori stimulus-respons yang dikembangkan oleh Povlov. Maka, penyamaan
ini memperlakukan kata – kata sama dengan benda – benda lain sebagai respons
dari suatu stimulus.
Weiss, ahli psikolodi behaviorisme Amerika. Beliau mengakui adanya aspek mental
dalm bahasa. Namun, karena wujudnya tidak memiliki kekuatan bentuk fisik, maka
wujudnya itu sukar dikaji atau ditunjukkan. Oleh karena itu, Weiss lebih
cenderung mengatakan bahwa bahasa itu sebagai satu bentuk perilaku apabila
seseorang menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosialnya. Weiss adalah salah
seorang tokoh yang terkemuka yang telah merintis jalan kearah lahirnya
psikolinguistik. Karena dialah yang telah berhasil mengubah Bloomfield dari
penganut aliran mentalistik menjadi penganut aliran behaviorisme. Weiss juga
telah mengemukakan sejumlah masalah yang harus dipecahkan oleh linguistik dan
psikologi yang dilihat dari sudut behaviorisme. Di antara masalah – masalah itu
adalah sebagai berikut :
- Bahasa merupakan satu kumpulan respons yang
jumlahnya tidak terbatas terhadap suatu stimulus. - Pada dasarnya perilaku bahasa menyatukan anggota
suatu masyarakat ke alam organisasi gerak saraf. - Perilaku bahasa adalah sebuah alat untuk mengubah
dan meragam-ragamkan kegiatan seseorang sebagai hasil warisan dan hasil
perolehan. - Bahasa dapat merupakan stimulus terhadap satu
respons, atau merupakan satu respons terhadap satu stimulus. - Respons bahasa sebagai satu stimul pengganti untuk
benda dan keadaan yang sebenarnya memungkinkan kita untuk memunculksn
kembali suatu hal yang pernah terjadi, dan menganalisis kejadian ini dalam
bagian – bagiannya.
c. Kerjasama
Psikologi dan Linguistik
Kerjasama secara langsung antara
linguistik dan psikologi sebanarnya sudah dimulai sejak 1860 yaitu, oleh Heyman
Steintthal, seorang ahli psikologi yang beralih menjadi ahli linguistik, dan
Moriz Lazarus seorang ahli linguistik yang beralih menjadi ahli psikologi
dengan menrbitkan sebuah jurnal yang khusus membicarakan masalh psikologi
bahasa dari sudut linguistik dan psikologi.
Dasar – dasar psikolinguistik menurut
beberapa pakar didalam buku yang disunting oleh Osgood dan Sebeok diatas adalah
berikut ini :
- Psikolinguistik adalah satu teori linguistik
berdasarkan bahasa yang dianggap sebagai sebuah sistem elemen yang saling
berhubungan erat. - Psokolinguistik adalah satu teori pembelajaran
(menurut teori behaviorisme) berdasarkan bahasa yang dianggapnsebagainsatu
sistem tabiat dan kemampuan yang menghubungkan isyarat dengan perilaku. - Psikolinguistik adalah satu teori informasi yang
menganggap bahasa sebagai sebuah alat untuk menyampaikan suatu benda.
d. Tiga Generasi
dalam Psikolinguistik
1. Psikolinguistik
Generasi pertama
Psikolinguistik generasi pertama adalah
psikolinguistik dengan para pakar yang menulis artikel dalam kumpulan karangan
berjudul psycholinguistics: A Survey of Theory and Reserch Problems yang
disunting oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. Sebeok. Titik pandang Osgood dan
Sebeok berkaitan erat dengan aliran behaviorisme (aliran perilaku) atau lebih
tepat lagi aliran neobehaviorisme. Teori – teori ini mengidentifikasikan bahasa
sebagai stu sistem respon yang langsung dan tidak langsung terhadap stimulus
verbal dan nonverbal. Orientasi stimulus respons ini adalah orientasi
psikologi.
Tokoh lain dari generasi pertama ini adalah L. Bloomfield. Beliau adalah tokoh
linguistik Amerika yang menerima dan menerapkan teori – teori behaviorisme
dalam analisis bahaa. Teknik analisis bahasa dan pandangannya tentang hakikat
bahasa sama dengan pandangan dan teori psikolinguistik perilaku.
Manusia yang normal sejak lahir telah
dilengkapi dengan kemampuan belajar. Oleh sebab itu, kemampuan berbahasa
didapat atau dicapai melalui proses belajar. Hal ini menunjukkan bahwa itu
harus dipelajari. Dengan kata lain, kemampuan berbahasa adalah satu kemampuan
hasil belajar, dan bukan sebagai sesuatu yang diwarisi.
Tokoh lain dari psikolinguistik
generasi pertama, dan yang dianggap sebagai tokoh utama adalah B. F. Skonner.
Beliau menjadi tokoh yang kemudian ditentang oleh Noam Chomsky yang menganut
aliran kognitif dalam proses berbahasa. Namun, teori – teori Skinner inilah
yang dianut oleh teori – teori linguistik aliran Bloomfield.
2. Psikolinguistik
Generasi Kedua
Karena pada psikolinguiatik generasi pertama tidak menjawab banyak masalah
proses berbahasa, dan teori – teori itu kekurangan daya penjelas, maka diperlukan
teori yang lain dalam psikolinguistik. Lahirlah teori –teori psikolinguiatik
generasi kedua, dengan dua tokoh utamanya yakni Noam Chomsky dan George Miller.
Menurut Mehler dan Noizet, psikolinguistik generasi kedua
telah dapat mengatasi ciri – ciri atomistik dari psikolinguistik Osgood-Sebeok.
Psikolinguistik generasi kedua berpendapat bahwa dalam proses berbahasa
bukanlah butir – butir bahasa yang diperoleh, melainkan kaidah dan sistem
kaidahlah yang diperoleh.
3. Psikolinguistik
Generasi Ketiga
Kelahiran psikolinguistik generasi ketiga ini oleh G.
Werstch dalam bukunya Two Problems for the New Psycholinguistics diberi
nama New Psycholinguistics.Ciri – ciri psikolinguistik generasi
ketiga ini adalah sebagai berikut :
Pertama,
orientasi mereka kepada psikologi, tetapi bukan psikologi perilaku. Mereka
berorientasi kepada psikologi seperti yang dikemukakan oleh Fresse dan Al
Vallon dari perancis, dan mungkin juga kepada psikologi aktivitas dari Uni
Sovyet atau seperti ditekankan oleh G. Werstch bahwa terjadi proses yang
serempak dari informasi linguistik dan psikologi.
Kedua,
keterlepasan mereka dari kerangka psikolinguistik kalimat dan keterlibatan
dalam psikolinguistik yang berdasarkan situasi dan konteks. Ini berarti,
analisis psikolinguistik bbukan lagi menentukan kalimat hubungan antara
struktur gramatikal dan kaidah semantik model Noam Chomsky dengan teori
generatif transformasinya, tetapi hubungan ini diperluas dengan memperhitungkan
situasi dan konteks.
Ketiga,
adanya satu pergeseran dari analisis mengenai proses ujaran yang abstrak ke
satu analisis psikologis mengenai komunikasi dan pikiran. Pergeseran dari
ujaran yang abstrak ke komunikasi dan pikiran ini dikemukakan oleh J. S. Bruner
dalam artikelnya berjudul Frol Communication to Language yang dimuat dalam
Cognition tahun 1974-5.
Ketiga
ciri utama dari psikolinguistik generasi ketiga ini menunjukkan telah
terjadinya satu peningkatan kualitatif dalam perkembangan psikolinguistik di negara
– negara Barat. Namun, menurut Leontive (1981) dibandingkan dengan perkembangan
linguistik di Eropa, maka osikolinguistik di Rusia sudah lebih dulu berkembang
karena sejak awal psikolinguistik di Rusia telah memperhitungkan jurus
komunikasi dan pikiran dalam analisas psikolinguistik.
E. Aliran-aliran Psikolinguistik
1)
Aliran
Behavioristik
Teori Behavioristik pertama kali dimunculkan oleh Jhon
B.Watson (1878-1958). Dia adalah seorang ahli psikologi berkebangsaan
amerika. Dia mengembangkan teori Stimulus-Respons Bond (S – R Bond) yang telah
diperkenalkan oleh Ivan P.Pavlov. Menurut teori ini tujuan utama
psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan
sedikitpun tidak ada hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah
benda-benda atau hal-hal yang diamati secara langsung, yaitu rangsangan
(stimulus) dan gerak balas(respons) [1][1].
Eksperimen yang dilakukan oleh Watson dalam membuktikan
kebenaran teori behaviorismenya terhadap manusia adalah percobaan terhadap bayi
yang bernama albert berusia 11 tahun dan tikus putih. Dimana kesimpulan
akhirnya adalah pelaziman dapat merubah prilaku seseorang secara nyata.
Dalam pembelajaran yang didasarkan pada hubungan stimulus
respon, Watson mengemukakan dua hal penting:
1.Recency
Principle(prinsip
kebaruan)
Yaitu Jika suatu stimulus baru saja menimbulkan respons,
maka kemungkinan stimulus itu untuk menimbulkan respons yang sama apabila
diberikan umpan lagi akan lebih besar daripada kalau stimulus itu diberikan
umpan setelah lama berselang.
2.Frequency Principle(prinsip frekuensi)
Menurut prinsip ini apabila suatu stimulus dibuat lebih
sering menimbulkan satu respons, maka kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan
respons yang sama pada waktu yang lain akan lebih besar.
Selain itu. Watson mengatakan bahwa keyakinan pada adanya
kesadaran berkaitan dengan keyakinan masa-masa nenek moyang mengenai tahayul.
Magis-magis senantiasa hidup. Konsep-konsep warisan masa praberadab ini telah
membuat kebangkitan dan pertumbuhan psikologis ilmiah menjadi sangat sulit.
Kriteria Watson dalam menentukan apakah sesuatu itu ada atau tidak ada adalah
berdasarkan apakah hal tersebut dapat diamati atau tidak dapat diamati.
Selanjutnya Bell (1981:24)
mengungkapkan pandangan aliran behaviorisme yang dianggap sebagai jawaban atas
pertanyaan bagaimanakah sesungguhnya manusia memelajari bahasa, yaitu:
1. Dalam upaya
menemukan penjelasan atas proses pembelajaran manusia, hendaknya para ahli
psikologi memiliki pandangan bahwa hal-hal yang dapat diamati saja yang akan
dijelaskan, sedangkan hal-hal yang tidak dapat diamati hendaknya tidak
diberikan penjelasan maupun membentuk bagian dari penjelasan.
2. Pembelajaran
itu terdiri dari pemerolehan kebiasaan, yang diawali dengan peniruan.
3. Respon yang
dianggap baik menghasilkan imbalan yang baik pula.
4. Kebiasaan
diperkuat dengan cara mengulang-ulang stimuli dengan begitu sering sehingga
respon yang diberikan pun menjadi sesuatu yang bersifat otomatis.
2)
Aliran
Kognitif
Menurut teori ini bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang
terpisah, melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari
kematangan kognitif. Bahasa di instruksikan oleh nalar. Perkembangan bahasa
harus berlandaskan pada percobaan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam
kognisi. Jadi urutan-urutan perkembnagan kognitif menentukan perkembangan
bahasaMenurut teori kognitif yang utama sekali harus dicapai adalah
perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk
keterampilan berbahasa semenjak lahir sampai umur 18 bulan bahasa belum ada, si
anak memahami dunia melalui indranya.
Adapun tokoh yang terkenal dengan teori kognitif ini adalah Noam
Chomsky menyatakan bahwa manusia dilahirkan dengan akal yang berisi
pengetahuan batin yang berkait dengan sejumlah bidang yang berbeda-beda. Salah
satu dari pengetahuan tersebut berkait dengan bahasa. Chomsky menyebut
pengetahuan batin yang berkait dengan bahasa ini sebagai Language
Acquisition Device atau yang lebih populer sebagai LAD, yang dalam modul
disebut sebagai Alat Pemerolehan Bahasa atau APB. Chomsky berpendapat
bahwa daya-daya dalam bidang yang berbeda yang disebut di atas, relatif mandiri
satu sama lain. Artinya tidak saling berkait. Bahkan dalam kaitan dengan
pemerolehan bahasa, Chomsky berpendapat bahwa bagi pemerolehan bahasa,
pengetahuan batin saja sudah cukup dan pengetahuan matematis serta pengetahuan
logika tidak diperlukan dalam kegiatan ini.
Masih menurut Chomsky behaviorisme (S-R), sangat tidak
memadai untuk menerangkan proses pemerolejhan bahasa. Sebab masukan data
linguistiknya sangat sedikit untuk membangkitkan rumus-rumus linguistic. pada bagian akhir subpokok bahasan diketengahkan argumen-argumen
yang dikemukakan Chomsky dalam mempertahankan APB yang tertuang dalam bentuk
empat argumen, yakni (1) keunikan tata bahasa, (2) data masukan yang tidak
sempurna, (3) ketidakselarasan intelegensi, dan (4) kemudahan dan kecepatan
pemerolehan bahasa anak.
3)
Aliran
Mentalistik
Pada subpokok bahasan ini, kita telah membahas sejumlah
konsep pendapat-pendapat para teorisi mengenai bagaimana seseorang memahami dan
merespons terhadap apa-apa yang ada di alam semesta ini. Kita telah berbicara
mengenai pandangan-pandangan kaum mentalis dan kaum bahavioris, terutama dalam
kaitan dengan keterhubungan antara bahasa, ujaran dan pikiran. Menurut kaum
mentalis, seorang manusia dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda
dari badan (body) orang tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai
dua hal yang berinteraksi satu sama lain, yang salah sati di antaranya mungkin
menyebabkan atau mungkin mengontrol peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
bagian lainnya. Dalam kaitan dengan perilaku secara keseluruhan, pandangan ini
berpendapat bahwa seseorang berperilaku seperti yang mereka lakukan itu bisa
merupakan hasil perilaku badan secara tersendiri, seperti bernapas atau bisa
pula merupakan hasil interaksi antara badan dan pikiran. Mentalisme dapat
dibagi menjadi dua, yakni empirisme dan rasionalisme.
Kedua pendapat ini pun memiliki
pandangan-pandangan yang berbeda dalam memahami persoalan gagasan-gagasan batin
atau pengetahuan. Semua kaum mentalis bersepakat mengenai adanya akal dan bahwa
manusia memiliki pengetahuan dan gagasan di dalam akalnya. Meskipun demikian,
mereka tidak bersepakat dalam hal bagaimana gagasan-gagasan tersebut bisa ada
di dalam akal. Apakah gagasan-gagasan tersebut seluruhnya diperoleh dari
pengalaman (pendapat kaum empiris) atau gagasan-gagasan tersebut sudah ada di
dalam akal sejak lahir (gagasan kaum rasional). Bahkan di dalam kedua aliran
ini pun, terdapat perbedaan pendapat yang rinciannya akan kita bahas nanti.
Kemudian, diketengahkan pembahasan
mengenai empirisme. Dalam kaitan ini telah dibahas kenyataan bahwa kata empiris
dan empirisme telah berkembang menjadi dua istilah yang memiliki dua makna yang
berbeda. Setelah itu, dibahas pula isu lain yang mengelompokkan kaum empiris,
yakni isu yang berkenaan dengan pertanyaan apakah gagasan-gagasan di dalam akal
manusia yang membentuk pengetahuan bersifat universal atau umum di samping juga
bersifat fisik.
PENUTUP
- Kesimpulan
Teori/Aliran Behavioristiktujuan utama psikologi adalah
membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan sedikitpun tidak ada
hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah benda-benda atau hal-hal yang
diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus) dan gerak balas(respons)
Teori Kognitifberpandangan Menurut teori ini
bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang terpisah, melainkan salah satu diantara
beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif
Kaum mentalisberpendapat seorang manusia
dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda dari badan (body) orang
tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai dua hal yang
berinteraksi satu sama lain,
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dardjowidjojo,
Soenjono. 2010. Psikolinguistik Pengantar
Pemahaman Bahasa
Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mar’at,
Samsunuwiyati. 2009. Psikolingustik Suatu Pengantar. Jakarta: Refika Aditama.
http://prasastie.multiply.com/journal/item/38
[1]http://massofa.wordpress.com/2008/01/24/menengok-bahasan-psikolinguistik/
OLEH PAKDE SOFA
http.//www.scrib.com
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu masalah kompleks manusia, selain
berkenaan dengan masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah kegiatan
berbahasa.Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung
secara makanistik, tetapi juga berlangsung secara mentalistik. Artinya,
kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dengan proses atau kegiatan mental
(otak). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, studi
linguistik perlu dilengkapi dengan studi antardisiplin antara linguistik dan
psikologi, yang lazim disebut psikolinguistik.
Wundt adalah
Bapak Psikologi Eksperimen yang pertama kali membangun Laboratorium Psikologi
di Leipzig, Jerman pada abad ke-19. Di
samping itu, Wundt telah memperkenalkan apa yang pada waktu itu di sebut
Psikologi Bahasa (Psychologie Der Sprache) yang materinya tidak jauh
berbeda dengan apa yang dibahas dalam Psikolinguistik dewasa ini. Istilah
Psikolinguistik merupakan istilah lain dari Psikologi Bahasa yang muncul
setelah Perang Dunia Kedua.
Pada tahun
1900 Wundt menulis buku tentang psikolingistik yang berjudul ”Die Sprache” terdiri
atas dua jilid. Die Sprache inji merupakan bagian dari satu set buku karangan Wundt
yang berjudul ”Volker Psychologie”
(Psikologi Bangsa) yang membahas tentang kebudayaan, struktur sosial bahasa,
moral, dan lain-lain dari pelbagai bangsa yang berbeda di dunia. Isinya semacam
antropologi terhadap kebanyakan para psikolog yang tidak menyadari atau
mengetahuinya.
Dalam
bukunya itu, Wundt berusaha dengan keras mennabungkan dua aliran yang sangat
kuat pada abad ke-19, yaitu aliran idealisme atau rasionalisme dengan alirn
empirisme.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1.
Apakah
yang dimaksud dengan psikologi?
2.
Apakah
yang dimaksud dengan lingustik?
3.
Apakah
yang dimaksud dengan psikolinguistik?
4.
Aliran-aliran
apa sajakah yang terdapat dalam psikolinuistik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Psikologi
Secara etimologi kata psikologi
berasal dari bahasa Yunani Kuno psyche dan logos. kata psyche
berarti jiwa, roh, atau sukma, sedangkan kata logos berarti ilmu. Jadi,
secara harfiah berarti ilmu jiwa atau ilmu yang objek kajiannya adalah jiwa.
dulu ketika psikologi adalah ilmu yang mengkaji jiwa masih bisa dipertahankan.
Dalam kepustakaan pada tahun 50an nama ilmu jiwa lazim digunakan sebagai padanan
kata psikologi. Namun, kini istilah ilmu jiwa tidak digunakan lagi karena
bidang ilmu ini memang tidak meneliti jiwa, roh, atau sukma, sehingga istilah
itu kurang tepat.
Dalam perkembangan lebih lanjut,
psikologi lebih membahas atau mengkaji sisi – sisi manusia dari segi yang bisa
diamati. Kareba jiwa itu bersifat abstrak, sehingga tidak dapat diamati secara
empiris, padahal objek kajian setiap ilmu harus dapat diobservasi secara
indrawi. Dalam hal ini jiwa atau keadaan jiwa hanya bisa diamati melalui gejala
– gejalanya seperti orang yang sedih akan berlaku murung, dan orang yang
gembira tampak dari gerak – geriknya yang riang atau dari wajahnya yang binar –
binar. Meskipun demikian, kita juga sering mendapat kesulitan untuk mengetahui
keadaan jiwa seseorang dengan hanya melihat tingkah lakunya saja. Tidak jarang
kita jumpai seseorang yang sebenarnya sedih tetapi tetap tersenyum. Atau
seseorang yang sebenarnya jengkel atau marah tetapi tetap tenang atau malah
tertawa.
Walaupun besar gerak – gerik lahir seseorang
belum tentu menggambarkan keadaan jiwa yang sebanarnya, namun, secara
tradisional, psikologi lazim diartikan sebagai satu bidang ilmu yang mencoba
mempelajari perilaku manusia. Caranya adalah dengan mengkaji hakikat
rangsangan, hakikat reaksi terhadap rangsangan itu dan mengkaji hakikat proses
– proses akal yang berlaku sebelum reaksi itu terjadi. Para ahli psikologi
belakangan ini juga cenderung untuk menganggap psikologi sebagai suatu ilmu
yang mecoba mengkaji proses akal manusia dan segala manifestasinya yang
mengatur perilaku manusia itu. Tujuan pengkajian akal ini adalah untuk
menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol perilaku manusia.
Dalam perkembangannya, psikologi telah
menjadi beberapa aliran sesuai dengan paham filsafat yang dianut. Karena itulah
dikenal adanya psikologi yang mentalistik, yang bahavioristik, dan yang
kognitifistik.
Psikologi yang mentalistik melahirkan
aliran yang disebut psikologi kesadaran. Tujuan utama psikologi
kesadaran adalah mencoba mengkaji proses – proses akal manusia dengan cara
mengintrospeksi atau mengkaji diri. Oleh karena itu, psikologi kesadaran lazim
juga disebut psikologi introspeksionisme. Psikologi ini merupakan suatu
proses akal dengan cara melihat kedalam diri sendiri setelah suatu rangsangan
terjadi.
Psikologi yang behavioristik melahirkan
aliran yang disebut psikologi perilaku. Tujuan utama psikologi perilaku
ini adalah mencoba mengkaji perilaku manusia yang berupa reaksi apabila suatu
rangsangan terjadi, dan selanjutnya bagaimana mengawasi dan mengontrol perilaku
itu. Para pakar psikologi behavioristik ini tidak berminat mengkaji proses –
proses akal yang membangkitkan perilaku tersebut karena proses – proses akal
ini tidak dapat diamati atau diobservasi secara langsung. Jadi, para pakar
psikologi perilaku ini tidak mengkaji ide – ide, pengertian, kemauan,
keinginan, maksud, pengharapan, dan segala mekanisme fisiologi. Yang dikaji
hanyalah peristiwa – peristiwa yang dapat diamati, yang nyata dan konkret,
yaitu kelakuan atau tingkah laku manusia.
Psikologi yang kognitifistik dan lazim
disebut psikologi kognitif mencoba mengkaji proses–proses kognitif
manusia secara ilmiah. Yang dimaksud kognitif adalah proses–proses akal
(pikiran, berpikir) manusia yang bertanggung jawab mengatur pengalaman dan
perilaku manusia. Hal utama yang dikaji oleh psikologi kognitif adalah
bagaimana cara manusia memperoleh, menafsirkan, mengatur, menyimpan,
mengeluarkan, dan menggunakan pengetahuannya, termasuk perkembangan dan
penggunaan pengetahuan bahasa. Perbedaannya dengan psikologi kesadaran adalah
bahwa menurut paham mentalisme proses–proses akal itu berlangsung setelah
terjadinya rangsangan. Sedangkan menurut psikologi kognitif proses– proses akal
itu dapat terjadi karena adanya kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih
dahulu.kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih dahulu. Perilaku
yang muncul sebagai hasil proses akal seperti ini disebut perilaku atau
tindakan bertujuan sebagai hasil kreativitas organisme manusia itu sendiri.
Psikologi sangat berkaitan erat dengan
kehidupan manusia dalam segala kegiatannya yang sangat luas. Oleh karena itu,
muncullah berbagai cabang psikologi yang diberi nama sesuai dengan
penarapannya. Diantara cabang–cabang itu adalah psikologi sosial, psikologi
perkembangan, psikologi klinik, psikologi komunikasi, dan psikologi bahasa.
B. Linguistik
Secara umum linguistik lazim
diartikan sebagai ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek
kajiannya. Pakar linguistik disebut lingui, dalam bahasa inggris juga
berarti orang yang mahir menggunakan beberapa bahasa, selain bermakna pakar
linguistik. Seseorang linguis mempelajari bahasa bukan dengan tujuan utama
untuk mahir menggunakan bahasa itu, melainkan untuk mengetahui secara mendalam mengenai
kaidah – kaidah struktur bahasa, beserta dengan berbagai aspek dan segi yang
menyangkut bahasa itu. Andaikata si linguis ingin memahirkan penggunaan bahasa
bahasa itu tentu juga tidak ada salahnya. Bahkan akan menjadi lebih baik.
Sebaiknya, seseorang yang mahir dan lancar dalam menggunakan beberapa bahasa,
belum tentu dia seorang linguis kalau dia tidak mendalami teori tentang bahasa.
Orang seperti ini lebih tepat disebut seorang poliglot ”berbahasa
banyak”, sebagai dikotomi dari monoglot ”berbahasa satu”.
Kalau dikatakan bahwa linguistik atu
adalah ilmu yang objek kajiannya adalah bahaasa, sedangkan bahasa itu sendiri
merupakan fenomena yang hadir dalam segala aktivitas kehidupan manusia, maka
linguistik itu pun menjadi sangat luas bidang kajiannya. Oleh karena itu, kita
bisa lihat adanya berbagai cabang linguistik yang dibuat berdasarkan berbagai
kriteria atau pandangan. Secara umum pembidangan linguistik itu adalah sebagai
berikut.
- Menurut objek kajian, linguistik dapat dibagi atas
dua cabang besar, yaitu linguistik mikro dan linguistik makro.
Objek kajian linguistik mikro adalah struktur internal bahasa itu sendiri,
mencakup struktur fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Sedangkan
objek kajian linguistik makro adlah bahasa dalam hubungannya dengan faktor
di luar bahasa seperti faktor sosiologis, psikologis, antropologi, dan
neurologi. Berkaitan dengan faktor – faktor di luar bahasa itu muncullah
bidang – bidang seperti sosiologistik, psikologistik, neurolinguistik dan
etnolinguistik. Disini, linguistik dipandang sebagai disiplin utama,
sedangkan ilmu-ilmu lain sebagai disiplin bawahan. - Menurut tujuan kajiannya, linguistik dapat dibedakan
atas dua bidang besaar yaitu linguistik teoteris dan linguistik
terapan. Kajian teoteris hanya ditujukan untuk mencari atau menentukan
teori – teori linguistik. Hanya untuk membuat kaidah – kaidah linguistik
secara deskriptif. Sedangkan kajian terapan ditujukan untuk menerapkan
kaidah – kaidah linguistik dalam kegiatan praktis, seperti dalam
pengajaran bahasa, penerjemahan, penyusunan kamus, dan sebagainya. - Adanya yang disebut linguistik sejarah dan sejarah
linguistik. Linguistik sejarah mengkaji perkembangan dan perubahan suatu
bahasa atau sejumlah bahasa, baik dengan diperbandingkan maupun tidak.
Sejarah linguiatik mengkaji perkembangan ilmu linguistik, baik mengenai
tokoh – tokohnya, aliran – aliran teorinya, maupun hasil – hasil kerjanya.
Dalam kaitannya dengan psikologi,
linguistik lazim diartikan sebagai ilmu yang muncoba mempelajari hakikat
bahasa, atruktur bahasa, bagaimana bahasa itu diperoleh, bagaimana bahasa itu
bekerja, dan bagaimana bahasa itu berkembang. Dalam konsep ini tampak bahwa
yang namanya psikolinguistik dianggap sebagai cabang dari linguistik, sedangkan
linguistik itu sendiri dianggap sebagai cabang dari psikologi.
C. Psikolinguistik
Psikolinguistik terbentuk dari kata
psikologi dan kata linguistic, yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing
– masing berdiri sendiri, dengan prosedur dan metode yang berlainan. Namun,
keduanya sama – sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya materinya
yang berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji
perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Dengan demikian cara dan tujuannya
juga berbeda.
Meskipun cara dan tujuan berbeda,
tetapi banyak juga bagian – bagian objeknya yang dikaji dengan cara yang sama
dan dengan tujuan yang sama, tetapi dengan teori yang berlainan. Hasil kajian
kedua disiplin ini pun banyak yang sama, meskipun tidak sedikit yang berlainan.
Oleh karena itulah, telah lama dirasakan perlu adanya kerja sama di antara
kedua disiplin ini untuk mengkaji bahasa dan hakikat bahasa. Dengan kerja sama
kedua disiplin itu diharapkan akan diperoleh hasil kajian yang lebih baik dan
lebih bermanfaat.
Sebagai hasil kerjasama yang baik,
lebih terarah, dan lebih sistematis diantara kedua ilmu itu, lahirlah satu
disiplin ilmu baru yang disebut psikolinguistik, sebagai ilmu
antardisiplin antara psikologi dan linguistik. Istilah psikolinguistik
itu sendiri baru lahir tahun 1945, yakni tahun terbitnya buku psycholinguistics
: A Survey of Theory and Reserch Problems yang disunting oleh Charles E.
Osgood dan Thomas A. sebeok, di Bloomington, Amerika Serikat.
Psikolinguistik mencoba menguraikan
proses – proses psikologi yang berlangsung
jika seseorang
mengucapkan kalimat – kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan
bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia (Slobin, 1974; Meller,
1964; Slama Cazahu, 1973). Maka secara teoteris tujuan utama psikolinguistik
adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan
secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemeerolehannya. Dengan
kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan
bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada
waktu memahami kalimat– kalimat dalam pertuturan itu.
Dalam prakteknya psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan
psikologi pada masalah – masalah seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa,
pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan
kemultibahasaan, penyakit bertutur seperti afasia, gagap, dan sebagainya; serta
masalah – masalah sosial lain yang menyangkut bahasa, seperti bahasa dan
pendidikan,
bahasa dan pembangunan nusa dan bangsa.
D. Sejarah Perkembangan Psikolnguistik
Istilah psikolinguistik
baru muncul pada tahun 1954 dalam buku Thomas A. Sebeok dan Charles E.
Osgood yang berjudul Pshycolinguiatics: A Survey of Theory and
Research Problems, namun sebenarnya sejak zaman panini, ahli bahasa
dari India, dan Sokrates ahli filsafat dari Yunani, pengkajian bahasa telah
dilakukan orang. Kajian mereka tidak terlepas dari paham/aliran filsafat yang
mereka anut, karena filsafat merupakan induk dari semua disiplin ilmu.
Pada abad yang lalu terdapat dua aliran
filsafat yang saling bertentangan dan saling memengaruhi perkembangan
linguistik dan psikologi. Yang pertama adalah aliran empirisme yang erat
kaitannya dengan psikologi asosiasi. Aliran empirisme melakukan kajian terhadap
data empiris atau objek yang dapat diobservasi dengan cara menganalisis unsur –
unsur pembentukannya sampai yang sekecil – kecilnya. Oleh karena itu, aliran
ini disebut bersifat atomistik, dan lazim dikaitkan dengan asosianisme dan
positivisme.
Aliran kedua dikenal dengan nama rasionalisme.
Aliran ini mengkaji akal sebagai satu keseluruhan dan menyatakan bahwa faktor –
faktor yang ada dalam akal inilah yang patut diteliti untuk bisa memahami
perilaku manusia itu. Oleh karena itu, aliran ini disebut bersifat holistik,
dan biasa dikaitkan dengan paham nativisme, idealisme, dan
mentalisme.
Psikolinguistik bermula dari adanya
pakar linguistik yang berminat pada psikologi, dan adanya pakar psikologi yang
berkecimpung dalam linguistik. Dilanjutkan dengan adanya kerjasama antara pakar
linguistik dan pakar psikologi, dan kemudian muncullah pakar – pakar
psikolinguistik sebagai disiplin mandiri.
a. Psikologi dalam
Linguistik
Dalam sejarah linguistik ada sejumlah
pakar linguistik yang menaruh perhatian besar pada psikologi. Von Humboldt
(1767-1835), pakar linguistik berkebangsaan Jerman telah mencoba mengkaji
hubungan antara bahasa (linguistik) dengan pemikiran manusia (psikologi).
Caranya, dengan membandingkan tata bahasa dari bahasa – bahasa yang berlainan
dengan tabiat – tabiat bangsa – bangsa penutur itu. Von Humboldt sangat
dipengaruhi oleh aliran rasionalisme. Dia menganggap bahasa bukanlah sesuatu
yang sudah siap untuk dipotong – potong dan diklasifikasikan seperti aliran
empirisme. Menurut Von Humboldt bahasa itu merupakan satu kegiatan yang
memiliki prinsip – prinsip sendiri.
Ferdinand de Saussure (1858-1913),
pakar linguistik berkembangsaan Swiss, telah berusaha menerangkan apa
sebenarnya bahassa itu (linguistik) dan bagaimana keadaan bahasa itu dalam otak
(psikologi). Beliau memperkenalkan tiga istilah tentang bahasa yaitu langage
(bahasa pada umumnya yang bersifat abstrak), langue (bahasa tertentu
yang bersifat abstrak), dan parole (bahasa sebagai tuturan yang bersifat
konkret). Dia menegaskan objek kajian linguistik adalah langue.,
sedangkan objek kajian psikologi adalah parole. Ini berarti, kalau ingin
mengkaji bahasa secara lengkap, maka kedua disiplin, yakni linguistik dan
psikologi harus digunakan. Hal ini dikatakannya karena dia menganggap segala
sesuatu yang ada dalam bahasa itu pada dasarnya bersifat psikologis.
Edward Sapir (1884-1939), pakar
linguistik dan antropologi bangsa Amerika, telah mengikutsertakan psikologi
dalam pengkajian bahasa. Menurut Sapir, psikologi dapat memberikan dasar ilmiah
yang kuat dalam pengkajian bahasa. Beliau juga mencoba mengkaji hubungan bahasa
(linguistik) dengan pemikiran (psikologi). Dari kajian itu beliau berkesimpulan
bahwa bahasa, terutama strukturnya, merupakan unsur yang menentukan struktur
pemikiran manusia. Beliau juga menekankan bahwa linguistik dapat memberikan
sumbangan yang penting kepada psikologi Gestalt, dan sebaliknya psikologi
Gestalt dapat membantu disiplin linguistik.
b. Linguistik
dalam Psikologi
Dalam sejarah perkembangan psikologi
ada sejumlah pakar psikologi yang menaruh perhatian pada linguistik. John Dewey
(1859-1952), pakar psikologi berkebangsaan Amerika, seorang empirisme murni.
Beliau telah mengkaji bahasa dan perkembangannya dengan cara menafsirkan
analisis linguistik bahasa kanak – kanak berdasarkan prinsip – prinsip
psikologi. Umpamanya, beliau menyarankan agar penggolongan psikologi akan kata
– kata yang diucapkan kanak – kanak dilakukan berdasarkan makna seperti yang
dipahami kanak – kanak, dan bukan seperti yang dipahami orang dewasa dengan
bentuk – bentuk tata bahasa orang dewasa. Dengan cara ini, maka berdassarkan
prinsip – prinsip psikologi akan dapat ditentukan hubungan antara kata – kata
berkelas adverbia dan preposisi disatu pihak dengan kata – kata berkelas nomina
dan adjektiva dipihak lain. Jadi, dengan pengkajian kelas kata berdasarkan
pemahaman kanak – kanak kita akan dapat menentukan kecenderungan akal (mental)
kanak – kanak yang dihubungkan dengan perbedaan – perbedaan linguistik.
Pengkajian seperti ini, menurut Dewey, akan memberi bantuan yang besar kepaada
psikologi bahasa pada umumnya.
Watson (1878-1958), ahli psikologi
behaviorisme berkebangsaan Amerika. Beliau menempatkan perilaku atau kegiatan
berbahasa sama dengan perilaku atau kegiatan lainnya, seperti makan, berjalan,
dan melompat. Pada mulanya Watson hanya menghubungkan perilaku berbahasa yang
implisit, yakni yang terjadi didalam pikiran, dengan yang eksplisit, yakni yang
berupa tuturan. Namun, kemudian dia menyamakan perilaku berbahasa itu dengan
teori stimulus-respons yang dikembangkan oleh Povlov. Maka, penyamaan
ini memperlakukan kata – kata sama dengan benda – benda lain sebagai respons
dari suatu stimulus.
Weiss, ahli psikolodi behaviorisme Amerika. Beliau mengakui adanya aspek mental
dalm bahasa. Namun, karena wujudnya tidak memiliki kekuatan bentuk fisik, maka
wujudnya itu sukar dikaji atau ditunjukkan. Oleh karena itu, Weiss lebih
cenderung mengatakan bahwa bahasa itu sebagai satu bentuk perilaku apabila
seseorang menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosialnya. Weiss adalah salah
seorang tokoh yang terkemuka yang telah merintis jalan kearah lahirnya
psikolinguistik. Karena dialah yang telah berhasil mengubah Bloomfield dari
penganut aliran mentalistik menjadi penganut aliran behaviorisme. Weiss juga
telah mengemukakan sejumlah masalah yang harus dipecahkan oleh linguistik dan
psikologi yang dilihat dari sudut behaviorisme. Di antara masalah – masalah itu
adalah sebagai berikut :
- Bahasa merupakan satu kumpulan respons yang
jumlahnya tidak terbatas terhadap suatu stimulus. - Pada dasarnya perilaku bahasa menyatukan anggota
suatu masyarakat ke alam organisasi gerak saraf. - Perilaku bahasa adalah sebuah alat untuk mengubah
dan meragam-ragamkan kegiatan seseorang sebagai hasil warisan dan hasil
perolehan. - Bahasa dapat merupakan stimulus terhadap satu
respons, atau merupakan satu respons terhadap satu stimulus. - Respons bahasa sebagai satu stimul pengganti untuk
benda dan keadaan yang sebenarnya memungkinkan kita untuk memunculksn
kembali suatu hal yang pernah terjadi, dan menganalisis kejadian ini dalam
bagian – bagiannya.
c. Kerjasama
Psikologi dan Linguistik
Kerjasama secara langsung antara
linguistik dan psikologi sebanarnya sudah dimulai sejak 1860 yaitu, oleh Heyman
Steintthal, seorang ahli psikologi yang beralih menjadi ahli linguistik, dan
Moriz Lazarus seorang ahli linguistik yang beralih menjadi ahli psikologi
dengan menrbitkan sebuah jurnal yang khusus membicarakan masalh psikologi
bahasa dari sudut linguistik dan psikologi.
Dasar – dasar psikolinguistik menurut
beberapa pakar didalam buku yang disunting oleh Osgood dan Sebeok diatas adalah
berikut ini :
- Psikolinguistik adalah satu teori linguistik
berdasarkan bahasa yang dianggap sebagai sebuah sistem elemen yang saling
berhubungan erat. - Psokolinguistik adalah satu teori pembelajaran
(menurut teori behaviorisme) berdasarkan bahasa yang dianggapnsebagainsatu
sistem tabiat dan kemampuan yang menghubungkan isyarat dengan perilaku. - Psikolinguistik adalah satu teori informasi yang
menganggap bahasa sebagai sebuah alat untuk menyampaikan suatu benda.
d. Tiga Generasi
dalam Psikolinguistik
1. Psikolinguistik
Generasi pertama
Psikolinguistik generasi pertama adalah
psikolinguistik dengan para pakar yang menulis artikel dalam kumpulan karangan
berjudul psycholinguistics: A Survey of Theory and Reserch Problems yang
disunting oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. Sebeok. Titik pandang Osgood dan
Sebeok berkaitan erat dengan aliran behaviorisme (aliran perilaku) atau lebih
tepat lagi aliran neobehaviorisme. Teori – teori ini mengidentifikasikan bahasa
sebagai stu sistem respon yang langsung dan tidak langsung terhadap stimulus
verbal dan nonverbal. Orientasi stimulus respons ini adalah orientasi
psikologi.
Tokoh lain dari generasi pertama ini adalah L. Bloomfield. Beliau adalah tokoh
linguistik Amerika yang menerima dan menerapkan teori – teori behaviorisme
dalam analisis bahaa. Teknik analisis bahasa dan pandangannya tentang hakikat
bahasa sama dengan pandangan dan teori psikolinguistik perilaku.
Manusia yang normal sejak lahir telah
dilengkapi dengan kemampuan belajar. Oleh sebab itu, kemampuan berbahasa
didapat atau dicapai melalui proses belajar. Hal ini menunjukkan bahwa itu
harus dipelajari. Dengan kata lain, kemampuan berbahasa adalah satu kemampuan
hasil belajar, dan bukan sebagai sesuatu yang diwarisi.
Tokoh lain dari psikolinguistik
generasi pertama, dan yang dianggap sebagai tokoh utama adalah B. F. Skonner.
Beliau menjadi tokoh yang kemudian ditentang oleh Noam Chomsky yang menganut
aliran kognitif dalam proses berbahasa. Namun, teori – teori Skinner inilah
yang dianut oleh teori – teori linguistik aliran Bloomfield.
2. Psikolinguistik
Generasi Kedua
Karena pada psikolinguiatik generasi pertama tidak menjawab banyak masalah
proses berbahasa, dan teori – teori itu kekurangan daya penjelas, maka diperlukan
teori yang lain dalam psikolinguistik. Lahirlah teori –teori psikolinguiatik
generasi kedua, dengan dua tokoh utamanya yakni Noam Chomsky dan George Miller.
Menurut Mehler dan Noizet, psikolinguistik generasi kedua
telah dapat mengatasi ciri – ciri atomistik dari psikolinguistik Osgood-Sebeok.
Psikolinguistik generasi kedua berpendapat bahwa dalam proses berbahasa
bukanlah butir – butir bahasa yang diperoleh, melainkan kaidah dan sistem
kaidahlah yang diperoleh.
3. Psikolinguistik
Generasi Ketiga
Kelahiran psikolinguistik generasi ketiga ini oleh G.
Werstch dalam bukunya Two Problems for the New Psycholinguistics diberi
nama New Psycholinguistics.Ciri – ciri psikolinguistik generasi
ketiga ini adalah sebagai berikut :
Pertama,
orientasi mereka kepada psikologi, tetapi bukan psikologi perilaku. Mereka
berorientasi kepada psikologi seperti yang dikemukakan oleh Fresse dan Al
Vallon dari perancis, dan mungkin juga kepada psikologi aktivitas dari Uni
Sovyet atau seperti ditekankan oleh G. Werstch bahwa terjadi proses yang
serempak dari informasi linguistik dan psikologi.
Kedua,
keterlepasan mereka dari kerangka psikolinguistik kalimat dan keterlibatan
dalam psikolinguistik yang berdasarkan situasi dan konteks. Ini berarti,
analisis psikolinguistik bbukan lagi menentukan kalimat hubungan antara
struktur gramatikal dan kaidah semantik model Noam Chomsky dengan teori
generatif transformasinya, tetapi hubungan ini diperluas dengan memperhitungkan
situasi dan konteks.
Ketiga,
adanya satu pergeseran dari analisis mengenai proses ujaran yang abstrak ke
satu analisis psikologis mengenai komunikasi dan pikiran. Pergeseran dari
ujaran yang abstrak ke komunikasi dan pikiran ini dikemukakan oleh J. S. Bruner
dalam artikelnya berjudul Frol Communication to Language yang dimuat dalam
Cognition tahun 1974-5.
Ketiga
ciri utama dari psikolinguistik generasi ketiga ini menunjukkan telah
terjadinya satu peningkatan kualitatif dalam perkembangan psikolinguistik di negara
– negara Barat. Namun, menurut Leontive (1981) dibandingkan dengan perkembangan
linguistik di Eropa, maka osikolinguistik di Rusia sudah lebih dulu berkembang
karena sejak awal psikolinguistik di Rusia telah memperhitungkan jurus
komunikasi dan pikiran dalam analisas psikolinguistik.
E. Aliran-aliran Psikolinguistik
1)
Aliran
Behavioristik
Teori Behavioristik pertama kali dimunculkan oleh Jhon
B.Watson (1878-1958). Dia adalah seorang ahli psikologi berkebangsaan
amerika. Dia mengembangkan teori Stimulus-Respons Bond (S – R Bond) yang telah
diperkenalkan oleh Ivan P.Pavlov. Menurut teori ini tujuan utama
psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan
sedikitpun tidak ada hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah
benda-benda atau hal-hal yang diamati secara langsung, yaitu rangsangan
(stimulus) dan gerak balas(respons) [1][1].
Eksperimen yang dilakukan oleh Watson dalam membuktikan
kebenaran teori behaviorismenya terhadap manusia adalah percobaan terhadap bayi
yang bernama albert berusia 11 tahun dan tikus putih. Dimana kesimpulan
akhirnya adalah pelaziman dapat merubah prilaku seseorang secara nyata.
Dalam pembelajaran yang didasarkan pada hubungan stimulus
respon, Watson mengemukakan dua hal penting:
1.Recency
Principle(prinsip
kebaruan)
Yaitu Jika suatu stimulus baru saja menimbulkan respons,
maka kemungkinan stimulus itu untuk menimbulkan respons yang sama apabila
diberikan umpan lagi akan lebih besar daripada kalau stimulus itu diberikan
umpan setelah lama berselang.
2.Frequency Principle(prinsip frekuensi)
Menurut prinsip ini apabila suatu stimulus dibuat lebih
sering menimbulkan satu respons, maka kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan
respons yang sama pada waktu yang lain akan lebih besar.
Selain itu. Watson mengatakan bahwa keyakinan pada adanya
kesadaran berkaitan dengan keyakinan masa-masa nenek moyang mengenai tahayul.
Magis-magis senantiasa hidup. Konsep-konsep warisan masa praberadab ini telah
membuat kebangkitan dan pertumbuhan psikologis ilmiah menjadi sangat sulit.
Kriteria Watson dalam menentukan apakah sesuatu itu ada atau tidak ada adalah
berdasarkan apakah hal tersebut dapat diamati atau tidak dapat diamati.
Selanjutnya Bell (1981:24)
mengungkapkan pandangan aliran behaviorisme yang dianggap sebagai jawaban atas
pertanyaan bagaimanakah sesungguhnya manusia memelajari bahasa, yaitu:
1. Dalam upaya
menemukan penjelasan atas proses pembelajaran manusia, hendaknya para ahli
psikologi memiliki pandangan bahwa hal-hal yang dapat diamati saja yang akan
dijelaskan, sedangkan hal-hal yang tidak dapat diamati hendaknya tidak
diberikan penjelasan maupun membentuk bagian dari penjelasan.
2. Pembelajaran
itu terdiri dari pemerolehan kebiasaan, yang diawali dengan peniruan.
3. Respon yang
dianggap baik menghasilkan imbalan yang baik pula.
4. Kebiasaan
diperkuat dengan cara mengulang-ulang stimuli dengan begitu sering sehingga
respon yang diberikan pun menjadi sesuatu yang bersifat otomatis.
2)
Aliran
Kognitif
Menurut teori ini bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang
terpisah, melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari
kematangan kognitif. Bahasa di instruksikan oleh nalar. Perkembangan bahasa
harus berlandaskan pada percobaan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam
kognisi. Jadi urutan-urutan perkembnagan kognitif menentukan perkembangan
bahasaMenurut teori kognitif yang utama sekali harus dicapai adalah
perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk
keterampilan berbahasa semenjak lahir sampai umur 18 bulan bahasa belum ada, si
anak memahami dunia melalui indranya.
Adapun tokoh yang terkenal dengan teori kognitif ini adalah Noam
Chomsky menyatakan bahwa manusia dilahirkan dengan akal yang berisi
pengetahuan batin yang berkait dengan sejumlah bidang yang berbeda-beda. Salah
satu dari pengetahuan tersebut berkait dengan bahasa. Chomsky menyebut
pengetahuan batin yang berkait dengan bahasa ini sebagai Language
Acquisition Device atau yang lebih populer sebagai LAD, yang dalam modul
disebut sebagai Alat Pemerolehan Bahasa atau APB. Chomsky berpendapat
bahwa daya-daya dalam bidang yang berbeda yang disebut di atas, relatif mandiri
satu sama lain. Artinya tidak saling berkait. Bahkan dalam kaitan dengan
pemerolehan bahasa, Chomsky berpendapat bahwa bagi pemerolehan bahasa,
pengetahuan batin saja sudah cukup dan pengetahuan matematis serta pengetahuan
logika tidak diperlukan dalam kegiatan ini.
Masih menurut Chomsky behaviorisme (S-R), sangat tidak
memadai untuk menerangkan proses pemerolejhan bahasa. Sebab masukan data
linguistiknya sangat sedikit untuk membangkitkan rumus-rumus linguistic. pada bagian akhir subpokok bahasan diketengahkan argumen-argumen
yang dikemukakan Chomsky dalam mempertahankan APB yang tertuang dalam bentuk
empat argumen, yakni (1) keunikan tata bahasa, (2) data masukan yang tidak
sempurna, (3) ketidakselarasan intelegensi, dan (4) kemudahan dan kecepatan
pemerolehan bahasa anak.
3)
Aliran
Mentalistik
Pada subpokok bahasan ini, kita telah membahas sejumlah
konsep pendapat-pendapat para teorisi mengenai bagaimana seseorang memahami dan
merespons terhadap apa-apa yang ada di alam semesta ini. Kita telah berbicara
mengenai pandangan-pandangan kaum mentalis dan kaum bahavioris, terutama dalam
kaitan dengan keterhubungan antara bahasa, ujaran dan pikiran. Menurut kaum
mentalis, seorang manusia dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda
dari badan (body) orang tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai
dua hal yang berinteraksi satu sama lain, yang salah sati di antaranya mungkin
menyebabkan atau mungkin mengontrol peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
bagian lainnya. Dalam kaitan dengan perilaku secara keseluruhan, pandangan ini
berpendapat bahwa seseorang berperilaku seperti yang mereka lakukan itu bisa
merupakan hasil perilaku badan secara tersendiri, seperti bernapas atau bisa
pula merupakan hasil interaksi antara badan dan pikiran. Mentalisme dapat
dibagi menjadi dua, yakni empirisme dan rasionalisme.
Kedua pendapat ini pun memiliki
pandangan-pandangan yang berbeda dalam memahami persoalan gagasan-gagasan batin
atau pengetahuan. Semua kaum mentalis bersepakat mengenai adanya akal dan bahwa
manusia memiliki pengetahuan dan gagasan di dalam akalnya. Meskipun demikian,
mereka tidak bersepakat dalam hal bagaimana gagasan-gagasan tersebut bisa ada
di dalam akal. Apakah gagasan-gagasan tersebut seluruhnya diperoleh dari
pengalaman (pendapat kaum empiris) atau gagasan-gagasan tersebut sudah ada di
dalam akal sejak lahir (gagasan kaum rasional). Bahkan di dalam kedua aliran
ini pun, terdapat perbedaan pendapat yang rinciannya akan kita bahas nanti.
Kemudian, diketengahkan pembahasan
mengenai empirisme. Dalam kaitan ini telah dibahas kenyataan bahwa kata empiris
dan empirisme telah berkembang menjadi dua istilah yang memiliki dua makna yang
berbeda. Setelah itu, dibahas pula isu lain yang mengelompokkan kaum empiris,
yakni isu yang berkenaan dengan pertanyaan apakah gagasan-gagasan di dalam akal
manusia yang membentuk pengetahuan bersifat universal atau umum di samping juga
bersifat fisik.
PENUTUP
- Kesimpulan
Teori/Aliran Behavioristiktujuan utama psikologi adalah
membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan sedikitpun tidak ada
hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah benda-benda atau hal-hal yang
diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus) dan gerak balas(respons)
Teori Kognitifberpandangan Menurut teori ini
bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang terpisah, melainkan salah satu diantara
beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif
Kaum mentalisberpendapat seorang manusia
dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda dari badan (body) orang
tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai dua hal yang
berinteraksi satu sama lain,
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dardjowidjojo,
Soenjono. 2010. Psikolinguistik Pengantar
Pemahaman Bahasa
Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mar’at,
Samsunuwiyati. 2009. Psikolingustik Suatu Pengantar. Jakarta: Refika Aditama.
http://prasastie.multiply.com/journal/item/38
[1]http://massofa.wordpress.com/2008/01/24/menengok-bahasan-psikolinguistik/
OLEH PAKDE SOFA
http.//www.scrib.com
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu masalah kompleks manusia, selain
berkenaan dengan masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah kegiatan
berbahasa.Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung
secara makanistik, tetapi juga berlangsung secara mentalistik. Artinya,
kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dengan proses atau kegiatan mental
(otak). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, studi
linguistik perlu dilengkapi dengan studi antardisiplin antara linguistik dan
psikologi, yang lazim disebut psikolinguistik.
Wundt adalah
Bapak Psikologi Eksperimen yang pertama kali membangun Laboratorium Psikologi
di Leipzig, Jerman pada abad ke-19. Di
samping itu, Wundt telah memperkenalkan apa yang pada waktu itu di sebut
Psikologi Bahasa (Psychologie Der Sprache) yang materinya tidak jauh
berbeda dengan apa yang dibahas dalam Psikolinguistik dewasa ini. Istilah
Psikolinguistik merupakan istilah lain dari Psikologi Bahasa yang muncul
setelah Perang Dunia Kedua.
Pada tahun
1900 Wundt menulis buku tentang psikolingistik yang berjudul ”Die Sprache” terdiri
atas dua jilid. Die Sprache inji merupakan bagian dari satu set buku karangan Wundt
yang berjudul ”Volker Psychologie”
(Psikologi Bangsa) yang membahas tentang kebudayaan, struktur sosial bahasa,
moral, dan lain-lain dari pelbagai bangsa yang berbeda di dunia. Isinya semacam
antropologi terhadap kebanyakan para psikolog yang tidak menyadari atau
mengetahuinya.
Dalam
bukunya itu, Wundt berusaha dengan keras mennabungkan dua aliran yang sangat
kuat pada abad ke-19, yaitu aliran idealisme atau rasionalisme dengan alirn
empirisme.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1.
Apakah
yang dimaksud dengan psikologi?
2.
Apakah
yang dimaksud dengan lingustik?
3.
Apakah
yang dimaksud dengan psikolinguistik?
4.
Aliran-aliran
apa sajakah yang terdapat dalam psikolinuistik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Psikologi
Secara etimologi kata psikologi
berasal dari bahasa Yunani Kuno psyche dan logos. kata psyche
berarti jiwa, roh, atau sukma, sedangkan kata logos berarti ilmu. Jadi,
secara harfiah berarti ilmu jiwa atau ilmu yang objek kajiannya adalah jiwa.
dulu ketika psikologi adalah ilmu yang mengkaji jiwa masih bisa dipertahankan.
Dalam kepustakaan pada tahun 50an nama ilmu jiwa lazim digunakan sebagai padanan
kata psikologi. Namun, kini istilah ilmu jiwa tidak digunakan lagi karena
bidang ilmu ini memang tidak meneliti jiwa, roh, atau sukma, sehingga istilah
itu kurang tepat.
Dalam perkembangan lebih lanjut,
psikologi lebih membahas atau mengkaji sisi – sisi manusia dari segi yang bisa
diamati. Kareba jiwa itu bersifat abstrak, sehingga tidak dapat diamati secara
empiris, padahal objek kajian setiap ilmu harus dapat diobservasi secara
indrawi. Dalam hal ini jiwa atau keadaan jiwa hanya bisa diamati melalui gejala
– gejalanya seperti orang yang sedih akan berlaku murung, dan orang yang
gembira tampak dari gerak – geriknya yang riang atau dari wajahnya yang binar –
binar. Meskipun demikian, kita juga sering mendapat kesulitan untuk mengetahui
keadaan jiwa seseorang dengan hanya melihat tingkah lakunya saja. Tidak jarang
kita jumpai seseorang yang sebenarnya sedih tetapi tetap tersenyum. Atau
seseorang yang sebenarnya jengkel atau marah tetapi tetap tenang atau malah
tertawa.
Walaupun besar gerak – gerik lahir seseorang
belum tentu menggambarkan keadaan jiwa yang sebanarnya, namun, secara
tradisional, psikologi lazim diartikan sebagai satu bidang ilmu yang mencoba
mempelajari perilaku manusia. Caranya adalah dengan mengkaji hakikat
rangsangan, hakikat reaksi terhadap rangsangan itu dan mengkaji hakikat proses
– proses akal yang berlaku sebelum reaksi itu terjadi. Para ahli psikologi
belakangan ini juga cenderung untuk menganggap psikologi sebagai suatu ilmu
yang mecoba mengkaji proses akal manusia dan segala manifestasinya yang
mengatur perilaku manusia itu. Tujuan pengkajian akal ini adalah untuk
menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol perilaku manusia.
Dalam perkembangannya, psikologi telah
menjadi beberapa aliran sesuai dengan paham filsafat yang dianut. Karena itulah
dikenal adanya psikologi yang mentalistik, yang bahavioristik, dan yang
kognitifistik.
Psikologi yang mentalistik melahirkan
aliran yang disebut psikologi kesadaran. Tujuan utama psikologi
kesadaran adalah mencoba mengkaji proses – proses akal manusia dengan cara
mengintrospeksi atau mengkaji diri. Oleh karena itu, psikologi kesadaran lazim
juga disebut psikologi introspeksionisme. Psikologi ini merupakan suatu
proses akal dengan cara melihat kedalam diri sendiri setelah suatu rangsangan
terjadi.
Psikologi yang behavioristik melahirkan
aliran yang disebut psikologi perilaku. Tujuan utama psikologi perilaku
ini adalah mencoba mengkaji perilaku manusia yang berupa reaksi apabila suatu
rangsangan terjadi, dan selanjutnya bagaimana mengawasi dan mengontrol perilaku
itu. Para pakar psikologi behavioristik ini tidak berminat mengkaji proses –
proses akal yang membangkitkan perilaku tersebut karena proses – proses akal
ini tidak dapat diamati atau diobservasi secara langsung. Jadi, para pakar
psikologi perilaku ini tidak mengkaji ide – ide, pengertian, kemauan,
keinginan, maksud, pengharapan, dan segala mekanisme fisiologi. Yang dikaji
hanyalah peristiwa – peristiwa yang dapat diamati, yang nyata dan konkret,
yaitu kelakuan atau tingkah laku manusia.
Psikologi yang kognitifistik dan lazim
disebut psikologi kognitif mencoba mengkaji proses–proses kognitif
manusia secara ilmiah. Yang dimaksud kognitif adalah proses–proses akal
(pikiran, berpikir) manusia yang bertanggung jawab mengatur pengalaman dan
perilaku manusia. Hal utama yang dikaji oleh psikologi kognitif adalah
bagaimana cara manusia memperoleh, menafsirkan, mengatur, menyimpan,
mengeluarkan, dan menggunakan pengetahuannya, termasuk perkembangan dan
penggunaan pengetahuan bahasa. Perbedaannya dengan psikologi kesadaran adalah
bahwa menurut paham mentalisme proses–proses akal itu berlangsung setelah
terjadinya rangsangan. Sedangkan menurut psikologi kognitif proses– proses akal
itu dapat terjadi karena adanya kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih
dahulu.kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih dahulu. Perilaku
yang muncul sebagai hasil proses akal seperti ini disebut perilaku atau
tindakan bertujuan sebagai hasil kreativitas organisme manusia itu sendiri.
Psikologi sangat berkaitan erat dengan
kehidupan manusia dalam segala kegiatannya yang sangat luas. Oleh karena itu,
muncullah berbagai cabang psikologi yang diberi nama sesuai dengan
penarapannya. Diantara cabang–cabang itu adalah psikologi sosial, psikologi
perkembangan, psikologi klinik, psikologi komunikasi, dan psikologi bahasa.
B. Linguistik
Secara umum linguistik lazim
diartikan sebagai ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek
kajiannya. Pakar linguistik disebut lingui, dalam bahasa inggris juga
berarti orang yang mahir menggunakan beberapa bahasa, selain bermakna pakar
linguistik. Seseorang linguis mempelajari bahasa bukan dengan tujuan utama
untuk mahir menggunakan bahasa itu, melainkan untuk mengetahui secara mendalam mengenai
kaidah – kaidah struktur bahasa, beserta dengan berbagai aspek dan segi yang
menyangkut bahasa itu. Andaikata si linguis ingin memahirkan penggunaan bahasa
bahasa itu tentu juga tidak ada salahnya. Bahkan akan menjadi lebih baik.
Sebaiknya, seseorang yang mahir dan lancar dalam menggunakan beberapa bahasa,
belum tentu dia seorang linguis kalau dia tidak mendalami teori tentang bahasa.
Orang seperti ini lebih tepat disebut seorang poliglot ”berbahasa
banyak”, sebagai dikotomi dari monoglot ”berbahasa satu”.
Kalau dikatakan bahwa linguistik atu
adalah ilmu yang objek kajiannya adalah bahaasa, sedangkan bahasa itu sendiri
merupakan fenomena yang hadir dalam segala aktivitas kehidupan manusia, maka
linguistik itu pun menjadi sangat luas bidang kajiannya. Oleh karena itu, kita
bisa lihat adanya berbagai cabang linguistik yang dibuat berdasarkan berbagai
kriteria atau pandangan. Secara umum pembidangan linguistik itu adalah sebagai
berikut.
- Menurut objek kajian, linguistik dapat dibagi atas
dua cabang besar, yaitu linguistik mikro dan linguistik makro.
Objek kajian linguistik mikro adalah struktur internal bahasa itu sendiri,
mencakup struktur fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Sedangkan
objek kajian linguistik makro adlah bahasa dalam hubungannya dengan faktor
di luar bahasa seperti faktor sosiologis, psikologis, antropologi, dan
neurologi. Berkaitan dengan faktor – faktor di luar bahasa itu muncullah
bidang – bidang seperti sosiologistik, psikologistik, neurolinguistik dan
etnolinguistik. Disini, linguistik dipandang sebagai disiplin utama,
sedangkan ilmu-ilmu lain sebagai disiplin bawahan. - Menurut tujuan kajiannya, linguistik dapat dibedakan
atas dua bidang besaar yaitu linguistik teoteris dan linguistik
terapan. Kajian teoteris hanya ditujukan untuk mencari atau menentukan
teori – teori linguistik. Hanya untuk membuat kaidah – kaidah linguistik
secara deskriptif. Sedangkan kajian terapan ditujukan untuk menerapkan
kaidah – kaidah linguistik dalam kegiatan praktis, seperti dalam
pengajaran bahasa, penerjemahan, penyusunan kamus, dan sebagainya. - Adanya yang disebut linguistik sejarah dan sejarah
linguistik. Linguistik sejarah mengkaji perkembangan dan perubahan suatu
bahasa atau sejumlah bahasa, baik dengan diperbandingkan maupun tidak.
Sejarah linguiatik mengkaji perkembangan ilmu linguistik, baik mengenai
tokoh – tokohnya, aliran – aliran teorinya, maupun hasil – hasil kerjanya.
Dalam kaitannya dengan psikologi,
linguistik lazim diartikan sebagai ilmu yang muncoba mempelajari hakikat
bahasa, atruktur bahasa, bagaimana bahasa itu diperoleh, bagaimana bahasa itu
bekerja, dan bagaimana bahasa itu berkembang. Dalam konsep ini tampak bahwa
yang namanya psikolinguistik dianggap sebagai cabang dari linguistik, sedangkan
linguistik itu sendiri dianggap sebagai cabang dari psikologi.
C. Psikolinguistik
Psikolinguistik terbentuk dari kata
psikologi dan kata linguistic, yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing
– masing berdiri sendiri, dengan prosedur dan metode yang berlainan. Namun,
keduanya sama – sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya materinya
yang berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji
perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Dengan demikian cara dan tujuannya
juga berbeda.
Meskipun cara dan tujuan berbeda,
tetapi banyak juga bagian – bagian objeknya yang dikaji dengan cara yang sama
dan dengan tujuan yang sama, tetapi dengan teori yang berlainan. Hasil kajian
kedua disiplin ini pun banyak yang sama, meskipun tidak sedikit yang berlainan.
Oleh karena itulah, telah lama dirasakan perlu adanya kerja sama di antara
kedua disiplin ini untuk mengkaji bahasa dan hakikat bahasa. Dengan kerja sama
kedua disiplin itu diharapkan akan diperoleh hasil kajian yang lebih baik dan
lebih bermanfaat.
Sebagai hasil kerjasama yang baik,
lebih terarah, dan lebih sistematis diantara kedua ilmu itu, lahirlah satu
disiplin ilmu baru yang disebut psikolinguistik, sebagai ilmu
antardisiplin antara psikologi dan linguistik. Istilah psikolinguistik
itu sendiri baru lahir tahun 1945, yakni tahun terbitnya buku psycholinguistics
: A Survey of Theory and Reserch Problems yang disunting oleh Charles E.
Osgood dan Thomas A. sebeok, di Bloomington, Amerika Serikat.
Psikolinguistik mencoba menguraikan
proses – proses psikologi yang berlangsung
jika seseorang
mengucapkan kalimat – kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan
bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia (Slobin, 1974; Meller,
1964; Slama Cazahu, 1973). Maka secara teoteris tujuan utama psikolinguistik
adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan
secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemeerolehannya. Dengan
kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan
bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada
waktu memahami kalimat– kalimat dalam pertuturan itu.
Dalam prakteknya psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan
psikologi pada masalah – masalah seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa,
pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan
kemultibahasaan, penyakit bertutur seperti afasia, gagap, dan sebagainya; serta
masalah – masalah sosial lain yang menyangkut bahasa, seperti bahasa dan
pendidikan,
bahasa dan pembangunan nusa dan bangsa.
D. Sejarah Perkembangan Psikolnguistik
Istilah psikolinguistik
baru muncul pada tahun 1954 dalam buku Thomas A. Sebeok dan Charles E.
Osgood yang berjudul Pshycolinguiatics: A Survey of Theory and
Research Problems, namun sebenarnya sejak zaman panini, ahli bahasa
dari India, dan Sokrates ahli filsafat dari Yunani, pengkajian bahasa telah
dilakukan orang. Kajian mereka tidak terlepas dari paham/aliran filsafat yang
mereka anut, karena filsafat merupakan induk dari semua disiplin ilmu.
Pada abad yang lalu terdapat dua aliran
filsafat yang saling bertentangan dan saling memengaruhi perkembangan
linguistik dan psikologi. Yang pertama adalah aliran empirisme yang erat
kaitannya dengan psikologi asosiasi. Aliran empirisme melakukan kajian terhadap
data empiris atau objek yang dapat diobservasi dengan cara menganalisis unsur –
unsur pembentukannya sampai yang sekecil – kecilnya. Oleh karena itu, aliran
ini disebut bersifat atomistik, dan lazim dikaitkan dengan asosianisme dan
positivisme.
Aliran kedua dikenal dengan nama rasionalisme.
Aliran ini mengkaji akal sebagai satu keseluruhan dan menyatakan bahwa faktor –
faktor yang ada dalam akal inilah yang patut diteliti untuk bisa memahami
perilaku manusia itu. Oleh karena itu, aliran ini disebut bersifat holistik,
dan biasa dikaitkan dengan paham nativisme, idealisme, dan
mentalisme.
Psikolinguistik bermula dari adanya
pakar linguistik yang berminat pada psikologi, dan adanya pakar psikologi yang
berkecimpung dalam linguistik. Dilanjutkan dengan adanya kerjasama antara pakar
linguistik dan pakar psikologi, dan kemudian muncullah pakar – pakar
psikolinguistik sebagai disiplin mandiri.
a. Psikologi dalam
Linguistik
Dalam sejarah linguistik ada sejumlah
pakar linguistik yang menaruh perhatian besar pada psikologi. Von Humboldt
(1767-1835), pakar linguistik berkebangsaan Jerman telah mencoba mengkaji
hubungan antara bahasa (linguistik) dengan pemikiran manusia (psikologi).
Caranya, dengan membandingkan tata bahasa dari bahasa – bahasa yang berlainan
dengan tabiat – tabiat bangsa – bangsa penutur itu. Von Humboldt sangat
dipengaruhi oleh aliran rasionalisme. Dia menganggap bahasa bukanlah sesuatu
yang sudah siap untuk dipotong – potong dan diklasifikasikan seperti aliran
empirisme. Menurut Von Humboldt bahasa itu merupakan satu kegiatan yang
memiliki prinsip – prinsip sendiri.
Ferdinand de Saussure (1858-1913),
pakar linguistik berkembangsaan Swiss, telah berusaha menerangkan apa
sebenarnya bahassa itu (linguistik) dan bagaimana keadaan bahasa itu dalam otak
(psikologi). Beliau memperkenalkan tiga istilah tentang bahasa yaitu langage
(bahasa pada umumnya yang bersifat abstrak), langue (bahasa tertentu
yang bersifat abstrak), dan parole (bahasa sebagai tuturan yang bersifat
konkret). Dia menegaskan objek kajian linguistik adalah langue.,
sedangkan objek kajian psikologi adalah parole. Ini berarti, kalau ingin
mengkaji bahasa secara lengkap, maka kedua disiplin, yakni linguistik dan
psikologi harus digunakan. Hal ini dikatakannya karena dia menganggap segala
sesuatu yang ada dalam bahasa itu pada dasarnya bersifat psikologis.
Edward Sapir (1884-1939), pakar
linguistik dan antropologi bangsa Amerika, telah mengikutsertakan psikologi
dalam pengkajian bahasa. Menurut Sapir, psikologi dapat memberikan dasar ilmiah
yang kuat dalam pengkajian bahasa. Beliau juga mencoba mengkaji hubungan bahasa
(linguistik) dengan pemikiran (psikologi). Dari kajian itu beliau berkesimpulan
bahwa bahasa, terutama strukturnya, merupakan unsur yang menentukan struktur
pemikiran manusia. Beliau juga menekankan bahwa linguistik dapat memberikan
sumbangan yang penting kepada psikologi Gestalt, dan sebaliknya psikologi
Gestalt dapat membantu disiplin linguistik.
b. Linguistik
dalam Psikologi
Dalam sejarah perkembangan psikologi
ada sejumlah pakar psikologi yang menaruh perhatian pada linguistik. John Dewey
(1859-1952), pakar psikologi berkebangsaan Amerika, seorang empirisme murni.
Beliau telah mengkaji bahasa dan perkembangannya dengan cara menafsirkan
analisis linguistik bahasa kanak – kanak berdasarkan prinsip – prinsip
psikologi. Umpamanya, beliau menyarankan agar penggolongan psikologi akan kata
– kata yang diucapkan kanak – kanak dilakukan berdasarkan makna seperti yang
dipahami kanak – kanak, dan bukan seperti yang dipahami orang dewasa dengan
bentuk – bentuk tata bahasa orang dewasa. Dengan cara ini, maka berdassarkan
prinsip – prinsip psikologi akan dapat ditentukan hubungan antara kata – kata
berkelas adverbia dan preposisi disatu pihak dengan kata – kata berkelas nomina
dan adjektiva dipihak lain. Jadi, dengan pengkajian kelas kata berdasarkan
pemahaman kanak – kanak kita akan dapat menentukan kecenderungan akal (mental)
kanak – kanak yang dihubungkan dengan perbedaan – perbedaan linguistik.
Pengkajian seperti ini, menurut Dewey, akan memberi bantuan yang besar kepaada
psikologi bahasa pada umumnya.
Watson (1878-1958), ahli psikologi
behaviorisme berkebangsaan Amerika. Beliau menempatkan perilaku atau kegiatan
berbahasa sama dengan perilaku atau kegiatan lainnya, seperti makan, berjalan,
dan melompat. Pada mulanya Watson hanya menghubungkan perilaku berbahasa yang
implisit, yakni yang terjadi didalam pikiran, dengan yang eksplisit, yakni yang
berupa tuturan. Namun, kemudian dia menyamakan perilaku berbahasa itu dengan
teori stimulus-respons yang dikembangkan oleh Povlov. Maka, penyamaan
ini memperlakukan kata – kata sama dengan benda – benda lain sebagai respons
dari suatu stimulus.
Weiss, ahli psikolodi behaviorisme Amerika. Beliau mengakui adanya aspek mental
dalm bahasa. Namun, karena wujudnya tidak memiliki kekuatan bentuk fisik, maka
wujudnya itu sukar dikaji atau ditunjukkan. Oleh karena itu, Weiss lebih
cenderung mengatakan bahwa bahasa itu sebagai satu bentuk perilaku apabila
seseorang menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosialnya. Weiss adalah salah
seorang tokoh yang terkemuka yang telah merintis jalan kearah lahirnya
psikolinguistik. Karena dialah yang telah berhasil mengubah Bloomfield dari
penganut aliran mentalistik menjadi penganut aliran behaviorisme. Weiss juga
telah mengemukakan sejumlah masalah yang harus dipecahkan oleh linguistik dan
psikologi yang dilihat dari sudut behaviorisme. Di antara masalah – masalah itu
adalah sebagai berikut :
- Bahasa merupakan satu kumpulan respons yang
jumlahnya tidak terbatas terhadap suatu stimulus. - Pada dasarnya perilaku bahasa menyatukan anggota
suatu masyarakat ke alam organisasi gerak saraf. - Perilaku bahasa adalah sebuah alat untuk mengubah
dan meragam-ragamkan kegiatan seseorang sebagai hasil warisan dan hasil
perolehan. - Bahasa dapat merupakan stimulus terhadap satu
respons, atau merupakan satu respons terhadap satu stimulus. - Respons bahasa sebagai satu stimul pengganti untuk
benda dan keadaan yang sebenarnya memungkinkan kita untuk memunculksn
kembali suatu hal yang pernah terjadi, dan menganalisis kejadian ini dalam
bagian – bagiannya.
c. Kerjasama
Psikologi dan Linguistik
Kerjasama secara langsung antara
linguistik dan psikologi sebanarnya sudah dimulai sejak 1860 yaitu, oleh Heyman
Steintthal, seorang ahli psikologi yang beralih menjadi ahli linguistik, dan
Moriz Lazarus seorang ahli linguistik yang beralih menjadi ahli psikologi
dengan menrbitkan sebuah jurnal yang khusus membicarakan masalh psikologi
bahasa dari sudut linguistik dan psikologi.
Dasar – dasar psikolinguistik menurut
beberapa pakar didalam buku yang disunting oleh Osgood dan Sebeok diatas adalah
berikut ini :
- Psikolinguistik adalah satu teori linguistik
berdasarkan bahasa yang dianggap sebagai sebuah sistem elemen yang saling
berhubungan erat. - Psokolinguistik adalah satu teori pembelajaran
(menurut teori behaviorisme) berdasarkan bahasa yang dianggapnsebagainsatu
sistem tabiat dan kemampuan yang menghubungkan isyarat dengan perilaku. - Psikolinguistik adalah satu teori informasi yang
menganggap bahasa sebagai sebuah alat untuk menyampaikan suatu benda.
d. Tiga Generasi
dalam Psikolinguistik
1. Psikolinguistik
Generasi pertama
Psikolinguistik generasi pertama adalah
psikolinguistik dengan para pakar yang menulis artikel dalam kumpulan karangan
berjudul psycholinguistics: A Survey of Theory and Reserch Problems yang
disunting oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. Sebeok. Titik pandang Osgood dan
Sebeok berkaitan erat dengan aliran behaviorisme (aliran perilaku) atau lebih
tepat lagi aliran neobehaviorisme. Teori – teori ini mengidentifikasikan bahasa
sebagai stu sistem respon yang langsung dan tidak langsung terhadap stimulus
verbal dan nonverbal. Orientasi stimulus respons ini adalah orientasi
psikologi.
Tokoh lain dari generasi pertama ini adalah L. Bloomfield. Beliau adalah tokoh
linguistik Amerika yang menerima dan menerapkan teori – teori behaviorisme
dalam analisis bahaa. Teknik analisis bahasa dan pandangannya tentang hakikat
bahasa sama dengan pandangan dan teori psikolinguistik perilaku.
Manusia yang normal sejak lahir telah
dilengkapi dengan kemampuan belajar. Oleh sebab itu, kemampuan berbahasa
didapat atau dicapai melalui proses belajar. Hal ini menunjukkan bahwa itu
harus dipelajari. Dengan kata lain, kemampuan berbahasa adalah satu kemampuan
hasil belajar, dan bukan sebagai sesuatu yang diwarisi.
Tokoh lain dari psikolinguistik
generasi pertama, dan yang dianggap sebagai tokoh utama adalah B. F. Skonner.
Beliau menjadi tokoh yang kemudian ditentang oleh Noam Chomsky yang menganut
aliran kognitif dalam proses berbahasa. Namun, teori – teori Skinner inilah
yang dianut oleh teori – teori linguistik aliran Bloomfield.
2. Psikolinguistik
Generasi Kedua
Karena pada psikolinguiatik generasi pertama tidak menjawab banyak masalah
proses berbahasa, dan teori – teori itu kekurangan daya penjelas, maka diperlukan
teori yang lain dalam psikolinguistik. Lahirlah teori –teori psikolinguiatik
generasi kedua, dengan dua tokoh utamanya yakni Noam Chomsky dan George Miller.
Menurut Mehler dan Noizet, psikolinguistik generasi kedua
telah dapat mengatasi ciri – ciri atomistik dari psikolinguistik Osgood-Sebeok.
Psikolinguistik generasi kedua berpendapat bahwa dalam proses berbahasa
bukanlah butir – butir bahasa yang diperoleh, melainkan kaidah dan sistem
kaidahlah yang diperoleh.
3. Psikolinguistik
Generasi Ketiga
Kelahiran psikolinguistik generasi ketiga ini oleh G.
Werstch dalam bukunya Two Problems for the New Psycholinguistics diberi
nama New Psycholinguistics.Ciri – ciri psikolinguistik generasi
ketiga ini adalah sebagai berikut :
Pertama,
orientasi mereka kepada psikologi, tetapi bukan psikologi perilaku. Mereka
berorientasi kepada psikologi seperti yang dikemukakan oleh Fresse dan Al
Vallon dari perancis, dan mungkin juga kepada psikologi aktivitas dari Uni
Sovyet atau seperti ditekankan oleh G. Werstch bahwa terjadi proses yang
serempak dari informasi linguistik dan psikologi.
Kedua,
keterlepasan mereka dari kerangka psikolinguistik kalimat dan keterlibatan
dalam psikolinguistik yang berdasarkan situasi dan konteks. Ini berarti,
analisis psikolinguistik bbukan lagi menentukan kalimat hubungan antara
struktur gramatikal dan kaidah semantik model Noam Chomsky dengan teori
generatif transformasinya, tetapi hubungan ini diperluas dengan memperhitungkan
situasi dan konteks.
Ketiga,
adanya satu pergeseran dari analisis mengenai proses ujaran yang abstrak ke
satu analisis psikologis mengenai komunikasi dan pikiran. Pergeseran dari
ujaran yang abstrak ke komunikasi dan pikiran ini dikemukakan oleh J. S. Bruner
dalam artikelnya berjudul Frol Communication to Language yang dimuat dalam
Cognition tahun 1974-5.
Ketiga
ciri utama dari psikolinguistik generasi ketiga ini menunjukkan telah
terjadinya satu peningkatan kualitatif dalam perkembangan psikolinguistik di negara
– negara Barat. Namun, menurut Leontive (1981) dibandingkan dengan perkembangan
linguistik di Eropa, maka osikolinguistik di Rusia sudah lebih dulu berkembang
karena sejak awal psikolinguistik di Rusia telah memperhitungkan jurus
komunikasi dan pikiran dalam analisas psikolinguistik.
E. Aliran-aliran Psikolinguistik
1)
Aliran
Behavioristik
Teori Behavioristik pertama kali dimunculkan oleh Jhon
B.Watson (1878-1958). Dia adalah seorang ahli psikologi berkebangsaan
amerika. Dia mengembangkan teori Stimulus-Respons Bond (S – R Bond) yang telah
diperkenalkan oleh Ivan P.Pavlov. Menurut teori ini tujuan utama
psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan
sedikitpun tidak ada hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah
benda-benda atau hal-hal yang diamati secara langsung, yaitu rangsangan
(stimulus) dan gerak balas(respons) [1][1].
Eksperimen yang dilakukan oleh Watson dalam membuktikan
kebenaran teori behaviorismenya terhadap manusia adalah percobaan terhadap bayi
yang bernama albert berusia 11 tahun dan tikus putih. Dimana kesimpulan
akhirnya adalah pelaziman dapat merubah prilaku seseorang secara nyata.
Dalam pembelajaran yang didasarkan pada hubungan stimulus
respon, Watson mengemukakan dua hal penting:
1.Recency
Principle(prinsip
kebaruan)
Yaitu Jika suatu stimulus baru saja menimbulkan respons,
maka kemungkinan stimulus itu untuk menimbulkan respons yang sama apabila
diberikan umpan lagi akan lebih besar daripada kalau stimulus itu diberikan
umpan setelah lama berselang.
2.Frequency Principle(prinsip frekuensi)
Menurut prinsip ini apabila suatu stimulus dibuat lebih
sering menimbulkan satu respons, maka kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan
respons yang sama pada waktu yang lain akan lebih besar.
Selain itu. Watson mengatakan bahwa keyakinan pada adanya
kesadaran berkaitan dengan keyakinan masa-masa nenek moyang mengenai tahayul.
Magis-magis senantiasa hidup. Konsep-konsep warisan masa praberadab ini telah
membuat kebangkitan dan pertumbuhan psikologis ilmiah menjadi sangat sulit.
Kriteria Watson dalam menentukan apakah sesuatu itu ada atau tidak ada adalah
berdasarkan apakah hal tersebut dapat diamati atau tidak dapat diamati.
Selanjutnya Bell (1981:24)
mengungkapkan pandangan aliran behaviorisme yang dianggap sebagai jawaban atas
pertanyaan bagaimanakah sesungguhnya manusia memelajari bahasa, yaitu:
1. Dalam upaya
menemukan penjelasan atas proses pembelajaran manusia, hendaknya para ahli
psikologi memiliki pandangan bahwa hal-hal yang dapat diamati saja yang akan
dijelaskan, sedangkan hal-hal yang tidak dapat diamati hendaknya tidak
diberikan penjelasan maupun membentuk bagian dari penjelasan.
2. Pembelajaran
itu terdiri dari pemerolehan kebiasaan, yang diawali dengan peniruan.
3. Respon yang
dianggap baik menghasilkan imbalan yang baik pula.
4. Kebiasaan
diperkuat dengan cara mengulang-ulang stimuli dengan begitu sering sehingga
respon yang diberikan pun menjadi sesuatu yang bersifat otomatis.
2)
Aliran
Kognitif
Menurut teori ini bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang
terpisah, melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari
kematangan kognitif. Bahasa di instruksikan oleh nalar. Perkembangan bahasa
harus berlandaskan pada percobaan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam
kognisi. Jadi urutan-urutan perkembnagan kognitif menentukan perkembangan
bahasaMenurut teori kognitif yang utama sekali harus dicapai adalah
perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk
keterampilan berbahasa semenjak lahir sampai umur 18 bulan bahasa belum ada, si
anak memahami dunia melalui indranya.
Adapun tokoh yang terkenal dengan teori kognitif ini adalah Noam
Chomsky menyatakan bahwa manusia dilahirkan dengan akal yang berisi
pengetahuan batin yang berkait dengan sejumlah bidang yang berbeda-beda. Salah
satu dari pengetahuan tersebut berkait dengan bahasa. Chomsky menyebut
pengetahuan batin yang berkait dengan bahasa ini sebagai Language
Acquisition Device atau yang lebih populer sebagai LAD, yang dalam modul
disebut sebagai Alat Pemerolehan Bahasa atau APB. Chomsky berpendapat
bahwa daya-daya dalam bidang yang berbeda yang disebut di atas, relatif mandiri
satu sama lain. Artinya tidak saling berkait. Bahkan dalam kaitan dengan
pemerolehan bahasa, Chomsky berpendapat bahwa bagi pemerolehan bahasa,
pengetahuan batin saja sudah cukup dan pengetahuan matematis serta pengetahuan
logika tidak diperlukan dalam kegiatan ini.
Masih menurut Chomsky behaviorisme (S-R), sangat tidak
memadai untuk menerangkan proses pemerolejhan bahasa. Sebab masukan data
linguistiknya sangat sedikit untuk membangkitkan rumus-rumus linguistic. pada bagian akhir subpokok bahasan diketengahkan argumen-argumen
yang dikemukakan Chomsky dalam mempertahankan APB yang tertuang dalam bentuk
empat argumen, yakni (1) keunikan tata bahasa, (2) data masukan yang tidak
sempurna, (3) ketidakselarasan intelegensi, dan (4) kemudahan dan kecepatan
pemerolehan bahasa anak.
3)
Aliran
Mentalistik
Pada subpokok bahasan ini, kita telah membahas sejumlah
konsep pendapat-pendapat para teorisi mengenai bagaimana seseorang memahami dan
merespons terhadap apa-apa yang ada di alam semesta ini. Kita telah berbicara
mengenai pandangan-pandangan kaum mentalis dan kaum bahavioris, terutama dalam
kaitan dengan keterhubungan antara bahasa, ujaran dan pikiran. Menurut kaum
mentalis, seorang manusia dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda
dari badan (body) orang tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai
dua hal yang berinteraksi satu sama lain, yang salah sati di antaranya mungkin
menyebabkan atau mungkin mengontrol peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
bagian lainnya. Dalam kaitan dengan perilaku secara keseluruhan, pandangan ini
berpendapat bahwa seseorang berperilaku seperti yang mereka lakukan itu bisa
merupakan hasil perilaku badan secara tersendiri, seperti bernapas atau bisa
pula merupakan hasil interaksi antara badan dan pikiran. Mentalisme dapat
dibagi menjadi dua, yakni empirisme dan rasionalisme.
Kedua pendapat ini pun memiliki
pandangan-pandangan yang berbeda dalam memahami persoalan gagasan-gagasan batin
atau pengetahuan. Semua kaum mentalis bersepakat mengenai adanya akal dan bahwa
manusia memiliki pengetahuan dan gagasan di dalam akalnya. Meskipun demikian,
mereka tidak bersepakat dalam hal bagaimana gagasan-gagasan tersebut bisa ada
di dalam akal. Apakah gagasan-gagasan tersebut seluruhnya diperoleh dari
pengalaman (pendapat kaum empiris) atau gagasan-gagasan tersebut sudah ada di
dalam akal sejak lahir (gagasan kaum rasional). Bahkan di dalam kedua aliran
ini pun, terdapat perbedaan pendapat yang rinciannya akan kita bahas nanti.
Kemudian, diketengahkan pembahasan
mengenai empirisme. Dalam kaitan ini telah dibahas kenyataan bahwa kata empiris
dan empirisme telah berkembang menjadi dua istilah yang memiliki dua makna yang
berbeda. Setelah itu, dibahas pula isu lain yang mengelompokkan kaum empiris,
yakni isu yang berkenaan dengan pertanyaan apakah gagasan-gagasan di dalam akal
manusia yang membentuk pengetahuan bersifat universal atau umum di samping juga
bersifat fisik.
PENUTUP
- Kesimpulan
Teori/Aliran Behavioristiktujuan utama psikologi adalah
membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan sedikitpun tidak ada
hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah benda-benda atau hal-hal yang
diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus) dan gerak balas(respons)
Teori Kognitifberpandangan Menurut teori ini
bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang terpisah, melainkan salah satu diantara
beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif
Kaum mentalisberpendapat seorang manusia
dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda dari badan (body) orang
tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai dua hal yang
berinteraksi satu sama lain,
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dardjowidjojo,
Soenjono. 2010. Psikolinguistik Pengantar
Pemahaman Bahasa
Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mar’at,
Samsunuwiyati. 2009. Psikolingustik Suatu Pengantar. Jakarta: Refika Aditama.
http://prasastie.multiply.com/journal/item/38
[1]http://massofa.wordpress.com/2008/01/24/menengok-bahasan-psikolinguistik/
OLEH PAKDE SOFA
http.//www.scrib.com
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu masalah kompleks manusia, selain
berkenaan dengan masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah kegiatan
berbahasa.Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung
secara makanistik, tetapi juga berlangsung secara mentalistik. Artinya,
kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dengan proses atau kegiatan mental
(otak). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, studi
linguistik perlu dilengkapi dengan studi antardisiplin antara linguistik dan
psikologi, yang lazim disebut psikolinguistik.
Wundt adalah
Bapak Psikologi Eksperimen yang pertama kali membangun Laboratorium Psikologi
di Leipzig, Jerman pada abad ke-19. Di
samping itu, Wundt telah memperkenalkan apa yang pada waktu itu di sebut
Psikologi Bahasa (Psychologie Der Sprache) yang materinya tidak jauh
berbeda dengan apa yang dibahas dalam Psikolinguistik dewasa ini. Istilah
Psikolinguistik merupakan istilah lain dari Psikologi Bahasa yang muncul
setelah Perang Dunia Kedua.
Pada tahun
1900 Wundt menulis buku tentang psikolingistik yang berjudul ”Die Sprache” terdiri
atas dua jilid. Die Sprache inji merupakan bagian dari satu set buku karangan Wundt
yang berjudul ”Volker Psychologie”
(Psikologi Bangsa) yang membahas tentang kebudayaan, struktur sosial bahasa,
moral, dan lain-lain dari pelbagai bangsa yang berbeda di dunia. Isinya semacam
antropologi terhadap kebanyakan para psikolog yang tidak menyadari atau
mengetahuinya.
Dalam
bukunya itu, Wundt berusaha dengan keras mennabungkan dua aliran yang sangat
kuat pada abad ke-19, yaitu aliran idealisme atau rasionalisme dengan alirn
empirisme.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1.
Apakah
yang dimaksud dengan psikologi?
2.
Apakah
yang dimaksud dengan lingustik?
3.
Apakah
yang dimaksud dengan psikolinguistik?
4.
Aliran-aliran
apa sajakah yang terdapat dalam psikolinuistik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Psikologi
Secara etimologi kata psikologi
berasal dari bahasa Yunani Kuno psyche dan logos. kata psyche
berarti jiwa, roh, atau sukma, sedangkan kata logos berarti ilmu. Jadi,
secara harfiah berarti ilmu jiwa atau ilmu yang objek kajiannya adalah jiwa.
dulu ketika psikologi adalah ilmu yang mengkaji jiwa masih bisa dipertahankan.
Dalam kepustakaan pada tahun 50an nama ilmu jiwa lazim digunakan sebagai padanan
kata psikologi. Namun, kini istilah ilmu jiwa tidak digunakan lagi karena
bidang ilmu ini memang tidak meneliti jiwa, roh, atau sukma, sehingga istilah
itu kurang tepat.
Dalam perkembangan lebih lanjut,
psikologi lebih membahas atau mengkaji sisi – sisi manusia dari segi yang bisa
diamati. Kareba jiwa itu bersifat abstrak, sehingga tidak dapat diamati secara
empiris, padahal objek kajian setiap ilmu harus dapat diobservasi secara
indrawi. Dalam hal ini jiwa atau keadaan jiwa hanya bisa diamati melalui gejala
– gejalanya seperti orang yang sedih akan berlaku murung, dan orang yang
gembira tampak dari gerak – geriknya yang riang atau dari wajahnya yang binar –
binar. Meskipun demikian, kita juga sering mendapat kesulitan untuk mengetahui
keadaan jiwa seseorang dengan hanya melihat tingkah lakunya saja. Tidak jarang
kita jumpai seseorang yang sebenarnya sedih tetapi tetap tersenyum. Atau
seseorang yang sebenarnya jengkel atau marah tetapi tetap tenang atau malah
tertawa.
Walaupun besar gerak – gerik lahir seseorang
belum tentu menggambarkan keadaan jiwa yang sebanarnya, namun, secara
tradisional, psikologi lazim diartikan sebagai satu bidang ilmu yang mencoba
mempelajari perilaku manusia. Caranya adalah dengan mengkaji hakikat
rangsangan, hakikat reaksi terhadap rangsangan itu dan mengkaji hakikat proses
– proses akal yang berlaku sebelum reaksi itu terjadi. Para ahli psikologi
belakangan ini juga cenderung untuk menganggap psikologi sebagai suatu ilmu
yang mecoba mengkaji proses akal manusia dan segala manifestasinya yang
mengatur perilaku manusia itu. Tujuan pengkajian akal ini adalah untuk
menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol perilaku manusia.
Dalam perkembangannya, psikologi telah
menjadi beberapa aliran sesuai dengan paham filsafat yang dianut. Karena itulah
dikenal adanya psikologi yang mentalistik, yang bahavioristik, dan yang
kognitifistik.
Psikologi yang mentalistik melahirkan
aliran yang disebut psikologi kesadaran. Tujuan utama psikologi
kesadaran adalah mencoba mengkaji proses – proses akal manusia dengan cara
mengintrospeksi atau mengkaji diri. Oleh karena itu, psikologi kesadaran lazim
juga disebut psikologi introspeksionisme. Psikologi ini merupakan suatu
proses akal dengan cara melihat kedalam diri sendiri setelah suatu rangsangan
terjadi.
Psikologi yang behavioristik melahirkan
aliran yang disebut psikologi perilaku. Tujuan utama psikologi perilaku
ini adalah mencoba mengkaji perilaku manusia yang berupa reaksi apabila suatu
rangsangan terjadi, dan selanjutnya bagaimana mengawasi dan mengontrol perilaku
itu. Para pakar psikologi behavioristik ini tidak berminat mengkaji proses –
proses akal yang membangkitkan perilaku tersebut karena proses – proses akal
ini tidak dapat diamati atau diobservasi secara langsung. Jadi, para pakar
psikologi perilaku ini tidak mengkaji ide – ide, pengertian, kemauan,
keinginan, maksud, pengharapan, dan segala mekanisme fisiologi. Yang dikaji
hanyalah peristiwa – peristiwa yang dapat diamati, yang nyata dan konkret,
yaitu kelakuan atau tingkah laku manusia.
Psikologi yang kognitifistik dan lazim
disebut psikologi kognitif mencoba mengkaji proses–proses kognitif
manusia secara ilmiah. Yang dimaksud kognitif adalah proses–proses akal
(pikiran, berpikir) manusia yang bertanggung jawab mengatur pengalaman dan
perilaku manusia. Hal utama yang dikaji oleh psikologi kognitif adalah
bagaimana cara manusia memperoleh, menafsirkan, mengatur, menyimpan,
mengeluarkan, dan menggunakan pengetahuannya, termasuk perkembangan dan
penggunaan pengetahuan bahasa. Perbedaannya dengan psikologi kesadaran adalah
bahwa menurut paham mentalisme proses–proses akal itu berlangsung setelah
terjadinya rangsangan. Sedangkan menurut psikologi kognitif proses– proses akal
itu dapat terjadi karena adanya kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih
dahulu.kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih dahulu. Perilaku
yang muncul sebagai hasil proses akal seperti ini disebut perilaku atau
tindakan bertujuan sebagai hasil kreativitas organisme manusia itu sendiri.
Psikologi sangat berkaitan erat dengan
kehidupan manusia dalam segala kegiatannya yang sangat luas. Oleh karena itu,
muncullah berbagai cabang psikologi yang diberi nama sesuai dengan
penarapannya. Diantara cabang–cabang itu adalah psikologi sosial, psikologi
perkembangan, psikologi klinik, psikologi komunikasi, dan psikologi bahasa.
B. Linguistik
Secara umum linguistik lazim
diartikan sebagai ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek
kajiannya. Pakar linguistik disebut lingui, dalam bahasa inggris juga
berarti orang yang mahir menggunakan beberapa bahasa, selain bermakna pakar
linguistik. Seseorang linguis mempelajari bahasa bukan dengan tujuan utama
untuk mahir menggunakan bahasa itu, melainkan untuk mengetahui secara mendalam mengenai
kaidah – kaidah struktur bahasa, beserta dengan berbagai aspek dan segi yang
menyangkut bahasa itu. Andaikata si linguis ingin memahirkan penggunaan bahasa
bahasa itu tentu juga tidak ada salahnya. Bahkan akan menjadi lebih baik.
Sebaiknya, seseorang yang mahir dan lancar dalam menggunakan beberapa bahasa,
belum tentu dia seorang linguis kalau dia tidak mendalami teori tentang bahasa.
Orang seperti ini lebih tepat disebut seorang poliglot ”berbahasa
banyak”, sebagai dikotomi dari monoglot ”berbahasa satu”.
Kalau dikatakan bahwa linguistik atu
adalah ilmu yang objek kajiannya adalah bahaasa, sedangkan bahasa itu sendiri
merupakan fenomena yang hadir dalam segala aktivitas kehidupan manusia, maka
linguistik itu pun menjadi sangat luas bidang kajiannya. Oleh karena itu, kita
bisa lihat adanya berbagai cabang linguistik yang dibuat berdasarkan berbagai
kriteria atau pandangan. Secara umum pembidangan linguistik itu adalah sebagai
berikut.
- Menurut objek kajian, linguistik dapat dibagi atas
dua cabang besar, yaitu linguistik mikro dan linguistik makro.
Objek kajian linguistik mikro adalah struktur internal bahasa itu sendiri,
mencakup struktur fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Sedangkan
objek kajian linguistik makro adlah bahasa dalam hubungannya dengan faktor
di luar bahasa seperti faktor sosiologis, psikologis, antropologi, dan
neurologi. Berkaitan dengan faktor – faktor di luar bahasa itu muncullah
bidang – bidang seperti sosiologistik, psikologistik, neurolinguistik dan
etnolinguistik. Disini, linguistik dipandang sebagai disiplin utama,
sedangkan ilmu-ilmu lain sebagai disiplin bawahan. - Menurut tujuan kajiannya, linguistik dapat dibedakan
atas dua bidang besaar yaitu linguistik teoteris dan linguistik
terapan. Kajian teoteris hanya ditujukan untuk mencari atau menentukan
teori – teori linguistik. Hanya untuk membuat kaidah – kaidah linguistik
secara deskriptif. Sedangkan kajian terapan ditujukan untuk menerapkan
kaidah – kaidah linguistik dalam kegiatan praktis, seperti dalam
pengajaran bahasa, penerjemahan, penyusunan kamus, dan sebagainya. - Adanya yang disebut linguistik sejarah dan sejarah
linguistik. Linguistik sejarah mengkaji perkembangan dan perubahan suatu
bahasa atau sejumlah bahasa, baik dengan diperbandingkan maupun tidak.
Sejarah linguiatik mengkaji perkembangan ilmu linguistik, baik mengenai
tokoh – tokohnya, aliran – aliran teorinya, maupun hasil – hasil kerjanya.
Dalam kaitannya dengan psikologi,
linguistik lazim diartikan sebagai ilmu yang muncoba mempelajari hakikat
bahasa, atruktur bahasa, bagaimana bahasa itu diperoleh, bagaimana bahasa itu
bekerja, dan bagaimana bahasa itu berkembang. Dalam konsep ini tampak bahwa
yang namanya psikolinguistik dianggap sebagai cabang dari linguistik, sedangkan
linguistik itu sendiri dianggap sebagai cabang dari psikologi.
C. Psikolinguistik
Psikolinguistik terbentuk dari kata
psikologi dan kata linguistic, yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing
– masing berdiri sendiri, dengan prosedur dan metode yang berlainan. Namun,
keduanya sama – sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya materinya
yang berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji
perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Dengan demikian cara dan tujuannya
juga berbeda.
Meskipun cara dan tujuan berbeda,
tetapi banyak juga bagian – bagian objeknya yang dikaji dengan cara yang sama
dan dengan tujuan yang sama, tetapi dengan teori yang berlainan. Hasil kajian
kedua disiplin ini pun banyak yang sama, meskipun tidak sedikit yang berlainan.
Oleh karena itulah, telah lama dirasakan perlu adanya kerja sama di antara
kedua disiplin ini untuk mengkaji bahasa dan hakikat bahasa. Dengan kerja sama
kedua disiplin itu diharapkan akan diperoleh hasil kajian yang lebih baik dan
lebih bermanfaat.
Sebagai hasil kerjasama yang baik,
lebih terarah, dan lebih sistematis diantara kedua ilmu itu, lahirlah satu
disiplin ilmu baru yang disebut psikolinguistik, sebagai ilmu
antardisiplin antara psikologi dan linguistik. Istilah psikolinguistik
itu sendiri baru lahir tahun 1945, yakni tahun terbitnya buku psycholinguistics
: A Survey of Theory and Reserch Problems yang disunting oleh Charles E.
Osgood dan Thomas A. sebeok, di Bloomington, Amerika Serikat.
Psikolinguistik mencoba menguraikan
proses – proses psikologi yang berlangsung
jika seseorang
mengucapkan kalimat – kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan
bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia (Slobin, 1974; Meller,
1964; Slama Cazahu, 1973). Maka secara teoteris tujuan utama psikolinguistik
adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan
secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemeerolehannya. Dengan
kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan
bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada
waktu memahami kalimat– kalimat dalam pertuturan itu.
Dalam prakteknya psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan
psikologi pada masalah – masalah seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa,
pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan
kemultibahasaan, penyakit bertutur seperti afasia, gagap, dan sebagainya; serta
masalah – masalah sosial lain yang menyangkut bahasa, seperti bahasa dan
pendidikan,
bahasa dan pembangunan nusa dan bangsa.
D. Sejarah Perkembangan Psikolnguistik
Istilah psikolinguistik
baru muncul pada tahun 1954 dalam buku Thomas A. Sebeok dan Charles E.
Osgood yang berjudul Pshycolinguiatics: A Survey of Theory and
Research Problems, namun sebenarnya sejak zaman panini, ahli bahasa
dari India, dan Sokrates ahli filsafat dari Yunani, pengkajian bahasa telah
dilakukan orang. Kajian mereka tidak terlepas dari paham/aliran filsafat yang
mereka anut, karena filsafat merupakan induk dari semua disiplin ilmu.
Pada abad yang lalu terdapat dua aliran
filsafat yang saling bertentangan dan saling memengaruhi perkembangan
linguistik dan psikologi. Yang pertama adalah aliran empirisme yang erat
kaitannya dengan psikologi asosiasi. Aliran empirisme melakukan kajian terhadap
data empiris atau objek yang dapat diobservasi dengan cara menganalisis unsur –
unsur pembentukannya sampai yang sekecil – kecilnya. Oleh karena itu, aliran
ini disebut bersifat atomistik, dan lazim dikaitkan dengan asosianisme dan
positivisme.
Aliran kedua dikenal dengan nama rasionalisme.
Aliran ini mengkaji akal sebagai satu keseluruhan dan menyatakan bahwa faktor –
faktor yang ada dalam akal inilah yang patut diteliti untuk bisa memahami
perilaku manusia itu. Oleh karena itu, aliran ini disebut bersifat holistik,
dan biasa dikaitkan dengan paham nativisme, idealisme, dan
mentalisme.
Psikolinguistik bermula dari adanya
pakar linguistik yang berminat pada psikologi, dan adanya pakar psikologi yang
berkecimpung dalam linguistik. Dilanjutkan dengan adanya kerjasama antara pakar
linguistik dan pakar psikologi, dan kemudian muncullah pakar – pakar
psikolinguistik sebagai disiplin mandiri.
a. Psikologi dalam
Linguistik
Dalam sejarah linguistik ada sejumlah
pakar linguistik yang menaruh perhatian besar pada psikologi. Von Humboldt
(1767-1835), pakar linguistik berkebangsaan Jerman telah mencoba mengkaji
hubungan antara bahasa (linguistik) dengan pemikiran manusia (psikologi).
Caranya, dengan membandingkan tata bahasa dari bahasa – bahasa yang berlainan
dengan tabiat – tabiat bangsa – bangsa penutur itu. Von Humboldt sangat
dipengaruhi oleh aliran rasionalisme. Dia menganggap bahasa bukanlah sesuatu
yang sudah siap untuk dipotong – potong dan diklasifikasikan seperti aliran
empirisme. Menurut Von Humboldt bahasa itu merupakan satu kegiatan yang
memiliki prinsip – prinsip sendiri.
Ferdinand de Saussure (1858-1913),
pakar linguistik berkembangsaan Swiss, telah berusaha menerangkan apa
sebenarnya bahassa itu (linguistik) dan bagaimana keadaan bahasa itu dalam otak
(psikologi). Beliau memperkenalkan tiga istilah tentang bahasa yaitu langage
(bahasa pada umumnya yang bersifat abstrak), langue (bahasa tertentu
yang bersifat abstrak), dan parole (bahasa sebagai tuturan yang bersifat
konkret). Dia menegaskan objek kajian linguistik adalah langue.,
sedangkan objek kajian psikologi adalah parole. Ini berarti, kalau ingin
mengkaji bahasa secara lengkap, maka kedua disiplin, yakni linguistik dan
psikologi harus digunakan. Hal ini dikatakannya karena dia menganggap segala
sesuatu yang ada dalam bahasa itu pada dasarnya bersifat psikologis.
Edward Sapir (1884-1939), pakar
linguistik dan antropologi bangsa Amerika, telah mengikutsertakan psikologi
dalam pengkajian bahasa. Menurut Sapir, psikologi dapat memberikan dasar ilmiah
yang kuat dalam pengkajian bahasa. Beliau juga mencoba mengkaji hubungan bahasa
(linguistik) dengan pemikiran (psikologi). Dari kajian itu beliau berkesimpulan
bahwa bahasa, terutama strukturnya, merupakan unsur yang menentukan struktur
pemikiran manusia. Beliau juga menekankan bahwa linguistik dapat memberikan
sumbangan yang penting kepada psikologi Gestalt, dan sebaliknya psikologi
Gestalt dapat membantu disiplin linguistik.
b. Linguistik
dalam Psikologi
Dalam sejarah perkembangan psikologi
ada sejumlah pakar psikologi yang menaruh perhatian pada linguistik. John Dewey
(1859-1952), pakar psikologi berkebangsaan Amerika, seorang empirisme murni.
Beliau telah mengkaji bahasa dan perkembangannya dengan cara menafsirkan
analisis linguistik bahasa kanak – kanak berdasarkan prinsip – prinsip
psikologi. Umpamanya, beliau menyarankan agar penggolongan psikologi akan kata
– kata yang diucapkan kanak – kanak dilakukan berdasarkan makna seperti yang
dipahami kanak – kanak, dan bukan seperti yang dipahami orang dewasa dengan
bentuk – bentuk tata bahasa orang dewasa. Dengan cara ini, maka berdassarkan
prinsip – prinsip psikologi akan dapat ditentukan hubungan antara kata – kata
berkelas adverbia dan preposisi disatu pihak dengan kata – kata berkelas nomina
dan adjektiva dipihak lain. Jadi, dengan pengkajian kelas kata berdasarkan
pemahaman kanak – kanak kita akan dapat menentukan kecenderungan akal (mental)
kanak – kanak yang dihubungkan dengan perbedaan – perbedaan linguistik.
Pengkajian seperti ini, menurut Dewey, akan memberi bantuan yang besar kepaada
psikologi bahasa pada umumnya.
Watson (1878-1958), ahli psikologi
behaviorisme berkebangsaan Amerika. Beliau menempatkan perilaku atau kegiatan
berbahasa sama dengan perilaku atau kegiatan lainnya, seperti makan, berjalan,
dan melompat. Pada mulanya Watson hanya menghubungkan perilaku berbahasa yang
implisit, yakni yang terjadi didalam pikiran, dengan yang eksplisit, yakni yang
berupa tuturan. Namun, kemudian dia menyamakan perilaku berbahasa itu dengan
teori stimulus-respons yang dikembangkan oleh Povlov. Maka, penyamaan
ini memperlakukan kata – kata sama dengan benda – benda lain sebagai respons
dari suatu stimulus.
Weiss, ahli psikolodi behaviorisme Amerika. Beliau mengakui adanya aspek mental
dalm bahasa. Namun, karena wujudnya tidak memiliki kekuatan bentuk fisik, maka
wujudnya itu sukar dikaji atau ditunjukkan. Oleh karena itu, Weiss lebih
cenderung mengatakan bahwa bahasa itu sebagai satu bentuk perilaku apabila
seseorang menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosialnya. Weiss adalah salah
seorang tokoh yang terkemuka yang telah merintis jalan kearah lahirnya
psikolinguistik. Karena dialah yang telah berhasil mengubah Bloomfield dari
penganut aliran mentalistik menjadi penganut aliran behaviorisme. Weiss juga
telah mengemukakan sejumlah masalah yang harus dipecahkan oleh linguistik dan
psikologi yang dilihat dari sudut behaviorisme. Di antara masalah – masalah itu
adalah sebagai berikut :
- Bahasa merupakan satu kumpulan respons yang
jumlahnya tidak terbatas terhadap suatu stimulus. - Pada dasarnya perilaku bahasa menyatukan anggota
suatu masyarakat ke alam organisasi gerak saraf. - Perilaku bahasa adalah sebuah alat untuk mengubah
dan meragam-ragamkan kegiatan seseorang sebagai hasil warisan dan hasil
perolehan. - Bahasa dapat merupakan stimulus terhadap satu
respons, atau merupakan satu respons terhadap satu stimulus. - Respons bahasa sebagai satu stimul pengganti untuk
benda dan keadaan yang sebenarnya memungkinkan kita untuk memunculksn
kembali suatu hal yang pernah terjadi, dan menganalisis kejadian ini dalam
bagian – bagiannya.
c. Kerjasama
Psikologi dan Linguistik
Kerjasama secara langsung antara
linguistik dan psikologi sebanarnya sudah dimulai sejak 1860 yaitu, oleh Heyman
Steintthal, seorang ahli psikologi yang beralih menjadi ahli linguistik, dan
Moriz Lazarus seorang ahli linguistik yang beralih menjadi ahli psikologi
dengan menrbitkan sebuah jurnal yang khusus membicarakan masalh psikologi
bahasa dari sudut linguistik dan psikologi.
Dasar – dasar psikolinguistik menurut
beberapa pakar didalam buku yang disunting oleh Osgood dan Sebeok diatas adalah
berikut ini :
- Psikolinguistik adalah satu teori linguistik
berdasarkan bahasa yang dianggap sebagai sebuah sistem elemen yang saling
berhubungan erat. - Psokolinguistik adalah satu teori pembelajaran
(menurut teori behaviorisme) berdasarkan bahasa yang dianggapnsebagainsatu
sistem tabiat dan kemampuan yang menghubungkan isyarat dengan perilaku. - Psikolinguistik adalah satu teori informasi yang
menganggap bahasa sebagai sebuah alat untuk menyampaikan suatu benda.
d. Tiga Generasi
dalam Psikolinguistik
1. Psikolinguistik
Generasi pertama
Psikolinguistik generasi pertama adalah
psikolinguistik dengan para pakar yang menulis artikel dalam kumpulan karangan
berjudul psycholinguistics: A Survey of Theory and Reserch Problems yang
disunting oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. Sebeok. Titik pandang Osgood dan
Sebeok berkaitan erat dengan aliran behaviorisme (aliran perilaku) atau lebih
tepat lagi aliran neobehaviorisme. Teori – teori ini mengidentifikasikan bahasa
sebagai stu sistem respon yang langsung dan tidak langsung terhadap stimulus
verbal dan nonverbal. Orientasi stimulus respons ini adalah orientasi
psikologi.
Tokoh lain dari generasi pertama ini adalah L. Bloomfield. Beliau adalah tokoh
linguistik Amerika yang menerima dan menerapkan teori – teori behaviorisme
dalam analisis bahaa. Teknik analisis bahasa dan pandangannya tentang hakikat
bahasa sama dengan pandangan dan teori psikolinguistik perilaku.
Manusia yang normal sejak lahir telah
dilengkapi dengan kemampuan belajar. Oleh sebab itu, kemampuan berbahasa
didapat atau dicapai melalui proses belajar. Hal ini menunjukkan bahwa itu
harus dipelajari. Dengan kata lain, kemampuan berbahasa adalah satu kemampuan
hasil belajar, dan bukan sebagai sesuatu yang diwarisi.
Tokoh lain dari psikolinguistik
generasi pertama, dan yang dianggap sebagai tokoh utama adalah B. F. Skonner.
Beliau menjadi tokoh yang kemudian ditentang oleh Noam Chomsky yang menganut
aliran kognitif dalam proses berbahasa. Namun, teori – teori Skinner inilah
yang dianut oleh teori – teori linguistik aliran Bloomfield.
2. Psikolinguistik
Generasi Kedua
Karena pada psikolinguiatik generasi pertama tidak menjawab banyak masalah
proses berbahasa, dan teori – teori itu kekurangan daya penjelas, maka diperlukan
teori yang lain dalam psikolinguistik. Lahirlah teori –teori psikolinguiatik
generasi kedua, dengan dua tokoh utamanya yakni Noam Chomsky dan George Miller.
Menurut Mehler dan Noizet, psikolinguistik generasi kedua
telah dapat mengatasi ciri – ciri atomistik dari psikolinguistik Osgood-Sebeok.
Psikolinguistik generasi kedua berpendapat bahwa dalam proses berbahasa
bukanlah butir – butir bahasa yang diperoleh, melainkan kaidah dan sistem
kaidahlah yang diperoleh.
3. Psikolinguistik
Generasi Ketiga
Kelahiran psikolinguistik generasi ketiga ini oleh G.
Werstch dalam bukunya Two Problems for the New Psycholinguistics diberi
nama New Psycholinguistics.Ciri – ciri psikolinguistik generasi
ketiga ini adalah sebagai berikut :
Pertama,
orientasi mereka kepada psikologi, tetapi bukan psikologi perilaku. Mereka
berorientasi kepada psikologi seperti yang dikemukakan oleh Fresse dan Al
Vallon dari perancis, dan mungkin juga kepada psikologi aktivitas dari Uni
Sovyet atau seperti ditekankan oleh G. Werstch bahwa terjadi proses yang
serempak dari informasi linguistik dan psikologi.
Kedua,
keterlepasan mereka dari kerangka psikolinguistik kalimat dan keterlibatan
dalam psikolinguistik yang berdasarkan situasi dan konteks. Ini berarti,
analisis psikolinguistik bbukan lagi menentukan kalimat hubungan antara
struktur gramatikal dan kaidah semantik model Noam Chomsky dengan teori
generatif transformasinya, tetapi hubungan ini diperluas dengan memperhitungkan
situasi dan konteks.
Ketiga,
adanya satu pergeseran dari analisis mengenai proses ujaran yang abstrak ke
satu analisis psikologis mengenai komunikasi dan pikiran. Pergeseran dari
ujaran yang abstrak ke komunikasi dan pikiran ini dikemukakan oleh J. S. Bruner
dalam artikelnya berjudul Frol Communication to Language yang dimuat dalam
Cognition tahun 1974-5.
Ketiga
ciri utama dari psikolinguistik generasi ketiga ini menunjukkan telah
terjadinya satu peningkatan kualitatif dalam perkembangan psikolinguistik di negara
– negara Barat. Namun, menurut Leontive (1981) dibandingkan dengan perkembangan
linguistik di Eropa, maka osikolinguistik di Rusia sudah lebih dulu berkembang
karena sejak awal psikolinguistik di Rusia telah memperhitungkan jurus
komunikasi dan pikiran dalam analisas psikolinguistik.
E. Aliran-aliran Psikolinguistik
1)
Aliran
Behavioristik
Teori Behavioristik pertama kali dimunculkan oleh Jhon
B.Watson (1878-1958). Dia adalah seorang ahli psikologi berkebangsaan
amerika. Dia mengembangkan teori Stimulus-Respons Bond (S – R Bond) yang telah
diperkenalkan oleh Ivan P.Pavlov. Menurut teori ini tujuan utama
psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan
sedikitpun tidak ada hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah
benda-benda atau hal-hal yang diamati secara langsung, yaitu rangsangan
(stimulus) dan gerak balas(respons) [1][1].
Eksperimen yang dilakukan oleh Watson dalam membuktikan
kebenaran teori behaviorismenya terhadap manusia adalah percobaan terhadap bayi
yang bernama albert berusia 11 tahun dan tikus putih. Dimana kesimpulan
akhirnya adalah pelaziman dapat merubah prilaku seseorang secara nyata.
Dalam pembelajaran yang didasarkan pada hubungan stimulus
respon, Watson mengemukakan dua hal penting:
1.Recency
Principle(prinsip
kebaruan)
Yaitu Jika suatu stimulus baru saja menimbulkan respons,
maka kemungkinan stimulus itu untuk menimbulkan respons yang sama apabila
diberikan umpan lagi akan lebih besar daripada kalau stimulus itu diberikan
umpan setelah lama berselang.
2.Frequency Principle(prinsip frekuensi)
Menurut prinsip ini apabila suatu stimulus dibuat lebih
sering menimbulkan satu respons, maka kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan
respons yang sama pada waktu yang lain akan lebih besar.
Selain itu. Watson mengatakan bahwa keyakinan pada adanya
kesadaran berkaitan dengan keyakinan masa-masa nenek moyang mengenai tahayul.
Magis-magis senantiasa hidup. Konsep-konsep warisan masa praberadab ini telah
membuat kebangkitan dan pertumbuhan psikologis ilmiah menjadi sangat sulit.
Kriteria Watson dalam menentukan apakah sesuatu itu ada atau tidak ada adalah
berdasarkan apakah hal tersebut dapat diamati atau tidak dapat diamati.
Selanjutnya Bell (1981:24)
mengungkapkan pandangan aliran behaviorisme yang dianggap sebagai jawaban atas
pertanyaan bagaimanakah sesungguhnya manusia memelajari bahasa, yaitu:
1. Dalam upaya
menemukan penjelasan atas proses pembelajaran manusia, hendaknya para ahli
psikologi memiliki pandangan bahwa hal-hal yang dapat diamati saja yang akan
dijelaskan, sedangkan hal-hal yang tidak dapat diamati hendaknya tidak
diberikan penjelasan maupun membentuk bagian dari penjelasan.
2. Pembelajaran
itu terdiri dari pemerolehan kebiasaan, yang diawali dengan peniruan.
3. Respon yang
dianggap baik menghasilkan imbalan yang baik pula.
4. Kebiasaan
diperkuat dengan cara mengulang-ulang stimuli dengan begitu sering sehingga
respon yang diberikan pun menjadi sesuatu yang bersifat otomatis.
2)
Aliran
Kognitif
Menurut teori ini bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang
terpisah, melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari
kematangan kognitif. Bahasa di instruksikan oleh nalar. Perkembangan bahasa
harus berlandaskan pada percobaan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam
kognisi. Jadi urutan-urutan perkembnagan kognitif menentukan perkembangan
bahasaMenurut teori kognitif yang utama sekali harus dicapai adalah
perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk
keterampilan berbahasa semenjak lahir sampai umur 18 bulan bahasa belum ada, si
anak memahami dunia melalui indranya.
Adapun tokoh yang terkenal dengan teori kognitif ini adalah Noam
Chomsky menyatakan bahwa manusia dilahirkan dengan akal yang berisi
pengetahuan batin yang berkait dengan sejumlah bidang yang berbeda-beda. Salah
satu dari pengetahuan tersebut berkait dengan bahasa. Chomsky menyebut
pengetahuan batin yang berkait dengan bahasa ini sebagai Language
Acquisition Device atau yang lebih populer sebagai LAD, yang dalam modul
disebut sebagai Alat Pemerolehan Bahasa atau APB. Chomsky berpendapat
bahwa daya-daya dalam bidang yang berbeda yang disebut di atas, relatif mandiri
satu sama lain. Artinya tidak saling berkait. Bahkan dalam kaitan dengan
pemerolehan bahasa, Chomsky berpendapat bahwa bagi pemerolehan bahasa,
pengetahuan batin saja sudah cukup dan pengetahuan matematis serta pengetahuan
logika tidak diperlukan dalam kegiatan ini.
Masih menurut Chomsky behaviorisme (S-R), sangat tidak
memadai untuk menerangkan proses pemerolejhan bahasa. Sebab masukan data
linguistiknya sangat sedikit untuk membangkitkan rumus-rumus linguistic. pada bagian akhir subpokok bahasan diketengahkan argumen-argumen
yang dikemukakan Chomsky dalam mempertahankan APB yang tertuang dalam bentuk
empat argumen, yakni (1) keunikan tata bahasa, (2) data masukan yang tidak
sempurna, (3) ketidakselarasan intelegensi, dan (4) kemudahan dan kecepatan
pemerolehan bahasa anak.
3)
Aliran
Mentalistik
Pada subpokok bahasan ini, kita telah membahas sejumlah
konsep pendapat-pendapat para teorisi mengenai bagaimana seseorang memahami dan
merespons terhadap apa-apa yang ada di alam semesta ini. Kita telah berbicara
mengenai pandangan-pandangan kaum mentalis dan kaum bahavioris, terutama dalam
kaitan dengan keterhubungan antara bahasa, ujaran dan pikiran. Menurut kaum
mentalis, seorang manusia dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda
dari badan (body) orang tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai
dua hal yang berinteraksi satu sama lain, yang salah sati di antaranya mungkin
menyebabkan atau mungkin mengontrol peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
bagian lainnya. Dalam kaitan dengan perilaku secara keseluruhan, pandangan ini
berpendapat bahwa seseorang berperilaku seperti yang mereka lakukan itu bisa
merupakan hasil perilaku badan secara tersendiri, seperti bernapas atau bisa
pula merupakan hasil interaksi antara badan dan pikiran. Mentalisme dapat
dibagi menjadi dua, yakni empirisme dan rasionalisme.
Kedua pendapat ini pun memiliki
pandangan-pandangan yang berbeda dalam memahami persoalan gagasan-gagasan batin
atau pengetahuan. Semua kaum mentalis bersepakat mengenai adanya akal dan bahwa
manusia memiliki pengetahuan dan gagasan di dalam akalnya. Meskipun demikian,
mereka tidak bersepakat dalam hal bagaimana gagasan-gagasan tersebut bisa ada
di dalam akal. Apakah gagasan-gagasan tersebut seluruhnya diperoleh dari
pengalaman (pendapat kaum empiris) atau gagasan-gagasan tersebut sudah ada di
dalam akal sejak lahir (gagasan kaum rasional). Bahkan di dalam kedua aliran
ini pun, terdapat perbedaan pendapat yang rinciannya akan kita bahas nanti.
Kemudian, diketengahkan pembahasan
mengenai empirisme. Dalam kaitan ini telah dibahas kenyataan bahwa kata empiris
dan empirisme telah berkembang menjadi dua istilah yang memiliki dua makna yang
berbeda. Setelah itu, dibahas pula isu lain yang mengelompokkan kaum empiris,
yakni isu yang berkenaan dengan pertanyaan apakah gagasan-gagasan di dalam akal
manusia yang membentuk pengetahuan bersifat universal atau umum di samping juga
bersifat fisik.
PENUTUP
- Kesimpulan
Teori/Aliran Behavioristiktujuan utama psikologi adalah
membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan sedikitpun tidak ada
hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah benda-benda atau hal-hal yang
diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus) dan gerak balas(respons)
Teori Kognitifberpandangan Menurut teori ini
bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang terpisah, melainkan salah satu diantara
beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif
Kaum mentalisberpendapat seorang manusia
dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda dari badan (body) orang
tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai dua hal yang
berinteraksi satu sama lain,
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dardjowidjojo,
Soenjono. 2010. Psikolinguistik Pengantar
Pemahaman Bahasa
Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mar’at,
Samsunuwiyati. 2009. Psikolingustik Suatu Pengantar. Jakarta: Refika Aditama.
http://prasastie.multiply.com/journal/item/38
[1]http://massofa.wordpress.com/2008/01/24/menengok-bahasan-psikolinguistik/
OLEH PAKDE SOFA
http.//www.scrib.com
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu masalah kompleks manusia, selain
berkenaan dengan masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah kegiatan
berbahasa.Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung
secara makanistik, tetapi juga berlangsung secara mentalistik. Artinya,
kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dengan proses atau kegiatan mental
(otak). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, studi
linguistik perlu dilengkapi dengan studi antardisiplin antara linguistik dan
psikologi, yang lazim disebut psikolinguistik.
Wundt adalah
Bapak Psikologi Eksperimen yang pertama kali membangun Laboratorium Psikologi
di Leipzig, Jerman pada abad ke-19. Di
samping itu, Wundt telah memperkenalkan apa yang pada waktu itu di sebut
Psikologi Bahasa (Psychologie Der Sprache) yang materinya tidak jauh
berbeda dengan apa yang dibahas dalam Psikolinguistik dewasa ini. Istilah
Psikolinguistik merupakan istilah lain dari Psikologi Bahasa yang muncul
setelah Perang Dunia Kedua.
Pada tahun
1900 Wundt menulis buku tentang psikolingistik yang berjudul ”Die Sprache” terdiri
atas dua jilid. Die Sprache inji merupakan bagian dari satu set buku karangan Wundt
yang berjudul ”Volker Psychologie”
(Psikologi Bangsa) yang membahas tentang kebudayaan, struktur sosial bahasa,
moral, dan lain-lain dari pelbagai bangsa yang berbeda di dunia. Isinya semacam
antropologi terhadap kebanyakan para psikolog yang tidak menyadari atau
mengetahuinya.
Dalam
bukunya itu, Wundt berusaha dengan keras mennabungkan dua aliran yang sangat
kuat pada abad ke-19, yaitu aliran idealisme atau rasionalisme dengan alirn
empirisme.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1.
Apakah
yang dimaksud dengan psikologi?
2.
Apakah
yang dimaksud dengan lingustik?
3.
Apakah
yang dimaksud dengan psikolinguistik?
4.
Aliran-aliran
apa sajakah yang terdapat dalam psikolinuistik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Psikologi
Secara etimologi kata psikologi
berasal dari bahasa Yunani Kuno psyche dan logos. kata psyche
berarti jiwa, roh, atau sukma, sedangkan kata logos berarti ilmu. Jadi,
secara harfiah berarti ilmu jiwa atau ilmu yang objek kajiannya adalah jiwa.
dulu ketika psikologi adalah ilmu yang mengkaji jiwa masih bisa dipertahankan.
Dalam kepustakaan pada tahun 50an nama ilmu jiwa lazim digunakan sebagai padanan
kata psikologi. Namun, kini istilah ilmu jiwa tidak digunakan lagi karena
bidang ilmu ini memang tidak meneliti jiwa, roh, atau sukma, sehingga istilah
itu kurang tepat.
Dalam perkembangan lebih lanjut,
psikologi lebih membahas atau mengkaji sisi – sisi manusia dari segi yang bisa
diamati. Kareba jiwa itu bersifat abstrak, sehingga tidak dapat diamati secara
empiris, padahal objek kajian setiap ilmu harus dapat diobservasi secara
indrawi. Dalam hal ini jiwa atau keadaan jiwa hanya bisa diamati melalui gejala
– gejalanya seperti orang yang sedih akan berlaku murung, dan orang yang
gembira tampak dari gerak – geriknya yang riang atau dari wajahnya yang binar –
binar. Meskipun demikian, kita juga sering mendapat kesulitan untuk mengetahui
keadaan jiwa seseorang dengan hanya melihat tingkah lakunya saja. Tidak jarang
kita jumpai seseorang yang sebenarnya sedih tetapi tetap tersenyum. Atau
seseorang yang sebenarnya jengkel atau marah tetapi tetap tenang atau malah
tertawa.
Walaupun besar gerak – gerik lahir seseorang
belum tentu menggambarkan keadaan jiwa yang sebanarnya, namun, secara
tradisional, psikologi lazim diartikan sebagai satu bidang ilmu yang mencoba
mempelajari perilaku manusia. Caranya adalah dengan mengkaji hakikat
rangsangan, hakikat reaksi terhadap rangsangan itu dan mengkaji hakikat proses
– proses akal yang berlaku sebelum reaksi itu terjadi. Para ahli psikologi
belakangan ini juga cenderung untuk menganggap psikologi sebagai suatu ilmu
yang mecoba mengkaji proses akal manusia dan segala manifestasinya yang
mengatur perilaku manusia itu. Tujuan pengkajian akal ini adalah untuk
menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol perilaku manusia.
Dalam perkembangannya, psikologi telah
menjadi beberapa aliran sesuai dengan paham filsafat yang dianut. Karena itulah
dikenal adanya psikologi yang mentalistik, yang bahavioristik, dan yang
kognitifistik.
Psikologi yang mentalistik melahirkan
aliran yang disebut psikologi kesadaran. Tujuan utama psikologi
kesadaran adalah mencoba mengkaji proses – proses akal manusia dengan cara
mengintrospeksi atau mengkaji diri. Oleh karena itu, psikologi kesadaran lazim
juga disebut psikologi introspeksionisme. Psikologi ini merupakan suatu
proses akal dengan cara melihat kedalam diri sendiri setelah suatu rangsangan
terjadi.
Psikologi yang behavioristik melahirkan
aliran yang disebut psikologi perilaku. Tujuan utama psikologi perilaku
ini adalah mencoba mengkaji perilaku manusia yang berupa reaksi apabila suatu
rangsangan terjadi, dan selanjutnya bagaimana mengawasi dan mengontrol perilaku
itu. Para pakar psikologi behavioristik ini tidak berminat mengkaji proses –
proses akal yang membangkitkan perilaku tersebut karena proses – proses akal
ini tidak dapat diamati atau diobservasi secara langsung. Jadi, para pakar
psikologi perilaku ini tidak mengkaji ide – ide, pengertian, kemauan,
keinginan, maksud, pengharapan, dan segala mekanisme fisiologi. Yang dikaji
hanyalah peristiwa – peristiwa yang dapat diamati, yang nyata dan konkret,
yaitu kelakuan atau tingkah laku manusia.
Psikologi yang kognitifistik dan lazim
disebut psikologi kognitif mencoba mengkaji proses–proses kognitif
manusia secara ilmiah. Yang dimaksud kognitif adalah proses–proses akal
(pikiran, berpikir) manusia yang bertanggung jawab mengatur pengalaman dan
perilaku manusia. Hal utama yang dikaji oleh psikologi kognitif adalah
bagaimana cara manusia memperoleh, menafsirkan, mengatur, menyimpan,
mengeluarkan, dan menggunakan pengetahuannya, termasuk perkembangan dan
penggunaan pengetahuan bahasa. Perbedaannya dengan psikologi kesadaran adalah
bahwa menurut paham mentalisme proses–proses akal itu berlangsung setelah
terjadinya rangsangan. Sedangkan menurut psikologi kognitif proses– proses akal
itu dapat terjadi karena adanya kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih
dahulu.kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih dahulu. Perilaku
yang muncul sebagai hasil proses akal seperti ini disebut perilaku atau
tindakan bertujuan sebagai hasil kreativitas organisme manusia itu sendiri.
Psikologi sangat berkaitan erat dengan
kehidupan manusia dalam segala kegiatannya yang sangat luas. Oleh karena itu,
muncullah berbagai cabang psikologi yang diberi nama sesuai dengan
penarapannya. Diantara cabang–cabang itu adalah psikologi sosial, psikologi
perkembangan, psikologi klinik, psikologi komunikasi, dan psikologi bahasa.
B. Linguistik
Secara umum linguistik lazim
diartikan sebagai ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek
kajiannya. Pakar linguistik disebut lingui, dalam bahasa inggris juga
berarti orang yang mahir menggunakan beberapa bahasa, selain bermakna pakar
linguistik. Seseorang linguis mempelajari bahasa bukan dengan tujuan utama
untuk mahir menggunakan bahasa itu, melainkan untuk mengetahui secara mendalam mengenai
kaidah – kaidah struktur bahasa, beserta dengan berbagai aspek dan segi yang
menyangkut bahasa itu. Andaikata si linguis ingin memahirkan penggunaan bahasa
bahasa itu tentu juga tidak ada salahnya. Bahkan akan menjadi lebih baik.
Sebaiknya, seseorang yang mahir dan lancar dalam menggunakan beberapa bahasa,
belum tentu dia seorang linguis kalau dia tidak mendalami teori tentang bahasa.
Orang seperti ini lebih tepat disebut seorang poliglot ”berbahasa
banyak”, sebagai dikotomi dari monoglot ”berbahasa satu”.
Kalau dikatakan bahwa linguistik atu
adalah ilmu yang objek kajiannya adalah bahaasa, sedangkan bahasa itu sendiri
merupakan fenomena yang hadir dalam segala aktivitas kehidupan manusia, maka
linguistik itu pun menjadi sangat luas bidang kajiannya. Oleh karena itu, kita
bisa lihat adanya berbagai cabang linguistik yang dibuat berdasarkan berbagai
kriteria atau pandangan. Secara umum pembidangan linguistik itu adalah sebagai
berikut.
- Menurut objek kajian, linguistik dapat dibagi atas
dua cabang besar, yaitu linguistik mikro dan linguistik makro.
Objek kajian linguistik mikro adalah struktur internal bahasa itu sendiri,
mencakup struktur fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Sedangkan
objek kajian linguistik makro adlah bahasa dalam hubungannya dengan faktor
di luar bahasa seperti faktor sosiologis, psikologis, antropologi, dan
neurologi. Berkaitan dengan faktor – faktor di luar bahasa itu muncullah
bidang – bidang seperti sosiologistik, psikologistik, neurolinguistik dan
etnolinguistik. Disini, linguistik dipandang sebagai disiplin utama,
sedangkan ilmu-ilmu lain sebagai disiplin bawahan. - Menurut tujuan kajiannya, linguistik dapat dibedakan
atas dua bidang besaar yaitu linguistik teoteris dan linguistik
terapan. Kajian teoteris hanya ditujukan untuk mencari atau menentukan
teori – teori linguistik. Hanya untuk membuat kaidah – kaidah linguistik
secara deskriptif. Sedangkan kajian terapan ditujukan untuk menerapkan
kaidah – kaidah linguistik dalam kegiatan praktis, seperti dalam
pengajaran bahasa, penerjemahan, penyusunan kamus, dan sebagainya. - Adanya yang disebut linguistik sejarah dan sejarah
linguistik. Linguistik sejarah mengkaji perkembangan dan perubahan suatu
bahasa atau sejumlah bahasa, baik dengan diperbandingkan maupun tidak.
Sejarah linguiatik mengkaji perkembangan ilmu linguistik, baik mengenai
tokoh – tokohnya, aliran – aliran teorinya, maupun hasil – hasil kerjanya.
Dalam kaitannya dengan psikologi,
linguistik lazim diartikan sebagai ilmu yang muncoba mempelajari hakikat
bahasa, atruktur bahasa, bagaimana bahasa itu diperoleh, bagaimana bahasa itu
bekerja, dan bagaimana bahasa itu berkembang. Dalam konsep ini tampak bahwa
yang namanya psikolinguistik dianggap sebagai cabang dari linguistik, sedangkan
linguistik itu sendiri dianggap sebagai cabang dari psikologi.
C. Psikolinguistik
Psikolinguistik terbentuk dari kata
psikologi dan kata linguistic, yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing
– masing berdiri sendiri, dengan prosedur dan metode yang berlainan. Namun,
keduanya sama – sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya materinya
yang berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji
perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Dengan demikian cara dan tujuannya
juga berbeda.
Meskipun cara dan tujuan berbeda,
tetapi banyak juga bagian – bagian objeknya yang dikaji dengan cara yang sama
dan dengan tujuan yang sama, tetapi dengan teori yang berlainan. Hasil kajian
kedua disiplin ini pun banyak yang sama, meskipun tidak sedikit yang berlainan.
Oleh karena itulah, telah lama dirasakan perlu adanya kerja sama di antara
kedua disiplin ini untuk mengkaji bahasa dan hakikat bahasa. Dengan kerja sama
kedua disiplin itu diharapkan akan diperoleh hasil kajian yang lebih baik dan
lebih bermanfaat.
Sebagai hasil kerjasama yang baik,
lebih terarah, dan lebih sistematis diantara kedua ilmu itu, lahirlah satu
disiplin ilmu baru yang disebut psikolinguistik, sebagai ilmu
antardisiplin antara psikologi dan linguistik. Istilah psikolinguistik
itu sendiri baru lahir tahun 1945, yakni tahun terbitnya buku psycholinguistics
: A Survey of Theory and Reserch Problems yang disunting oleh Charles E.
Osgood dan Thomas A. sebeok, di Bloomington, Amerika Serikat.
Psikolinguistik mencoba menguraikan
proses – proses psikologi yang berlangsung
jika seseorang
mengucapkan kalimat – kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan
bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia (Slobin, 1974; Meller,
1964; Slama Cazahu, 1973). Maka secara teoteris tujuan utama psikolinguistik
adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan
secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemeerolehannya. Dengan
kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan
bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada
waktu memahami kalimat– kalimat dalam pertuturan itu.
Dalam prakteknya psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan
psikologi pada masalah – masalah seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa,
pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan
kemultibahasaan, penyakit bertutur seperti afasia, gagap, dan sebagainya; serta
masalah – masalah sosial lain yang menyangkut bahasa, seperti bahasa dan
pendidikan,
bahasa dan pembangunan nusa dan bangsa.
D. Sejarah Perkembangan Psikolnguistik
Istilah psikolinguistik
baru muncul pada tahun 1954 dalam buku Thomas A. Sebeok dan Charles E.
Osgood yang berjudul Pshycolinguiatics: A Survey of Theory and
Research Problems, namun sebenarnya sejak zaman panini, ahli bahasa
dari India, dan Sokrates ahli filsafat dari Yunani, pengkajian bahasa telah
dilakukan orang. Kajian mereka tidak terlepas dari paham/aliran filsafat yang
mereka anut, karena filsafat merupakan induk dari semua disiplin ilmu.
Pada abad yang lalu terdapat dua aliran
filsafat yang saling bertentangan dan saling memengaruhi perkembangan
linguistik dan psikologi. Yang pertama adalah aliran empirisme yang erat
kaitannya dengan psikologi asosiasi. Aliran empirisme melakukan kajian terhadap
data empiris atau objek yang dapat diobservasi dengan cara menganalisis unsur –
unsur pembentukannya sampai yang sekecil – kecilnya. Oleh karena itu, aliran
ini disebut bersifat atomistik, dan lazim dikaitkan dengan asosianisme dan
positivisme.
Aliran kedua dikenal dengan nama rasionalisme.
Aliran ini mengkaji akal sebagai satu keseluruhan dan menyatakan bahwa faktor –
faktor yang ada dalam akal inilah yang patut diteliti untuk bisa memahami
perilaku manusia itu. Oleh karena itu, aliran ini disebut bersifat holistik,
dan biasa dikaitkan dengan paham nativisme, idealisme, dan
mentalisme.
Psikolinguistik bermula dari adanya
pakar linguistik yang berminat pada psikologi, dan adanya pakar psikologi yang
berkecimpung dalam linguistik. Dilanjutkan dengan adanya kerjasama antara pakar
linguistik dan pakar psikologi, dan kemudian muncullah pakar – pakar
psikolinguistik sebagai disiplin mandiri.
a. Psikologi dalam
Linguistik
Dalam sejarah linguistik ada sejumlah
pakar linguistik yang menaruh perhatian besar pada psikologi. Von Humboldt
(1767-1835), pakar linguistik berkebangsaan Jerman telah mencoba mengkaji
hubungan antara bahasa (linguistik) dengan pemikiran manusia (psikologi).
Caranya, dengan membandingkan tata bahasa dari bahasa – bahasa yang berlainan
dengan tabiat – tabiat bangsa – bangsa penutur itu. Von Humboldt sangat
dipengaruhi oleh aliran rasionalisme. Dia menganggap bahasa bukanlah sesuatu
yang sudah siap untuk dipotong – potong dan diklasifikasikan seperti aliran
empirisme. Menurut Von Humboldt bahasa itu merupakan satu kegiatan yang
memiliki prinsip – prinsip sendiri.
Ferdinand de Saussure (1858-1913),
pakar linguistik berkembangsaan Swiss, telah berusaha menerangkan apa
sebenarnya bahassa itu (linguistik) dan bagaimana keadaan bahasa itu dalam otak
(psikologi). Beliau memperkenalkan tiga istilah tentang bahasa yaitu langage
(bahasa pada umumnya yang bersifat abstrak), langue (bahasa tertentu
yang bersifat abstrak), dan parole (bahasa sebagai tuturan yang bersifat
konkret). Dia menegaskan objek kajian linguistik adalah langue.,
sedangkan objek kajian psikologi adalah parole. Ini berarti, kalau ingin
mengkaji bahasa secara lengkap, maka kedua disiplin, yakni linguistik dan
psikologi harus digunakan. Hal ini dikatakannya karena dia menganggap segala
sesuatu yang ada dalam bahasa itu pada dasarnya bersifat psikologis.
Edward Sapir (1884-1939), pakar
linguistik dan antropologi bangsa Amerika, telah mengikutsertakan psikologi
dalam pengkajian bahasa. Menurut Sapir, psikologi dapat memberikan dasar ilmiah
yang kuat dalam pengkajian bahasa. Beliau juga mencoba mengkaji hubungan bahasa
(linguistik) dengan pemikiran (psikologi). Dari kajian itu beliau berkesimpulan
bahwa bahasa, terutama strukturnya, merupakan unsur yang menentukan struktur
pemikiran manusia. Beliau juga menekankan bahwa linguistik dapat memberikan
sumbangan yang penting kepada psikologi Gestalt, dan sebaliknya psikologi
Gestalt dapat membantu disiplin linguistik.
b. Linguistik
dalam Psikologi
Dalam sejarah perkembangan psikologi
ada sejumlah pakar psikologi yang menaruh perhatian pada linguistik. John Dewey
(1859-1952), pakar psikologi berkebangsaan Amerika, seorang empirisme murni.
Beliau telah mengkaji bahasa dan perkembangannya dengan cara menafsirkan
analisis linguistik bahasa kanak – kanak berdasarkan prinsip – prinsip
psikologi. Umpamanya, beliau menyarankan agar penggolongan psikologi akan kata
– kata yang diucapkan kanak – kanak dilakukan berdasarkan makna seperti yang
dipahami kanak – kanak, dan bukan seperti yang dipahami orang dewasa dengan
bentuk – bentuk tata bahasa orang dewasa. Dengan cara ini, maka berdassarkan
prinsip – prinsip psikologi akan dapat ditentukan hubungan antara kata – kata
berkelas adverbia dan preposisi disatu pihak dengan kata – kata berkelas nomina
dan adjektiva dipihak lain. Jadi, dengan pengkajian kelas kata berdasarkan
pemahaman kanak – kanak kita akan dapat menentukan kecenderungan akal (mental)
kanak – kanak yang dihubungkan dengan perbedaan – perbedaan linguistik.
Pengkajian seperti ini, menurut Dewey, akan memberi bantuan yang besar kepaada
psikologi bahasa pada umumnya.
Watson (1878-1958), ahli psikologi
behaviorisme berkebangsaan Amerika. Beliau menempatkan perilaku atau kegiatan
berbahasa sama dengan perilaku atau kegiatan lainnya, seperti makan, berjalan,
dan melompat. Pada mulanya Watson hanya menghubungkan perilaku berbahasa yang
implisit, yakni yang terjadi didalam pikiran, dengan yang eksplisit, yakni yang
berupa tuturan. Namun, kemudian dia menyamakan perilaku berbahasa itu dengan
teori stimulus-respons yang dikembangkan oleh Povlov. Maka, penyamaan
ini memperlakukan kata – kata sama dengan benda – benda lain sebagai respons
dari suatu stimulus.
Weiss, ahli psikolodi behaviorisme Amerika. Beliau mengakui adanya aspek mental
dalm bahasa. Namun, karena wujudnya tidak memiliki kekuatan bentuk fisik, maka
wujudnya itu sukar dikaji atau ditunjukkan. Oleh karena itu, Weiss lebih
cenderung mengatakan bahwa bahasa itu sebagai satu bentuk perilaku apabila
seseorang menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosialnya. Weiss adalah salah
seorang tokoh yang terkemuka yang telah merintis jalan kearah lahirnya
psikolinguistik. Karena dialah yang telah berhasil mengubah Bloomfield dari
penganut aliran mentalistik menjadi penganut aliran behaviorisme. Weiss juga
telah mengemukakan sejumlah masalah yang harus dipecahkan oleh linguistik dan
psikologi yang dilihat dari sudut behaviorisme. Di antara masalah – masalah itu
adalah sebagai berikut :
- Bahasa merupakan satu kumpulan respons yang
jumlahnya tidak terbatas terhadap suatu stimulus. - Pada dasarnya perilaku bahasa menyatukan anggota
suatu masyarakat ke alam organisasi gerak saraf. - Perilaku bahasa adalah sebuah alat untuk mengubah
dan meragam-ragamkan kegiatan seseorang sebagai hasil warisan dan hasil
perolehan. - Bahasa dapat merupakan stimulus terhadap satu
respons, atau merupakan satu respons terhadap satu stimulus. - Respons bahasa sebagai satu stimul pengganti untuk
benda dan keadaan yang sebenarnya memungkinkan kita untuk memunculksn
kembali suatu hal yang pernah terjadi, dan menganalisis kejadian ini dalam
bagian – bagiannya.
c. Kerjasama
Psikologi dan Linguistik
Kerjasama secara langsung antara
linguistik dan psikologi sebanarnya sudah dimulai sejak 1860 yaitu, oleh Heyman
Steintthal, seorang ahli psikologi yang beralih menjadi ahli linguistik, dan
Moriz Lazarus seorang ahli linguistik yang beralih menjadi ahli psikologi
dengan menrbitkan sebuah jurnal yang khusus membicarakan masalh psikologi
bahasa dari sudut linguistik dan psikologi.
Dasar – dasar psikolinguistik menurut
beberapa pakar didalam buku yang disunting oleh Osgood dan Sebeok diatas adalah
berikut ini :
- Psikolinguistik adalah satu teori linguistik
berdasarkan bahasa yang dianggap sebagai sebuah sistem elemen yang saling
berhubungan erat. - Psokolinguistik adalah satu teori pembelajaran
(menurut teori behaviorisme) berdasarkan bahasa yang dianggapnsebagainsatu
sistem tabiat dan kemampuan yang menghubungkan isyarat dengan perilaku. - Psikolinguistik adalah satu teori informasi yang
menganggap bahasa sebagai sebuah alat untuk menyampaikan suatu benda.
d. Tiga Generasi
dalam Psikolinguistik
1. Psikolinguistik
Generasi pertama
Psikolinguistik generasi pertama adalah
psikolinguistik dengan para pakar yang menulis artikel dalam kumpulan karangan
berjudul psycholinguistics: A Survey of Theory and Reserch Problems yang
disunting oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. Sebeok. Titik pandang Osgood dan
Sebeok berkaitan erat dengan aliran behaviorisme (aliran perilaku) atau lebih
tepat lagi aliran neobehaviorisme. Teori – teori ini mengidentifikasikan bahasa
sebagai stu sistem respon yang langsung dan tidak langsung terhadap stimulus
verbal dan nonverbal. Orientasi stimulus respons ini adalah orientasi
psikologi.
Tokoh lain dari generasi pertama ini adalah L. Bloomfield. Beliau adalah tokoh
linguistik Amerika yang menerima dan menerapkan teori – teori behaviorisme
dalam analisis bahaa. Teknik analisis bahasa dan pandangannya tentang hakikat
bahasa sama dengan pandangan dan teori psikolinguistik perilaku.
Manusia yang normal sejak lahir telah
dilengkapi dengan kemampuan belajar. Oleh sebab itu, kemampuan berbahasa
didapat atau dicapai melalui proses belajar. Hal ini menunjukkan bahwa itu
harus dipelajari. Dengan kata lain, kemampuan berbahasa adalah satu kemampuan
hasil belajar, dan bukan sebagai sesuatu yang diwarisi.
Tokoh lain dari psikolinguistik
generasi pertama, dan yang dianggap sebagai tokoh utama adalah B. F. Skonner.
Beliau menjadi tokoh yang kemudian ditentang oleh Noam Chomsky yang menganut
aliran kognitif dalam proses berbahasa. Namun, teori – teori Skinner inilah
yang dianut oleh teori – teori linguistik aliran Bloomfield.
2. Psikolinguistik
Generasi Kedua
Karena pada psikolinguiatik generasi pertama tidak menjawab banyak masalah
proses berbahasa, dan teori – teori itu kekurangan daya penjelas, maka diperlukan
teori yang lain dalam psikolinguistik. Lahirlah teori –teori psikolinguiatik
generasi kedua, dengan dua tokoh utamanya yakni Noam Chomsky dan George Miller.
Menurut Mehler dan Noizet, psikolinguistik generasi kedua
telah dapat mengatasi ciri – ciri atomistik dari psikolinguistik Osgood-Sebeok.
Psikolinguistik generasi kedua berpendapat bahwa dalam proses berbahasa
bukanlah butir – butir bahasa yang diperoleh, melainkan kaidah dan sistem
kaidahlah yang diperoleh.
3. Psikolinguistik
Generasi Ketiga
Kelahiran psikolinguistik generasi ketiga ini oleh G.
Werstch dalam bukunya Two Problems for the New Psycholinguistics diberi
nama New Psycholinguistics.Ciri – ciri psikolinguistik generasi
ketiga ini adalah sebagai berikut :
Pertama,
orientasi mereka kepada psikologi, tetapi bukan psikologi perilaku. Mereka
berorientasi kepada psikologi seperti yang dikemukakan oleh Fresse dan Al
Vallon dari perancis, dan mungkin juga kepada psikologi aktivitas dari Uni
Sovyet atau seperti ditekankan oleh G. Werstch bahwa terjadi proses yang
serempak dari informasi linguistik dan psikologi.
Kedua,
keterlepasan mereka dari kerangka psikolinguistik kalimat dan keterlibatan
dalam psikolinguistik yang berdasarkan situasi dan konteks. Ini berarti,
analisis psikolinguistik bbukan lagi menentukan kalimat hubungan antara
struktur gramatikal dan kaidah semantik model Noam Chomsky dengan teori
generatif transformasinya, tetapi hubungan ini diperluas dengan memperhitungkan
situasi dan konteks.
Ketiga,
adanya satu pergeseran dari analisis mengenai proses ujaran yang abstrak ke
satu analisis psikologis mengenai komunikasi dan pikiran. Pergeseran dari
ujaran yang abstrak ke komunikasi dan pikiran ini dikemukakan oleh J. S. Bruner
dalam artikelnya berjudul Frol Communication to Language yang dimuat dalam
Cognition tahun 1974-5.
Ketiga
ciri utama dari psikolinguistik generasi ketiga ini menunjukkan telah
terjadinya satu peningkatan kualitatif dalam perkembangan psikolinguistik di negara
– negara Barat. Namun, menurut Leontive (1981) dibandingkan dengan perkembangan
linguistik di Eropa, maka osikolinguistik di Rusia sudah lebih dulu berkembang
karena sejak awal psikolinguistik di Rusia telah memperhitungkan jurus
komunikasi dan pikiran dalam analisas psikolinguistik.
E. Aliran-aliran Psikolinguistik
1)
Aliran
Behavioristik
Teori Behavioristik pertama kali dimunculkan oleh Jhon
B.Watson (1878-1958). Dia adalah seorang ahli psikologi berkebangsaan
amerika. Dia mengembangkan teori Stimulus-Respons Bond (S – R Bond) yang telah
diperkenalkan oleh Ivan P.Pavlov. Menurut teori ini tujuan utama
psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan
sedikitpun tidak ada hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah
benda-benda atau hal-hal yang diamati secara langsung, yaitu rangsangan
(stimulus) dan gerak balas(respons) [1][1].
Eksperimen yang dilakukan oleh Watson dalam membuktikan
kebenaran teori behaviorismenya terhadap manusia adalah percobaan terhadap bayi
yang bernama albert berusia 11 tahun dan tikus putih. Dimana kesimpulan
akhirnya adalah pelaziman dapat merubah prilaku seseorang secara nyata.
Dalam pembelajaran yang didasarkan pada hubungan stimulus
respon, Watson mengemukakan dua hal penting:
1.Recency
Principle(prinsip
kebaruan)
Yaitu Jika suatu stimulus baru saja menimbulkan respons,
maka kemungkinan stimulus itu untuk menimbulkan respons yang sama apabila
diberikan umpan lagi akan lebih besar daripada kalau stimulus itu diberikan
umpan setelah lama berselang.
2.Frequency Principle(prinsip frekuensi)
Menurut prinsip ini apabila suatu stimulus dibuat lebih
sering menimbulkan satu respons, maka kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan
respons yang sama pada waktu yang lain akan lebih besar.
Selain itu. Watson mengatakan bahwa keyakinan pada adanya
kesadaran berkaitan dengan keyakinan masa-masa nenek moyang mengenai tahayul.
Magis-magis senantiasa hidup. Konsep-konsep warisan masa praberadab ini telah
membuat kebangkitan dan pertumbuhan psikologis ilmiah menjadi sangat sulit.
Kriteria Watson dalam menentukan apakah sesuatu itu ada atau tidak ada adalah
berdasarkan apakah hal tersebut dapat diamati atau tidak dapat diamati.
Selanjutnya Bell (1981:24)
mengungkapkan pandangan aliran behaviorisme yang dianggap sebagai jawaban atas
pertanyaan bagaimanakah sesungguhnya manusia memelajari bahasa, yaitu:
1. Dalam upaya
menemukan penjelasan atas proses pembelajaran manusia, hendaknya para ahli
psikologi memiliki pandangan bahwa hal-hal yang dapat diamati saja yang akan
dijelaskan, sedangkan hal-hal yang tidak dapat diamati hendaknya tidak
diberikan penjelasan maupun membentuk bagian dari penjelasan.
2. Pembelajaran
itu terdiri dari pemerolehan kebiasaan, yang diawali dengan peniruan.
3. Respon yang
dianggap baik menghasilkan imbalan yang baik pula.
4. Kebiasaan
diperkuat dengan cara mengulang-ulang stimuli dengan begitu sering sehingga
respon yang diberikan pun menjadi sesuatu yang bersifat otomatis.
2)
Aliran
Kognitif
Menurut teori ini bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang
terpisah, melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari
kematangan kognitif. Bahasa di instruksikan oleh nalar. Perkembangan bahasa
harus berlandaskan pada percobaan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam
kognisi. Jadi urutan-urutan perkembnagan kognitif menentukan perkembangan
bahasaMenurut teori kognitif yang utama sekali harus dicapai adalah
perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk
keterampilan berbahasa semenjak lahir sampai umur 18 bulan bahasa belum ada, si
anak memahami dunia melalui indranya.
Adapun tokoh yang terkenal dengan teori kognitif ini adalah Noam
Chomsky menyatakan bahwa manusia dilahirkan dengan akal yang berisi
pengetahuan batin yang berkait dengan sejumlah bidang yang berbeda-beda. Salah
satu dari pengetahuan tersebut berkait dengan bahasa. Chomsky menyebut
pengetahuan batin yang berkait dengan bahasa ini sebagai Language
Acquisition Device atau yang lebih populer sebagai LAD, yang dalam modul
disebut sebagai Alat Pemerolehan Bahasa atau APB. Chomsky berpendapat
bahwa daya-daya dalam bidang yang berbeda yang disebut di atas, relatif mandiri
satu sama lain. Artinya tidak saling berkait. Bahkan dalam kaitan dengan
pemerolehan bahasa, Chomsky berpendapat bahwa bagi pemerolehan bahasa,
pengetahuan batin saja sudah cukup dan pengetahuan matematis serta pengetahuan
logika tidak diperlukan dalam kegiatan ini.
Masih menurut Chomsky behaviorisme (S-R), sangat tidak
memadai untuk menerangkan proses pemerolejhan bahasa. Sebab masukan data
linguistiknya sangat sedikit untuk membangkitkan rumus-rumus linguistic. pada bagian akhir subpokok bahasan diketengahkan argumen-argumen
yang dikemukakan Chomsky dalam mempertahankan APB yang tertuang dalam bentuk
empat argumen, yakni (1) keunikan tata bahasa, (2) data masukan yang tidak
sempurna, (3) ketidakselarasan intelegensi, dan (4) kemudahan dan kecepatan
pemerolehan bahasa anak.
3)
Aliran
Mentalistik
Pada subpokok bahasan ini, kita telah membahas sejumlah
konsep pendapat-pendapat para teorisi mengenai bagaimana seseorang memahami dan
merespons terhadap apa-apa yang ada di alam semesta ini. Kita telah berbicara
mengenai pandangan-pandangan kaum mentalis dan kaum bahavioris, terutama dalam
kaitan dengan keterhubungan antara bahasa, ujaran dan pikiran. Menurut kaum
mentalis, seorang manusia dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda
dari badan (body) orang tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai
dua hal yang berinteraksi satu sama lain, yang salah sati di antaranya mungkin
menyebabkan atau mungkin mengontrol peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
bagian lainnya. Dalam kaitan dengan perilaku secara keseluruhan, pandangan ini
berpendapat bahwa seseorang berperilaku seperti yang mereka lakukan itu bisa
merupakan hasil perilaku badan secara tersendiri, seperti bernapas atau bisa
pula merupakan hasil interaksi antara badan dan pikiran. Mentalisme dapat
dibagi menjadi dua, yakni empirisme dan rasionalisme.
Kedua pendapat ini pun memiliki
pandangan-pandangan yang berbeda dalam memahami persoalan gagasan-gagasan batin
atau pengetahuan. Semua kaum mentalis bersepakat mengenai adanya akal dan bahwa
manusia memiliki pengetahuan dan gagasan di dalam akalnya. Meskipun demikian,
mereka tidak bersepakat dalam hal bagaimana gagasan-gagasan tersebut bisa ada
di dalam akal. Apakah gagasan-gagasan tersebut seluruhnya diperoleh dari
pengalaman (pendapat kaum empiris) atau gagasan-gagasan tersebut sudah ada di
dalam akal sejak lahir (gagasan kaum rasional). Bahkan di dalam kedua aliran
ini pun, terdapat perbedaan pendapat yang rinciannya akan kita bahas nanti.
Kemudian, diketengahkan pembahasan
mengenai empirisme. Dalam kaitan ini telah dibahas kenyataan bahwa kata empiris
dan empirisme telah berkembang menjadi dua istilah yang memiliki dua makna yang
berbeda. Setelah itu, dibahas pula isu lain yang mengelompokkan kaum empiris,
yakni isu yang berkenaan dengan pertanyaan apakah gagasan-gagasan di dalam akal
manusia yang membentuk pengetahuan bersifat universal atau umum di samping juga
bersifat fisik.
PENUTUP
- Kesimpulan
Teori/Aliran Behavioristiktujuan utama psikologi adalah
membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan sedikitpun tidak ada
hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah benda-benda atau hal-hal yang
diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus) dan gerak balas(respons)
Teori Kognitifberpandangan Menurut teori ini
bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang terpisah, melainkan salah satu diantara
beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif
Kaum mentalisberpendapat seorang manusia
dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda dari badan (body) orang
tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai dua hal yang
berinteraksi satu sama lain,
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dardjowidjojo,
Soenjono. 2010. Psikolinguistik Pengantar
Pemahaman Bahasa
Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mar’at,
Samsunuwiyati. 2009. Psikolingustik Suatu Pengantar. Jakarta: Refika Aditama.
http://prasastie.multiply.com/journal/item/38
[1]http://massofa.wordpress.com/2008/01/24/menengok-bahasan-psikolinguistik/
OLEH PAKDE SOFA
http.//www.scrib.com
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu masalah kompleks manusia, selain
berkenaan dengan masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah kegiatan
berbahasa.Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung
secara makanistik, tetapi juga berlangsung secara mentalistik. Artinya,
kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dengan proses atau kegiatan mental
(otak). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, studi
linguistik perlu dilengkapi dengan studi antardisiplin antara linguistik dan
psikologi, yang lazim disebut psikolinguistik.
Wundt adalah
Bapak Psikologi Eksperimen yang pertama kali membangun Laboratorium Psikologi
di Leipzig, Jerman pada abad ke-19. Di
samping itu, Wundt telah memperkenalkan apa yang pada waktu itu di sebut
Psikologi Bahasa (Psychologie Der Sprache) yang materinya tidak jauh
berbeda dengan apa yang dibahas dalam Psikolinguistik dewasa ini. Istilah
Psikolinguistik merupakan istilah lain dari Psikologi Bahasa yang muncul
setelah Perang Dunia Kedua.
Pada tahun
1900 Wundt menulis buku tentang psikolingistik yang berjudul ”Die Sprache” terdiri
atas dua jilid. Die Sprache inji merupakan bagian dari satu set buku karangan Wundt
yang berjudul ”Volker Psychologie”
(Psikologi Bangsa) yang membahas tentang kebudayaan, struktur sosial bahasa,
moral, dan lain-lain dari pelbagai bangsa yang berbeda di dunia. Isinya semacam
antropologi terhadap kebanyakan para psikolog yang tidak menyadari atau
mengetahuinya.
Dalam
bukunya itu, Wundt berusaha dengan keras mennabungkan dua aliran yang sangat
kuat pada abad ke-19, yaitu aliran idealisme atau rasionalisme dengan alirn
empirisme.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1.
Apakah
yang dimaksud dengan psikologi?
2.
Apakah
yang dimaksud dengan lingustik?
3.
Apakah
yang dimaksud dengan psikolinguistik?
4.
Aliran-aliran
apa sajakah yang terdapat dalam psikolinuistik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Psikologi
Secara etimologi kata psikologi
berasal dari bahasa Yunani Kuno psyche dan logos. kata psyche
berarti jiwa, roh, atau sukma, sedangkan kata logos berarti ilmu. Jadi,
secara harfiah berarti ilmu jiwa atau ilmu yang objek kajiannya adalah jiwa.
dulu ketika psikologi adalah ilmu yang mengkaji jiwa masih bisa dipertahankan.
Dalam kepustakaan pada tahun 50an nama ilmu jiwa lazim digunakan sebagai padanan
kata psikologi. Namun, kini istilah ilmu jiwa tidak digunakan lagi karena
bidang ilmu ini memang tidak meneliti jiwa, roh, atau sukma, sehingga istilah
itu kurang tepat.
Dalam perkembangan lebih lanjut,
psikologi lebih membahas atau mengkaji sisi – sisi manusia dari segi yang bisa
diamati. Kareba jiwa itu bersifat abstrak, sehingga tidak dapat diamati secara
empiris, padahal objek kajian setiap ilmu harus dapat diobservasi secara
indrawi. Dalam hal ini jiwa atau keadaan jiwa hanya bisa diamati melalui gejala
– gejalanya seperti orang yang sedih akan berlaku murung, dan orang yang
gembira tampak dari gerak – geriknya yang riang atau dari wajahnya yang binar –
binar. Meskipun demikian, kita juga sering mendapat kesulitan untuk mengetahui
keadaan jiwa seseorang dengan hanya melihat tingkah lakunya saja. Tidak jarang
kita jumpai seseorang yang sebenarnya sedih tetapi tetap tersenyum. Atau
seseorang yang sebenarnya jengkel atau marah tetapi tetap tenang atau malah
tertawa.
Walaupun besar gerak – gerik lahir seseorang
belum tentu menggambarkan keadaan jiwa yang sebanarnya, namun, secara
tradisional, psikologi lazim diartikan sebagai satu bidang ilmu yang mencoba
mempelajari perilaku manusia. Caranya adalah dengan mengkaji hakikat
rangsangan, hakikat reaksi terhadap rangsangan itu dan mengkaji hakikat proses
– proses akal yang berlaku sebelum reaksi itu terjadi. Para ahli psikologi
belakangan ini juga cenderung untuk menganggap psikologi sebagai suatu ilmu
yang mecoba mengkaji proses akal manusia dan segala manifestasinya yang
mengatur perilaku manusia itu. Tujuan pengkajian akal ini adalah untuk
menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol perilaku manusia.
Dalam perkembangannya, psikologi telah
menjadi beberapa aliran sesuai dengan paham filsafat yang dianut. Karena itulah
dikenal adanya psikologi yang mentalistik, yang bahavioristik, dan yang
kognitifistik.
Psikologi yang mentalistik melahirkan
aliran yang disebut psikologi kesadaran. Tujuan utama psikologi
kesadaran adalah mencoba mengkaji proses – proses akal manusia dengan cara
mengintrospeksi atau mengkaji diri. Oleh karena itu, psikologi kesadaran lazim
juga disebut psikologi introspeksionisme. Psikologi ini merupakan suatu
proses akal dengan cara melihat kedalam diri sendiri setelah suatu rangsangan
terjadi.
Psikologi yang behavioristik melahirkan
aliran yang disebut psikologi perilaku. Tujuan utama psikologi perilaku
ini adalah mencoba mengkaji perilaku manusia yang berupa reaksi apabila suatu
rangsangan terjadi, dan selanjutnya bagaimana mengawasi dan mengontrol perilaku
itu. Para pakar psikologi behavioristik ini tidak berminat mengkaji proses –
proses akal yang membangkitkan perilaku tersebut karena proses – proses akal
ini tidak dapat diamati atau diobservasi secara langsung. Jadi, para pakar
psikologi perilaku ini tidak mengkaji ide – ide, pengertian, kemauan,
keinginan, maksud, pengharapan, dan segala mekanisme fisiologi. Yang dikaji
hanyalah peristiwa – peristiwa yang dapat diamati, yang nyata dan konkret,
yaitu kelakuan atau tingkah laku manusia.
Psikologi yang kognitifistik dan lazim
disebut psikologi kognitif mencoba mengkaji proses–proses kognitif
manusia secara ilmiah. Yang dimaksud kognitif adalah proses–proses akal
(pikiran, berpikir) manusia yang bertanggung jawab mengatur pengalaman dan
perilaku manusia. Hal utama yang dikaji oleh psikologi kognitif adalah
bagaimana cara manusia memperoleh, menafsirkan, mengatur, menyimpan,
mengeluarkan, dan menggunakan pengetahuannya, termasuk perkembangan dan
penggunaan pengetahuan bahasa. Perbedaannya dengan psikologi kesadaran adalah
bahwa menurut paham mentalisme proses–proses akal itu berlangsung setelah
terjadinya rangsangan. Sedangkan menurut psikologi kognitif proses– proses akal
itu dapat terjadi karena adanya kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih
dahulu.kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih dahulu. Perilaku
yang muncul sebagai hasil proses akal seperti ini disebut perilaku atau
tindakan bertujuan sebagai hasil kreativitas organisme manusia itu sendiri.
Psikologi sangat berkaitan erat dengan
kehidupan manusia dalam segala kegiatannya yang sangat luas. Oleh karena itu,
muncullah berbagai cabang psikologi yang diberi nama sesuai dengan
penarapannya. Diantara cabang–cabang itu adalah psikologi sosial, psikologi
perkembangan, psikologi klinik, psikologi komunikasi, dan psikologi bahasa.
B. Linguistik
Secara umum linguistik lazim
diartikan sebagai ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek
kajiannya. Pakar linguistik disebut lingui, dalam bahasa inggris juga
berarti orang yang mahir menggunakan beberapa bahasa, selain bermakna pakar
linguistik. Seseorang linguis mempelajari bahasa bukan dengan tujuan utama
untuk mahir menggunakan bahasa itu, melainkan untuk mengetahui secara mendalam mengenai
kaidah – kaidah struktur bahasa, beserta dengan berbagai aspek dan segi yang
menyangkut bahasa itu. Andaikata si linguis ingin memahirkan penggunaan bahasa
bahasa itu tentu juga tidak ada salahnya. Bahkan akan menjadi lebih baik.
Sebaiknya, seseorang yang mahir dan lancar dalam menggunakan beberapa bahasa,
belum tentu dia seorang linguis kalau dia tidak mendalami teori tentang bahasa.
Orang seperti ini lebih tepat disebut seorang poliglot ”berbahasa
banyak”, sebagai dikotomi dari monoglot ”berbahasa satu”.
Kalau dikatakan bahwa linguistik atu
adalah ilmu yang objek kajiannya adalah bahaasa, sedangkan bahasa itu sendiri
merupakan fenomena yang hadir dalam segala aktivitas kehidupan manusia, maka
linguistik itu pun menjadi sangat luas bidang kajiannya. Oleh karena itu, kita
bisa lihat adanya berbagai cabang linguistik yang dibuat berdasarkan berbagai
kriteria atau pandangan. Secara umum pembidangan linguistik itu adalah sebagai
berikut.
- Menurut objek kajian, linguistik dapat dibagi atas
dua cabang besar, yaitu linguistik mikro dan linguistik makro.
Objek kajian linguistik mikro adalah struktur internal bahasa itu sendiri,
mencakup struktur fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Sedangkan
objek kajian linguistik makro adlah bahasa dalam hubungannya dengan faktor
di luar bahasa seperti faktor sosiologis, psikologis, antropologi, dan
neurologi. Berkaitan dengan faktor – faktor di luar bahasa itu muncullah
bidang – bidang seperti sosiologistik, psikologistik, neurolinguistik dan
etnolinguistik. Disini, linguistik dipandang sebagai disiplin utama,
sedangkan ilmu-ilmu lain sebagai disiplin bawahan. - Menurut tujuan kajiannya, linguistik dapat dibedakan
atas dua bidang besaar yaitu linguistik teoteris dan linguistik
terapan. Kajian teoteris hanya ditujukan untuk mencari atau menentukan
teori – teori linguistik. Hanya untuk membuat kaidah – kaidah linguistik
secara deskriptif. Sedangkan kajian terapan ditujukan untuk menerapkan
kaidah – kaidah linguistik dalam kegiatan praktis, seperti dalam
pengajaran bahasa, penerjemahan, penyusunan kamus, dan sebagainya. - Adanya yang disebut linguistik sejarah dan sejarah
linguistik. Linguistik sejarah mengkaji perkembangan dan perubahan suatu
bahasa atau sejumlah bahasa, baik dengan diperbandingkan maupun tidak.
Sejarah linguiatik mengkaji perkembangan ilmu linguistik, baik mengenai
tokoh – tokohnya, aliran – aliran teorinya, maupun hasil – hasil kerjanya.
Dalam kaitannya dengan psikologi,
linguistik lazim diartikan sebagai ilmu yang muncoba mempelajari hakikat
bahasa, atruktur bahasa, bagaimana bahasa itu diperoleh, bagaimana bahasa itu
bekerja, dan bagaimana bahasa itu berkembang. Dalam konsep ini tampak bahwa
yang namanya psikolinguistik dianggap sebagai cabang dari linguistik, sedangkan
linguistik itu sendiri dianggap sebagai cabang dari psikologi.
C. Psikolinguistik
Psikolinguistik terbentuk dari kata
psikologi dan kata linguistic, yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing
– masing berdiri sendiri, dengan prosedur dan metode yang berlainan. Namun,
keduanya sama – sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya materinya
yang berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji
perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Dengan demikian cara dan tujuannya
juga berbeda.
Meskipun cara dan tujuan berbeda,
tetapi banyak juga bagian – bagian objeknya yang dikaji dengan cara yang sama
dan dengan tujuan yang sama, tetapi dengan teori yang berlainan. Hasil kajian
kedua disiplin ini pun banyak yang sama, meskipun tidak sedikit yang berlainan.
Oleh karena itulah, telah lama dirasakan perlu adanya kerja sama di antara
kedua disiplin ini untuk mengkaji bahasa dan hakikat bahasa. Dengan kerja sama
kedua disiplin itu diharapkan akan diperoleh hasil kajian yang lebih baik dan
lebih bermanfaat.
Sebagai hasil kerjasama yang baik,
lebih terarah, dan lebih sistematis diantara kedua ilmu itu, lahirlah satu
disiplin ilmu baru yang disebut psikolinguistik, sebagai ilmu
antardisiplin antara psikologi dan linguistik. Istilah psikolinguistik
itu sendiri baru lahir tahun 1945, yakni tahun terbitnya buku psycholinguistics
: A Survey of Theory and Reserch Problems yang disunting oleh Charles E.
Osgood dan Thomas A. sebeok, di Bloomington, Amerika Serikat.
Psikolinguistik mencoba menguraikan
proses – proses psikologi yang berlangsung
jika seseorang
mengucapkan kalimat – kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan
bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia (Slobin, 1974; Meller,
1964; Slama Cazahu, 1973). Maka secara teoteris tujuan utama psikolinguistik
adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan
secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemeerolehannya. Dengan
kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan
bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada
waktu memahami kalimat– kalimat dalam pertuturan itu.
Dalam prakteknya psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan
psikologi pada masalah – masalah seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa,
pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan
kemultibahasaan, penyakit bertutur seperti afasia, gagap, dan sebagainya; serta
masalah – masalah sosial lain yang menyangkut bahasa, seperti bahasa dan
pendidikan,
bahasa dan pembangunan nusa dan bangsa.
D. Sejarah Perkembangan Psikolnguistik
Istilah psikolinguistik
baru muncul pada tahun 1954 dalam buku Thomas A. Sebeok dan Charles E.
Osgood yang berjudul Pshycolinguiatics: A Survey of Theory and
Research Problems, namun sebenarnya sejak zaman panini, ahli bahasa
dari India, dan Sokrates ahli filsafat dari Yunani, pengkajian bahasa telah
dilakukan orang. Kajian mereka tidak terlepas dari paham/aliran filsafat yang
mereka anut, karena filsafat merupakan induk dari semua disiplin ilmu.
Pada abad yang lalu terdapat dua aliran
filsafat yang saling bertentangan dan saling memengaruhi perkembangan
linguistik dan psikologi. Yang pertama adalah aliran empirisme yang erat
kaitannya dengan psikologi asosiasi. Aliran empirisme melakukan kajian terhadap
data empiris atau objek yang dapat diobservasi dengan cara menganalisis unsur –
unsur pembentukannya sampai yang sekecil – kecilnya. Oleh karena itu, aliran
ini disebut bersifat atomistik, dan lazim dikaitkan dengan asosianisme dan
positivisme.
Aliran kedua dikenal dengan nama rasionalisme.
Aliran ini mengkaji akal sebagai satu keseluruhan dan menyatakan bahwa faktor –
faktor yang ada dalam akal inilah yang patut diteliti untuk bisa memahami
perilaku manusia itu. Oleh karena itu, aliran ini disebut bersifat holistik,
dan biasa dikaitkan dengan paham nativisme, idealisme, dan
mentalisme.
Psikolinguistik bermula dari adanya
pakar linguistik yang berminat pada psikologi, dan adanya pakar psikologi yang
berkecimpung dalam linguistik. Dilanjutkan dengan adanya kerjasama antara pakar
linguistik dan pakar psikologi, dan kemudian muncullah pakar – pakar
psikolinguistik sebagai disiplin mandiri.
a. Psikologi dalam
Linguistik
Dalam sejarah linguistik ada sejumlah
pakar linguistik yang menaruh perhatian besar pada psikologi. Von Humboldt
(1767-1835), pakar linguistik berkebangsaan Jerman telah mencoba mengkaji
hubungan antara bahasa (linguistik) dengan pemikiran manusia (psikologi).
Caranya, dengan membandingkan tata bahasa dari bahasa – bahasa yang berlainan
dengan tabiat – tabiat bangsa – bangsa penutur itu. Von Humboldt sangat
dipengaruhi oleh aliran rasionalisme. Dia menganggap bahasa bukanlah sesuatu
yang sudah siap untuk dipotong – potong dan diklasifikasikan seperti aliran
empirisme. Menurut Von Humboldt bahasa itu merupakan satu kegiatan yang
memiliki prinsip – prinsip sendiri.
Ferdinand de Saussure (1858-1913),
pakar linguistik berkembangsaan Swiss, telah berusaha menerangkan apa
sebenarnya bahassa itu (linguistik) dan bagaimana keadaan bahasa itu dalam otak
(psikologi). Beliau memperkenalkan tiga istilah tentang bahasa yaitu langage
(bahasa pada umumnya yang bersifat abstrak), langue (bahasa tertentu
yang bersifat abstrak), dan parole (bahasa sebagai tuturan yang bersifat
konkret). Dia menegaskan objek kajian linguistik adalah langue.,
sedangkan objek kajian psikologi adalah parole. Ini berarti, kalau ingin
mengkaji bahasa secara lengkap, maka kedua disiplin, yakni linguistik dan
psikologi harus digunakan. Hal ini dikatakannya karena dia menganggap segala
sesuatu yang ada dalam bahasa itu pada dasarnya bersifat psikologis.
Edward Sapir (1884-1939), pakar
linguistik dan antropologi bangsa Amerika, telah mengikutsertakan psikologi
dalam pengkajian bahasa. Menurut Sapir, psikologi dapat memberikan dasar ilmiah
yang kuat dalam pengkajian bahasa. Beliau juga mencoba mengkaji hubungan bahasa
(linguistik) dengan pemikiran (psikologi). Dari kajian itu beliau berkesimpulan
bahwa bahasa, terutama strukturnya, merupakan unsur yang menentukan struktur
pemikiran manusia. Beliau juga menekankan bahwa linguistik dapat memberikan
sumbangan yang penting kepada psikologi Gestalt, dan sebaliknya psikologi
Gestalt dapat membantu disiplin linguistik.
b. Linguistik
dalam Psikologi
Dalam sejarah perkembangan psikologi
ada sejumlah pakar psikologi yang menaruh perhatian pada linguistik. John Dewey
(1859-1952), pakar psikologi berkebangsaan Amerika, seorang empirisme murni.
Beliau telah mengkaji bahasa dan perkembangannya dengan cara menafsirkan
analisis linguistik bahasa kanak – kanak berdasarkan prinsip – prinsip
psikologi. Umpamanya, beliau menyarankan agar penggolongan psikologi akan kata
– kata yang diucapkan kanak – kanak dilakukan berdasarkan makna seperti yang
dipahami kanak – kanak, dan bukan seperti yang dipahami orang dewasa dengan
bentuk – bentuk tata bahasa orang dewasa. Dengan cara ini, maka berdassarkan
prinsip – prinsip psikologi akan dapat ditentukan hubungan antara kata – kata
berkelas adverbia dan preposisi disatu pihak dengan kata – kata berkelas nomina
dan adjektiva dipihak lain. Jadi, dengan pengkajian kelas kata berdasarkan
pemahaman kanak – kanak kita akan dapat menentukan kecenderungan akal (mental)
kanak – kanak yang dihubungkan dengan perbedaan – perbedaan linguistik.
Pengkajian seperti ini, menurut Dewey, akan memberi bantuan yang besar kepaada
psikologi bahasa pada umumnya.
Watson (1878-1958), ahli psikologi
behaviorisme berkebangsaan Amerika. Beliau menempatkan perilaku atau kegiatan
berbahasa sama dengan perilaku atau kegiatan lainnya, seperti makan, berjalan,
dan melompat. Pada mulanya Watson hanya menghubungkan perilaku berbahasa yang
implisit, yakni yang terjadi didalam pikiran, dengan yang eksplisit, yakni yang
berupa tuturan. Namun, kemudian dia menyamakan perilaku berbahasa itu dengan
teori stimulus-respons yang dikembangkan oleh Povlov. Maka, penyamaan
ini memperlakukan kata – kata sama dengan benda – benda lain sebagai respons
dari suatu stimulus.
Weiss, ahli psikolodi behaviorisme Amerika. Beliau mengakui adanya aspek mental
dalm bahasa. Namun, karena wujudnya tidak memiliki kekuatan bentuk fisik, maka
wujudnya itu sukar dikaji atau ditunjukkan. Oleh karena itu, Weiss lebih
cenderung mengatakan bahwa bahasa itu sebagai satu bentuk perilaku apabila
seseorang menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosialnya. Weiss adalah salah
seorang tokoh yang terkemuka yang telah merintis jalan kearah lahirnya
psikolinguistik. Karena dialah yang telah berhasil mengubah Bloomfield dari
penganut aliran mentalistik menjadi penganut aliran behaviorisme. Weiss juga
telah mengemukakan sejumlah masalah yang harus dipecahkan oleh linguistik dan
psikologi yang dilihat dari sudut behaviorisme. Di antara masalah – masalah itu
adalah sebagai berikut :
- Bahasa merupakan satu kumpulan respons yang
jumlahnya tidak terbatas terhadap suatu stimulus. - Pada dasarnya perilaku bahasa menyatukan anggota
suatu masyarakat ke alam organisasi gerak saraf. - Perilaku bahasa adalah sebuah alat untuk mengubah
dan meragam-ragamkan kegiatan seseorang sebagai hasil warisan dan hasil
perolehan. - Bahasa dapat merupakan stimulus terhadap satu
respons, atau merupakan satu respons terhadap satu stimulus. - Respons bahasa sebagai satu stimul pengganti untuk
benda dan keadaan yang sebenarnya memungkinkan kita untuk memunculksn
kembali suatu hal yang pernah terjadi, dan menganalisis kejadian ini dalam
bagian – bagiannya.
c. Kerjasama
Psikologi dan Linguistik
Kerjasama secara langsung antara
linguistik dan psikologi sebanarnya sudah dimulai sejak 1860 yaitu, oleh Heyman
Steintthal, seorang ahli psikologi yang beralih menjadi ahli linguistik, dan
Moriz Lazarus seorang ahli linguistik yang beralih menjadi ahli psikologi
dengan menrbitkan sebuah jurnal yang khusus membicarakan masalh psikologi
bahasa dari sudut linguistik dan psikologi.
Dasar – dasar psikolinguistik menurut
beberapa pakar didalam buku yang disunting oleh Osgood dan Sebeok diatas adalah
berikut ini :
- Psikolinguistik adalah satu teori linguistik
berdasarkan bahasa yang dianggap sebagai sebuah sistem elemen yang saling
berhubungan erat. - Psokolinguistik adalah satu teori pembelajaran
(menurut teori behaviorisme) berdasarkan bahasa yang dianggapnsebagainsatu
sistem tabiat dan kemampuan yang menghubungkan isyarat dengan perilaku. - Psikolinguistik adalah satu teori informasi yang
menganggap bahasa sebagai sebuah alat untuk menyampaikan suatu benda.
d. Tiga Generasi
dalam Psikolinguistik
1. Psikolinguistik
Generasi pertama
Psikolinguistik generasi pertama adalah
psikolinguistik dengan para pakar yang menulis artikel dalam kumpulan karangan
berjudul psycholinguistics: A Survey of Theory and Reserch Problems yang
disunting oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. Sebeok. Titik pandang Osgood dan
Sebeok berkaitan erat dengan aliran behaviorisme (aliran perilaku) atau lebih
tepat lagi aliran neobehaviorisme. Teori – teori ini mengidentifikasikan bahasa
sebagai stu sistem respon yang langsung dan tidak langsung terhadap stimulus
verbal dan nonverbal. Orientasi stimulus respons ini adalah orientasi
psikologi.
Tokoh lain dari generasi pertama ini adalah L. Bloomfield. Beliau adalah tokoh
linguistik Amerika yang menerima dan menerapkan teori – teori behaviorisme
dalam analisis bahaa. Teknik analisis bahasa dan pandangannya tentang hakikat
bahasa sama dengan pandangan dan teori psikolinguistik perilaku.
Manusia yang normal sejak lahir telah
dilengkapi dengan kemampuan belajar. Oleh sebab itu, kemampuan berbahasa
didapat atau dicapai melalui proses belajar. Hal ini menunjukkan bahwa itu
harus dipelajari. Dengan kata lain, kemampuan berbahasa adalah satu kemampuan
hasil belajar, dan bukan sebagai sesuatu yang diwarisi.
Tokoh lain dari psikolinguistik
generasi pertama, dan yang dianggap sebagai tokoh utama adalah B. F. Skonner.
Beliau menjadi tokoh yang kemudian ditentang oleh Noam Chomsky yang menganut
aliran kognitif dalam proses berbahasa. Namun, teori – teori Skinner inilah
yang dianut oleh teori – teori linguistik aliran Bloomfield.
2. Psikolinguistik
Generasi Kedua
Karena pada psikolinguiatik generasi pertama tidak menjawab banyak masalah
proses berbahasa, dan teori – teori itu kekurangan daya penjelas, maka diperlukan
teori yang lain dalam psikolinguistik. Lahirlah teori –teori psikolinguiatik
generasi kedua, dengan dua tokoh utamanya yakni Noam Chomsky dan George Miller.
Menurut Mehler dan Noizet, psikolinguistik generasi kedua
telah dapat mengatasi ciri – ciri atomistik dari psikolinguistik Osgood-Sebeok.
Psikolinguistik generasi kedua berpendapat bahwa dalam proses berbahasa
bukanlah butir – butir bahasa yang diperoleh, melainkan kaidah dan sistem
kaidahlah yang diperoleh.
3. Psikolinguistik
Generasi Ketiga
Kelahiran psikolinguistik generasi ketiga ini oleh G.
Werstch dalam bukunya Two Problems for the New Psycholinguistics diberi
nama New Psycholinguistics.Ciri – ciri psikolinguistik generasi
ketiga ini adalah sebagai berikut :
Pertama,
orientasi mereka kepada psikologi, tetapi bukan psikologi perilaku. Mereka
berorientasi kepada psikologi seperti yang dikemukakan oleh Fresse dan Al
Vallon dari perancis, dan mungkin juga kepada psikologi aktivitas dari Uni
Sovyet atau seperti ditekankan oleh G. Werstch bahwa terjadi proses yang
serempak dari informasi linguistik dan psikologi.
Kedua,
keterlepasan mereka dari kerangka psikolinguistik kalimat dan keterlibatan
dalam psikolinguistik yang berdasarkan situasi dan konteks. Ini berarti,
analisis psikolinguistik bbukan lagi menentukan kalimat hubungan antara
struktur gramatikal dan kaidah semantik model Noam Chomsky dengan teori
generatif transformasinya, tetapi hubungan ini diperluas dengan memperhitungkan
situasi dan konteks.
Ketiga,
adanya satu pergeseran dari analisis mengenai proses ujaran yang abstrak ke
satu analisis psikologis mengenai komunikasi dan pikiran. Pergeseran dari
ujaran yang abstrak ke komunikasi dan pikiran ini dikemukakan oleh J. S. Bruner
dalam artikelnya berjudul Frol Communication to Language yang dimuat dalam
Cognition tahun 1974-5.
Ketiga
ciri utama dari psikolinguistik generasi ketiga ini menunjukkan telah
terjadinya satu peningkatan kualitatif dalam perkembangan psikolinguistik di negara
– negara Barat. Namun, menurut Leontive (1981) dibandingkan dengan perkembangan
linguistik di Eropa, maka osikolinguistik di Rusia sudah lebih dulu berkembang
karena sejak awal psikolinguistik di Rusia telah memperhitungkan jurus
komunikasi dan pikiran dalam analisas psikolinguistik.
E. Aliran-aliran Psikolinguistik
1)
Aliran
Behavioristik
Teori Behavioristik pertama kali dimunculkan oleh Jhon
B.Watson (1878-1958). Dia adalah seorang ahli psikologi berkebangsaan
amerika. Dia mengembangkan teori Stimulus-Respons Bond (S – R Bond) yang telah
diperkenalkan oleh Ivan P.Pavlov. Menurut teori ini tujuan utama
psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan
sedikitpun tidak ada hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah
benda-benda atau hal-hal yang diamati secara langsung, yaitu rangsangan
(stimulus) dan gerak balas(respons) [1][1].
Eksperimen yang dilakukan oleh Watson dalam membuktikan
kebenaran teori behaviorismenya terhadap manusia adalah percobaan terhadap bayi
yang bernama albert berusia 11 tahun dan tikus putih. Dimana kesimpulan
akhirnya adalah pelaziman dapat merubah prilaku seseorang secara nyata.
Dalam pembelajaran yang didasarkan pada hubungan stimulus
respon, Watson mengemukakan dua hal penting:
1.Recency
Principle(prinsip
kebaruan)
Yaitu Jika suatu stimulus baru saja menimbulkan respons,
maka kemungkinan stimulus itu untuk menimbulkan respons yang sama apabila
diberikan umpan lagi akan lebih besar daripada kalau stimulus itu diberikan
umpan setelah lama berselang.
2.Frequency Principle(prinsip frekuensi)
Menurut prinsip ini apabila suatu stimulus dibuat lebih
sering menimbulkan satu respons, maka kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan
respons yang sama pada waktu yang lain akan lebih besar.
Selain itu. Watson mengatakan bahwa keyakinan pada adanya
kesadaran berkaitan dengan keyakinan masa-masa nenek moyang mengenai tahayul.
Magis-magis senantiasa hidup. Konsep-konsep warisan masa praberadab ini telah
membuat kebangkitan dan pertumbuhan psikologis ilmiah menjadi sangat sulit.
Kriteria Watson dalam menentukan apakah sesuatu itu ada atau tidak ada adalah
berdasarkan apakah hal tersebut dapat diamati atau tidak dapat diamati.
Selanjutnya Bell (1981:24)
mengungkapkan pandangan aliran behaviorisme yang dianggap sebagai jawaban atas
pertanyaan bagaimanakah sesungguhnya manusia memelajari bahasa, yaitu:
1. Dalam upaya
menemukan penjelasan atas proses pembelajaran manusia, hendaknya para ahli
psikologi memiliki pandangan bahwa hal-hal yang dapat diamati saja yang akan
dijelaskan, sedangkan hal-hal yang tidak dapat diamati hendaknya tidak
diberikan penjelasan maupun membentuk bagian dari penjelasan.
2. Pembelajaran
itu terdiri dari pemerolehan kebiasaan, yang diawali dengan peniruan.
3. Respon yang
dianggap baik menghasilkan imbalan yang baik pula.
4. Kebiasaan
diperkuat dengan cara mengulang-ulang stimuli dengan begitu sering sehingga
respon yang diberikan pun menjadi sesuatu yang bersifat otomatis.
2)
Aliran
Kognitif
Menurut teori ini bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang
terpisah, melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari
kematangan kognitif. Bahasa di instruksikan oleh nalar. Perkembangan bahasa
harus berlandaskan pada percobaan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam
kognisi. Jadi urutan-urutan perkembnagan kognitif menentukan perkembangan
bahasaMenurut teori kognitif yang utama sekali harus dicapai adalah
perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk
keterampilan berbahasa semenjak lahir sampai umur 18 bulan bahasa belum ada, si
anak memahami dunia melalui indranya.
Adapun tokoh yang terkenal dengan teori kognitif ini adalah Noam
Chomsky menyatakan bahwa manusia dilahirkan dengan akal yang berisi
pengetahuan batin yang berkait dengan sejumlah bidang yang berbeda-beda. Salah
satu dari pengetahuan tersebut berkait dengan bahasa. Chomsky menyebut
pengetahuan batin yang berkait dengan bahasa ini sebagai Language
Acquisition Device atau yang lebih populer sebagai LAD, yang dalam modul
disebut sebagai Alat Pemerolehan Bahasa atau APB. Chomsky berpendapat
bahwa daya-daya dalam bidang yang berbeda yang disebut di atas, relatif mandiri
satu sama lain. Artinya tidak saling berkait. Bahkan dalam kaitan dengan
pemerolehan bahasa, Chomsky berpendapat bahwa bagi pemerolehan bahasa,
pengetahuan batin saja sudah cukup dan pengetahuan matematis serta pengetahuan
logika tidak diperlukan dalam kegiatan ini.
Masih menurut Chomsky behaviorisme (S-R), sangat tidak
memadai untuk menerangkan proses pemerolejhan bahasa. Sebab masukan data
linguistiknya sangat sedikit untuk membangkitkan rumus-rumus linguistic. pada bagian akhir subpokok bahasan diketengahkan argumen-argumen
yang dikemukakan Chomsky dalam mempertahankan APB yang tertuang dalam bentuk
empat argumen, yakni (1) keunikan tata bahasa, (2) data masukan yang tidak
sempurna, (3) ketidakselarasan intelegensi, dan (4) kemudahan dan kecepatan
pemerolehan bahasa anak.
3)
Aliran
Mentalistik
Pada subpokok bahasan ini, kita telah membahas sejumlah
konsep pendapat-pendapat para teorisi mengenai bagaimana seseorang memahami dan
merespons terhadap apa-apa yang ada di alam semesta ini. Kita telah berbicara
mengenai pandangan-pandangan kaum mentalis dan kaum bahavioris, terutama dalam
kaitan dengan keterhubungan antara bahasa, ujaran dan pikiran. Menurut kaum
mentalis, seorang manusia dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda
dari badan (body) orang tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai
dua hal yang berinteraksi satu sama lain, yang salah sati di antaranya mungkin
menyebabkan atau mungkin mengontrol peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
bagian lainnya. Dalam kaitan dengan perilaku secara keseluruhan, pandangan ini
berpendapat bahwa seseorang berperilaku seperti yang mereka lakukan itu bisa
merupakan hasil perilaku badan secara tersendiri, seperti bernapas atau bisa
pula merupakan hasil interaksi antara badan dan pikiran. Mentalisme dapat
dibagi menjadi dua, yakni empirisme dan rasionalisme.
Kedua pendapat ini pun memiliki
pandangan-pandangan yang berbeda dalam memahami persoalan gagasan-gagasan batin
atau pengetahuan. Semua kaum mentalis bersepakat mengenai adanya akal dan bahwa
manusia memiliki pengetahuan dan gagasan di dalam akalnya. Meskipun demikian,
mereka tidak bersepakat dalam hal bagaimana gagasan-gagasan tersebut bisa ada
di dalam akal. Apakah gagasan-gagasan tersebut seluruhnya diperoleh dari
pengalaman (pendapat kaum empiris) atau gagasan-gagasan tersebut sudah ada di
dalam akal sejak lahir (gagasan kaum rasional). Bahkan di dalam kedua aliran
ini pun, terdapat perbedaan pendapat yang rinciannya akan kita bahas nanti.
Kemudian, diketengahkan pembahasan
mengenai empirisme. Dalam kaitan ini telah dibahas kenyataan bahwa kata empiris
dan empirisme telah berkembang menjadi dua istilah yang memiliki dua makna yang
berbeda. Setelah itu, dibahas pula isu lain yang mengelompokkan kaum empiris,
yakni isu yang berkenaan dengan pertanyaan apakah gagasan-gagasan di dalam akal
manusia yang membentuk pengetahuan bersifat universal atau umum di samping juga
bersifat fisik.
PENUTUP
- Kesimpulan
Teori/Aliran Behavioristiktujuan utama psikologi adalah
membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan sedikitpun tidak ada
hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah benda-benda atau hal-hal yang
diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus) dan gerak balas(respons)
Teori Kognitifberpandangan Menurut teori ini
bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang terpisah, melainkan salah satu diantara
beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif
Kaum mentalisberpendapat seorang manusia
dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda dari badan (body) orang
tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai dua hal yang
berinteraksi satu sama lain,
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dardjowidjojo,
Soenjono. 2010. Psikolinguistik Pengantar
Pemahaman Bahasa
Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mar’at,
Samsunuwiyati. 2009. Psikolingustik Suatu Pengantar. Jakarta: Refika Aditama.
http://prasastie.multiply.com/journal/item/38
[1]http://massofa.wordpress.com/2008/01/24/menengok-bahasan-psikolinguistik/
OLEH PAKDE SOFA
http.//www.scrib.com
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu masalah kompleks manusia, selain
berkenaan dengan masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah kegiatan
berbahasa.Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung
secara makanistik, tetapi juga berlangsung secara mentalistik. Artinya,
kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dengan proses atau kegiatan mental
(otak). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, studi
linguistik perlu dilengkapi dengan studi antardisiplin antara linguistik dan
psikologi, yang lazim disebut psikolinguistik.
Wundt adalah
Bapak Psikologi Eksperimen yang pertama kali membangun Laboratorium Psikologi
di Leipzig, Jerman pada abad ke-19. Di
samping itu, Wundt telah memperkenalkan apa yang pada waktu itu di sebut
Psikologi Bahasa (Psychologie Der Sprache) yang materinya tidak jauh
berbeda dengan apa yang dibahas dalam Psikolinguistik dewasa ini. Istilah
Psikolinguistik merupakan istilah lain dari Psikologi Bahasa yang muncul
setelah Perang Dunia Kedua.
Pada tahun
1900 Wundt menulis buku tentang psikolingistik yang berjudul ”Die Sprache” terdiri
atas dua jilid. Die Sprache inji merupakan bagian dari satu set buku karangan Wundt
yang berjudul ”Volker Psychologie”
(Psikologi Bangsa) yang membahas tentang kebudayaan, struktur sosial bahasa,
moral, dan lain-lain dari pelbagai bangsa yang berbeda di dunia. Isinya semacam
antropologi terhadap kebanyakan para psikolog yang tidak menyadari atau
mengetahuinya.
Dalam
bukunya itu, Wundt berusaha dengan keras mennabungkan dua aliran yang sangat
kuat pada abad ke-19, yaitu aliran idealisme atau rasionalisme dengan alirn
empirisme.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1.
Apakah
yang dimaksud dengan psikologi?
2.
Apakah
yang dimaksud dengan lingustik?
3.
Apakah
yang dimaksud dengan psikolinguistik?
4.
Aliran-aliran
apa sajakah yang terdapat dalam psikolinuistik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Psikologi
Secara etimologi kata psikologi
berasal dari bahasa Yunani Kuno psyche dan logos. kata psyche
berarti jiwa, roh, atau sukma, sedangkan kata logos berarti ilmu. Jadi,
secara harfiah berarti ilmu jiwa atau ilmu yang objek kajiannya adalah jiwa.
dulu ketika psikologi adalah ilmu yang mengkaji jiwa masih bisa dipertahankan.
Dalam kepustakaan pada tahun 50an nama ilmu jiwa lazim digunakan sebagai padanan
kata psikologi. Namun, kini istilah ilmu jiwa tidak digunakan lagi karena
bidang ilmu ini memang tidak meneliti jiwa, roh, atau sukma, sehingga istilah
itu kurang tepat.
Dalam perkembangan lebih lanjut,
psikologi lebih membahas atau mengkaji sisi – sisi manusia dari segi yang bisa
diamati. Kareba jiwa itu bersifat abstrak, sehingga tidak dapat diamati secara
empiris, padahal objek kajian setiap ilmu harus dapat diobservasi secara
indrawi. Dalam hal ini jiwa atau keadaan jiwa hanya bisa diamati melalui gejala
– gejalanya seperti orang yang sedih akan berlaku murung, dan orang yang
gembira tampak dari gerak – geriknya yang riang atau dari wajahnya yang binar –
binar. Meskipun demikian, kita juga sering mendapat kesulitan untuk mengetahui
keadaan jiwa seseorang dengan hanya melihat tingkah lakunya saja. Tidak jarang
kita jumpai seseorang yang sebenarnya sedih tetapi tetap tersenyum. Atau
seseorang yang sebenarnya jengkel atau marah tetapi tetap tenang atau malah
tertawa.
Walaupun besar gerak – gerik lahir seseorang
belum tentu menggambarkan keadaan jiwa yang sebanarnya, namun, secara
tradisional, psikologi lazim diartikan sebagai satu bidang ilmu yang mencoba
mempelajari perilaku manusia. Caranya adalah dengan mengkaji hakikat
rangsangan, hakikat reaksi terhadap rangsangan itu dan mengkaji hakikat proses
– proses akal yang berlaku sebelum reaksi itu terjadi. Para ahli psikologi
belakangan ini juga cenderung untuk menganggap psikologi sebagai suatu ilmu
yang mecoba mengkaji proses akal manusia dan segala manifestasinya yang
mengatur perilaku manusia itu. Tujuan pengkajian akal ini adalah untuk
menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol perilaku manusia.
Dalam perkembangannya, psikologi telah
menjadi beberapa aliran sesuai dengan paham filsafat yang dianut. Karena itulah
dikenal adanya psikologi yang mentalistik, yang bahavioristik, dan yang
kognitifistik.
Psikologi yang mentalistik melahirkan
aliran yang disebut psikologi kesadaran. Tujuan utama psikologi
kesadaran adalah mencoba mengkaji proses – proses akal manusia dengan cara
mengintrospeksi atau mengkaji diri. Oleh karena itu, psikologi kesadaran lazim
juga disebut psikologi introspeksionisme. Psikologi ini merupakan suatu
proses akal dengan cara melihat kedalam diri sendiri setelah suatu rangsangan
terjadi.
Psikologi yang behavioristik melahirkan
aliran yang disebut psikologi perilaku. Tujuan utama psikologi perilaku
ini adalah mencoba mengkaji perilaku manusia yang berupa reaksi apabila suatu
rangsangan terjadi, dan selanjutnya bagaimana mengawasi dan mengontrol perilaku
itu. Para pakar psikologi behavioristik ini tidak berminat mengkaji proses –
proses akal yang membangkitkan perilaku tersebut karena proses – proses akal
ini tidak dapat diamati atau diobservasi secara langsung. Jadi, para pakar
psikologi perilaku ini tidak mengkaji ide – ide, pengertian, kemauan,
keinginan, maksud, pengharapan, dan segala mekanisme fisiologi. Yang dikaji
hanyalah peristiwa – peristiwa yang dapat diamati, yang nyata dan konkret,
yaitu kelakuan atau tingkah laku manusia.
Psikologi yang kognitifistik dan lazim
disebut psikologi kognitif mencoba mengkaji proses–proses kognitif
manusia secara ilmiah. Yang dimaksud kognitif adalah proses–proses akal
(pikiran, berpikir) manusia yang bertanggung jawab mengatur pengalaman dan
perilaku manusia. Hal utama yang dikaji oleh psikologi kognitif adalah
bagaimana cara manusia memperoleh, menafsirkan, mengatur, menyimpan,
mengeluarkan, dan menggunakan pengetahuannya, termasuk perkembangan dan
penggunaan pengetahuan bahasa. Perbedaannya dengan psikologi kesadaran adalah
bahwa menurut paham mentalisme proses–proses akal itu berlangsung setelah
terjadinya rangsangan. Sedangkan menurut psikologi kognitif proses– proses akal
itu dapat terjadi karena adanya kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih
dahulu.kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih dahulu. Perilaku
yang muncul sebagai hasil proses akal seperti ini disebut perilaku atau
tindakan bertujuan sebagai hasil kreativitas organisme manusia itu sendiri.
Psikologi sangat berkaitan erat dengan
kehidupan manusia dalam segala kegiatannya yang sangat luas. Oleh karena itu,
muncullah berbagai cabang psikologi yang diberi nama sesuai dengan
penarapannya. Diantara cabang–cabang itu adalah psikologi sosial, psikologi
perkembangan, psikologi klinik, psikologi komunikasi, dan psikologi bahasa.
B. Linguistik
Secara umum linguistik lazim
diartikan sebagai ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek
kajiannya. Pakar linguistik disebut lingui, dalam bahasa inggris juga
berarti orang yang mahir menggunakan beberapa bahasa, selain bermakna pakar
linguistik. Seseorang linguis mempelajari bahasa bukan dengan tujuan utama
untuk mahir menggunakan bahasa itu, melainkan untuk mengetahui secara mendalam mengenai
kaidah – kaidah struktur bahasa, beserta dengan berbagai aspek dan segi yang
menyangkut bahasa itu. Andaikata si linguis ingin memahirkan penggunaan bahasa
bahasa itu tentu juga tidak ada salahnya. Bahkan akan menjadi lebih baik.
Sebaiknya, seseorang yang mahir dan lancar dalam menggunakan beberapa bahasa,
belum tentu dia seorang linguis kalau dia tidak mendalami teori tentang bahasa.
Orang seperti ini lebih tepat disebut seorang poliglot ”berbahasa
banyak”, sebagai dikotomi dari monoglot ”berbahasa satu”.
Kalau dikatakan bahwa linguistik atu
adalah ilmu yang objek kajiannya adalah bahaasa, sedangkan bahasa itu sendiri
merupakan fenomena yang hadir dalam segala aktivitas kehidupan manusia, maka
linguistik itu pun menjadi sangat luas bidang kajiannya. Oleh karena itu, kita
bisa lihat adanya berbagai cabang linguistik yang dibuat berdasarkan berbagai
kriteria atau pandangan. Secara umum pembidangan linguistik itu adalah sebagai
berikut.
- Menurut objek kajian, linguistik dapat dibagi atas
dua cabang besar, yaitu linguistik mikro dan linguistik makro.
Objek kajian linguistik mikro adalah struktur internal bahasa itu sendiri,
mencakup struktur fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Sedangkan
objek kajian linguistik makro adlah bahasa dalam hubungannya dengan faktor
di luar bahasa seperti faktor sosiologis, psikologis, antropologi, dan
neurologi. Berkaitan dengan faktor – faktor di luar bahasa itu muncullah
bidang – bidang seperti sosiologistik, psikologistik, neurolinguistik dan
etnolinguistik. Disini, linguistik dipandang sebagai disiplin utama,
sedangkan ilmu-ilmu lain sebagai disiplin bawahan. - Menurut tujuan kajiannya, linguistik dapat dibedakan
atas dua bidang besaar yaitu linguistik teoteris dan linguistik
terapan. Kajian teoteris hanya ditujukan untuk mencari atau menentukan
teori – teori linguistik. Hanya untuk membuat kaidah – kaidah linguistik
secara deskriptif. Sedangkan kajian terapan ditujukan untuk menerapkan
kaidah – kaidah linguistik dalam kegiatan praktis, seperti dalam
pengajaran bahasa, penerjemahan, penyusunan kamus, dan sebagainya. - Adanya yang disebut linguistik sejarah dan sejarah
linguistik. Linguistik sejarah mengkaji perkembangan dan perubahan suatu
bahasa atau sejumlah bahasa, baik dengan diperbandingkan maupun tidak.
Sejarah linguiatik mengkaji perkembangan ilmu linguistik, baik mengenai
tokoh – tokohnya, aliran – aliran teorinya, maupun hasil – hasil kerjanya.
Dalam kaitannya dengan psikologi,
linguistik lazim diartikan sebagai ilmu yang muncoba mempelajari hakikat
bahasa, atruktur bahasa, bagaimana bahasa itu diperoleh, bagaimana bahasa itu
bekerja, dan bagaimana bahasa itu berkembang. Dalam konsep ini tampak bahwa
yang namanya psikolinguistik dianggap sebagai cabang dari linguistik, sedangkan
linguistik itu sendiri dianggap sebagai cabang dari psikologi.
C. Psikolinguistik
Psikolinguistik terbentuk dari kata
psikologi dan kata linguistic, yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing
– masing berdiri sendiri, dengan prosedur dan metode yang berlainan. Namun,
keduanya sama – sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya materinya
yang berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji
perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Dengan demikian cara dan tujuannya
juga berbeda.
Meskipun cara dan tujuan berbeda,
tetapi banyak juga bagian – bagian objeknya yang dikaji dengan cara yang sama
dan dengan tujuan yang sama, tetapi dengan teori yang berlainan. Hasil kajian
kedua disiplin ini pun banyak yang sama, meskipun tidak sedikit yang berlainan.
Oleh karena itulah, telah lama dirasakan perlu adanya kerja sama di antara
kedua disiplin ini untuk mengkaji bahasa dan hakikat bahasa. Dengan kerja sama
kedua disiplin itu diharapkan akan diperoleh hasil kajian yang lebih baik dan
lebih bermanfaat.
Sebagai hasil kerjasama yang baik,
lebih terarah, dan lebih sistematis diantara kedua ilmu itu, lahirlah satu
disiplin ilmu baru yang disebut psikolinguistik, sebagai ilmu
antardisiplin antara psikologi dan linguistik. Istilah psikolinguistik
itu sendiri baru lahir tahun 1945, yakni tahun terbitnya buku psycholinguistics
: A Survey of Theory and Reserch Problems yang disunting oleh Charles E.
Osgood dan Thomas A. sebeok, di Bloomington, Amerika Serikat.
Psikolinguistik mencoba menguraikan
proses – proses psikologi yang berlangsung
jika seseorang
mengucapkan kalimat – kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan
bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia (Slobin, 1974; Meller,
1964; Slama Cazahu, 1973). Maka secara teoteris tujuan utama psikolinguistik
adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan
secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemeerolehannya. Dengan
kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan
bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada
waktu memahami kalimat– kalimat dalam pertuturan itu.
Dalam prakteknya psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan
psikologi pada masalah – masalah seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa,
pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan
kemultibahasaan, penyakit bertutur seperti afasia, gagap, dan sebagainya; serta
masalah – masalah sosial lain yang menyangkut bahasa, seperti bahasa dan
pendidikan,
bahasa dan pembangunan nusa dan bangsa.
D. Sejarah Perkembangan Psikolnguistik
Istilah psikolinguistik
baru muncul pada tahun 1954 dalam buku Thomas A. Sebeok dan Charles E.
Osgood yang berjudul Pshycolinguiatics: A Survey of Theory and
Research Problems, namun sebenarnya sejak zaman panini, ahli bahasa
dari India, dan Sokrates ahli filsafat dari Yunani, pengkajian bahasa telah
dilakukan orang. Kajian mereka tidak terlepas dari paham/aliran filsafat yang
mereka anut, karena filsafat merupakan induk dari semua disiplin ilmu.
Pada abad yang lalu terdapat dua aliran
filsafat yang saling bertentangan dan saling memengaruhi perkembangan
linguistik dan psikologi. Yang pertama adalah aliran empirisme yang erat
kaitannya dengan psikologi asosiasi. Aliran empirisme melakukan kajian terhadap
data empiris atau objek yang dapat diobservasi dengan cara menganalisis unsur –
unsur pembentukannya sampai yang sekecil – kecilnya. Oleh karena itu, aliran
ini disebut bersifat atomistik, dan lazim dikaitkan dengan asosianisme dan
positivisme.
Aliran kedua dikenal dengan nama rasionalisme.
Aliran ini mengkaji akal sebagai satu keseluruhan dan menyatakan bahwa faktor –
faktor yang ada dalam akal inilah yang patut diteliti untuk bisa memahami
perilaku manusia itu. Oleh karena itu, aliran ini disebut bersifat holistik,
dan biasa dikaitkan dengan paham nativisme, idealisme, dan
mentalisme.
Psikolinguistik bermula dari adanya
pakar linguistik yang berminat pada psikologi, dan adanya pakar psikologi yang
berkecimpung dalam linguistik. Dilanjutkan dengan adanya kerjasama antara pakar
linguistik dan pakar psikologi, dan kemudian muncullah pakar – pakar
psikolinguistik sebagai disiplin mandiri.
a. Psikologi dalam
Linguistik
Dalam sejarah linguistik ada sejumlah
pakar linguistik yang menaruh perhatian besar pada psikologi. Von Humboldt
(1767-1835), pakar linguistik berkebangsaan Jerman telah mencoba mengkaji
hubungan antara bahasa (linguistik) dengan pemikiran manusia (psikologi).
Caranya, dengan membandingkan tata bahasa dari bahasa – bahasa yang berlainan
dengan tabiat – tabiat bangsa – bangsa penutur itu. Von Humboldt sangat
dipengaruhi oleh aliran rasionalisme. Dia menganggap bahasa bukanlah sesuatu
yang sudah siap untuk dipotong – potong dan diklasifikasikan seperti aliran
empirisme. Menurut Von Humboldt bahasa itu merupakan satu kegiatan yang
memiliki prinsip – prinsip sendiri.
Ferdinand de Saussure (1858-1913),
pakar linguistik berkembangsaan Swiss, telah berusaha menerangkan apa
sebenarnya bahassa itu (linguistik) dan bagaimana keadaan bahasa itu dalam otak
(psikologi). Beliau memperkenalkan tiga istilah tentang bahasa yaitu langage
(bahasa pada umumnya yang bersifat abstrak), langue (bahasa tertentu
yang bersifat abstrak), dan parole (bahasa sebagai tuturan yang bersifat
konkret). Dia menegaskan objek kajian linguistik adalah langue.,
sedangkan objek kajian psikologi adalah parole. Ini berarti, kalau ingin
mengkaji bahasa secara lengkap, maka kedua disiplin, yakni linguistik dan
psikologi harus digunakan. Hal ini dikatakannya karena dia menganggap segala
sesuatu yang ada dalam bahasa itu pada dasarnya bersifat psikologis.
Edward Sapir (1884-1939), pakar
linguistik dan antropologi bangsa Amerika, telah mengikutsertakan psikologi
dalam pengkajian bahasa. Menurut Sapir, psikologi dapat memberikan dasar ilmiah
yang kuat dalam pengkajian bahasa. Beliau juga mencoba mengkaji hubungan bahasa
(linguistik) dengan pemikiran (psikologi). Dari kajian itu beliau berkesimpulan
bahwa bahasa, terutama strukturnya, merupakan unsur yang menentukan struktur
pemikiran manusia. Beliau juga menekankan bahwa linguistik dapat memberikan
sumbangan yang penting kepada psikologi Gestalt, dan sebaliknya psikologi
Gestalt dapat membantu disiplin linguistik.
b. Linguistik
dalam Psikologi
Dalam sejarah perkembangan psikologi
ada sejumlah pakar psikologi yang menaruh perhatian pada linguistik. John Dewey
(1859-1952), pakar psikologi berkebangsaan Amerika, seorang empirisme murni.
Beliau telah mengkaji bahasa dan perkembangannya dengan cara menafsirkan
analisis linguistik bahasa kanak – kanak berdasarkan prinsip – prinsip
psikologi. Umpamanya, beliau menyarankan agar penggolongan psikologi akan kata
– kata yang diucapkan kanak – kanak dilakukan berdasarkan makna seperti yang
dipahami kanak – kanak, dan bukan seperti yang dipahami orang dewasa dengan
bentuk – bentuk tata bahasa orang dewasa. Dengan cara ini, maka berdassarkan
prinsip – prinsip psikologi akan dapat ditentukan hubungan antara kata – kata
berkelas adverbia dan preposisi disatu pihak dengan kata – kata berkelas nomina
dan adjektiva dipihak lain. Jadi, dengan pengkajian kelas kata berdasarkan
pemahaman kanak – kanak kita akan dapat menentukan kecenderungan akal (mental)
kanak – kanak yang dihubungkan dengan perbedaan – perbedaan linguistik.
Pengkajian seperti ini, menurut Dewey, akan memberi bantuan yang besar kepaada
psikologi bahasa pada umumnya.
Watson (1878-1958), ahli psikologi
behaviorisme berkebangsaan Amerika. Beliau menempatkan perilaku atau kegiatan
berbahasa sama dengan perilaku atau kegiatan lainnya, seperti makan, berjalan,
dan melompat. Pada mulanya Watson hanya menghubungkan perilaku berbahasa yang
implisit, yakni yang terjadi didalam pikiran, dengan yang eksplisit, yakni yang
berupa tuturan. Namun, kemudian dia menyamakan perilaku berbahasa itu dengan
teori stimulus-respons yang dikembangkan oleh Povlov. Maka, penyamaan
ini memperlakukan kata – kata sama dengan benda – benda lain sebagai respons
dari suatu stimulus.
Weiss, ahli psikolodi behaviorisme Amerika. Beliau mengakui adanya aspek mental
dalm bahasa. Namun, karena wujudnya tidak memiliki kekuatan bentuk fisik, maka
wujudnya itu sukar dikaji atau ditunjukkan. Oleh karena itu, Weiss lebih
cenderung mengatakan bahwa bahasa itu sebagai satu bentuk perilaku apabila
seseorang menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosialnya. Weiss adalah salah
seorang tokoh yang terkemuka yang telah merintis jalan kearah lahirnya
psikolinguistik. Karena dialah yang telah berhasil mengubah Bloomfield dari
penganut aliran mentalistik menjadi penganut aliran behaviorisme. Weiss juga
telah mengemukakan sejumlah masalah yang harus dipecahkan oleh linguistik dan
psikologi yang dilihat dari sudut behaviorisme. Di antara masalah – masalah itu
adalah sebagai berikut :
- Bahasa merupakan satu kumpulan respons yang
jumlahnya tidak terbatas terhadap suatu stimulus. - Pada dasarnya perilaku bahasa menyatukan anggota
suatu masyarakat ke alam organisasi gerak saraf. - Perilaku bahasa adalah sebuah alat untuk mengubah
dan meragam-ragamkan kegiatan seseorang sebagai hasil warisan dan hasil
perolehan. - Bahasa dapat merupakan stimulus terhadap satu
respons, atau merupakan satu respons terhadap satu stimulus. - Respons bahasa sebagai satu stimul pengganti untuk
benda dan keadaan yang sebenarnya memungkinkan kita untuk memunculksn
kembali suatu hal yang pernah terjadi, dan menganalisis kejadian ini dalam
bagian – bagiannya.
c. Kerjasama
Psikologi dan Linguistik
Kerjasama secara langsung antara
linguistik dan psikologi sebanarnya sudah dimulai sejak 1860 yaitu, oleh Heyman
Steintthal, seorang ahli psikologi yang beralih menjadi ahli linguistik, dan
Moriz Lazarus seorang ahli linguistik yang beralih menjadi ahli psikologi
dengan menrbitkan sebuah jurnal yang khusus membicarakan masalh psikologi
bahasa dari sudut linguistik dan psikologi.
Dasar – dasar psikolinguistik menurut
beberapa pakar didalam buku yang disunting oleh Osgood dan Sebeok diatas adalah
berikut ini :
- Psikolinguistik adalah satu teori linguistik
berdasarkan bahasa yang dianggap sebagai sebuah sistem elemen yang saling
berhubungan erat. - Psokolinguistik adalah satu teori pembelajaran
(menurut teori behaviorisme) berdasarkan bahasa yang dianggapnsebagainsatu
sistem tabiat dan kemampuan yang menghubungkan isyarat dengan perilaku. - Psikolinguistik adalah satu teori informasi yang
menganggap bahasa sebagai sebuah alat untuk menyampaikan suatu benda.
d. Tiga Generasi
dalam Psikolinguistik
1. Psikolinguistik
Generasi pertama
Psikolinguistik generasi pertama adalah
psikolinguistik dengan para pakar yang menulis artikel dalam kumpulan karangan
berjudul psycholinguistics: A Survey of Theory and Reserch Problems yang
disunting oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. Sebeok. Titik pandang Osgood dan
Sebeok berkaitan erat dengan aliran behaviorisme (aliran perilaku) atau lebih
tepat lagi aliran neobehaviorisme. Teori – teori ini mengidentifikasikan bahasa
sebagai stu sistem respon yang langsung dan tidak langsung terhadap stimulus
verbal dan nonverbal. Orientasi stimulus respons ini adalah orientasi
psikologi.
Tokoh lain dari generasi pertama ini adalah L. Bloomfield. Beliau adalah tokoh
linguistik Amerika yang menerima dan menerapkan teori – teori behaviorisme
dalam analisis bahaa. Teknik analisis bahasa dan pandangannya tentang hakikat
bahasa sama dengan pandangan dan teori psikolinguistik perilaku.
Manusia yang normal sejak lahir telah
dilengkapi dengan kemampuan belajar. Oleh sebab itu, kemampuan berbahasa
didapat atau dicapai melalui proses belajar. Hal ini menunjukkan bahwa itu
harus dipelajari. Dengan kata lain, kemampuan berbahasa adalah satu kemampuan
hasil belajar, dan bukan sebagai sesuatu yang diwarisi.
Tokoh lain dari psikolinguistik
generasi pertama, dan yang dianggap sebagai tokoh utama adalah B. F. Skonner.
Beliau menjadi tokoh yang kemudian ditentang oleh Noam Chomsky yang menganut
aliran kognitif dalam proses berbahasa. Namun, teori – teori Skinner inilah
yang dianut oleh teori – teori linguistik aliran Bloomfield.
2. Psikolinguistik
Generasi Kedua
Karena pada psikolinguiatik generasi pertama tidak menjawab banyak masalah
proses berbahasa, dan teori – teori itu kekurangan daya penjelas, maka diperlukan
teori yang lain dalam psikolinguistik. Lahirlah teori –teori psikolinguiatik
generasi kedua, dengan dua tokoh utamanya yakni Noam Chomsky dan George Miller.
Menurut Mehler dan Noizet, psikolinguistik generasi kedua
telah dapat mengatasi ciri – ciri atomistik dari psikolinguistik Osgood-Sebeok.
Psikolinguistik generasi kedua berpendapat bahwa dalam proses berbahasa
bukanlah butir – butir bahasa yang diperoleh, melainkan kaidah dan sistem
kaidahlah yang diperoleh.
3. Psikolinguistik
Generasi Ketiga
Kelahiran psikolinguistik generasi ketiga ini oleh G.
Werstch dalam bukunya Two Problems for the New Psycholinguistics diberi
nama New Psycholinguistics.Ciri – ciri psikolinguistik generasi
ketiga ini adalah sebagai berikut :
Pertama,
orientasi mereka kepada psikologi, tetapi bukan psikologi perilaku. Mereka
berorientasi kepada psikologi seperti yang dikemukakan oleh Fresse dan Al
Vallon dari perancis, dan mungkin juga kepada psikologi aktivitas dari Uni
Sovyet atau seperti ditekankan oleh G. Werstch bahwa terjadi proses yang
serempak dari informasi linguistik dan psikologi.
Kedua,
keterlepasan mereka dari kerangka psikolinguistik kalimat dan keterlibatan
dalam psikolinguistik yang berdasarkan situasi dan konteks. Ini berarti,
analisis psikolinguistik bbukan lagi menentukan kalimat hubungan antara
struktur gramatikal dan kaidah semantik model Noam Chomsky dengan teori
generatif transformasinya, tetapi hubungan ini diperluas dengan memperhitungkan
situasi dan konteks.
Ketiga,
adanya satu pergeseran dari analisis mengenai proses ujaran yang abstrak ke
satu analisis psikologis mengenai komunikasi dan pikiran. Pergeseran dari
ujaran yang abstrak ke komunikasi dan pikiran ini dikemukakan oleh J. S. Bruner
dalam artikelnya berjudul Frol Communication to Language yang dimuat dalam
Cognition tahun 1974-5.
Ketiga
ciri utama dari psikolinguistik generasi ketiga ini menunjukkan telah
terjadinya satu peningkatan kualitatif dalam perkembangan psikolinguistik di negara
– negara Barat. Namun, menurut Leontive (1981) dibandingkan dengan perkembangan
linguistik di Eropa, maka osikolinguistik di Rusia sudah lebih dulu berkembang
karena sejak awal psikolinguistik di Rusia telah memperhitungkan jurus
komunikasi dan pikiran dalam analisas psikolinguistik.
E. Aliran-aliran Psikolinguistik
1)
Aliran
Behavioristik
Teori Behavioristik pertama kali dimunculkan oleh Jhon
B.Watson (1878-1958). Dia adalah seorang ahli psikologi berkebangsaan
amerika. Dia mengembangkan teori Stimulus-Respons Bond (S – R Bond) yang telah
diperkenalkan oleh Ivan P.Pavlov. Menurut teori ini tujuan utama
psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan
sedikitpun tidak ada hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah
benda-benda atau hal-hal yang diamati secara langsung, yaitu rangsangan
(stimulus) dan gerak balas(respons) [1][1].
Eksperimen yang dilakukan oleh Watson dalam membuktikan
kebenaran teori behaviorismenya terhadap manusia adalah percobaan terhadap bayi
yang bernama albert berusia 11 tahun dan tikus putih. Dimana kesimpulan
akhirnya adalah pelaziman dapat merubah prilaku seseorang secara nyata.
Dalam pembelajaran yang didasarkan pada hubungan stimulus
respon, Watson mengemukakan dua hal penting:
1.Recency
Principle(prinsip
kebaruan)
Yaitu Jika suatu stimulus baru saja menimbulkan respons,
maka kemungkinan stimulus itu untuk menimbulkan respons yang sama apabila
diberikan umpan lagi akan lebih besar daripada kalau stimulus itu diberikan
umpan setelah lama berselang.
2.Frequency Principle(prinsip frekuensi)
Menurut prinsip ini apabila suatu stimulus dibuat lebih
sering menimbulkan satu respons, maka kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan
respons yang sama pada waktu yang lain akan lebih besar.
Selain itu. Watson mengatakan bahwa keyakinan pada adanya
kesadaran berkaitan dengan keyakinan masa-masa nenek moyang mengenai tahayul.
Magis-magis senantiasa hidup. Konsep-konsep warisan masa praberadab ini telah
membuat kebangkitan dan pertumbuhan psikologis ilmiah menjadi sangat sulit.
Kriteria Watson dalam menentukan apakah sesuatu itu ada atau tidak ada adalah
berdasarkan apakah hal tersebut dapat diamati atau tidak dapat diamati.
Selanjutnya Bell (1981:24)
mengungkapkan pandangan aliran behaviorisme yang dianggap sebagai jawaban atas
pertanyaan bagaimanakah sesungguhnya manusia memelajari bahasa, yaitu:
1. Dalam upaya
menemukan penjelasan atas proses pembelajaran manusia, hendaknya para ahli
psikologi memiliki pandangan bahwa hal-hal yang dapat diamati saja yang akan
dijelaskan, sedangkan hal-hal yang tidak dapat diamati hendaknya tidak
diberikan penjelasan maupun membentuk bagian dari penjelasan.
2. Pembelajaran
itu terdiri dari pemerolehan kebiasaan, yang diawali dengan peniruan.
3. Respon yang
dianggap baik menghasilkan imbalan yang baik pula.
4. Kebiasaan
diperkuat dengan cara mengulang-ulang stimuli dengan begitu sering sehingga
respon yang diberikan pun menjadi sesuatu yang bersifat otomatis.
2)
Aliran
Kognitif
Menurut teori ini bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang
terpisah, melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari
kematangan kognitif. Bahasa di instruksikan oleh nalar. Perkembangan bahasa
harus berlandaskan pada percobaan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam
kognisi. Jadi urutan-urutan perkembnagan kognitif menentukan perkembangan
bahasaMenurut teori kognitif yang utama sekali harus dicapai adalah
perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk
keterampilan berbahasa semenjak lahir sampai umur 18 bulan bahasa belum ada, si
anak memahami dunia melalui indranya.
Adapun tokoh yang terkenal dengan teori kognitif ini adalah Noam
Chomsky menyatakan bahwa manusia dilahirkan dengan akal yang berisi
pengetahuan batin yang berkait dengan sejumlah bidang yang berbeda-beda. Salah
satu dari pengetahuan tersebut berkait dengan bahasa. Chomsky menyebut
pengetahuan batin yang berkait dengan bahasa ini sebagai Language
Acquisition Device atau yang lebih populer sebagai LAD, yang dalam modul
disebut sebagai Alat Pemerolehan Bahasa atau APB. Chomsky berpendapat
bahwa daya-daya dalam bidang yang berbeda yang disebut di atas, relatif mandiri
satu sama lain. Artinya tidak saling berkait. Bahkan dalam kaitan dengan
pemerolehan bahasa, Chomsky berpendapat bahwa bagi pemerolehan bahasa,
pengetahuan batin saja sudah cukup dan pengetahuan matematis serta pengetahuan
logika tidak diperlukan dalam kegiatan ini.
Masih menurut Chomsky behaviorisme (S-R), sangat tidak
memadai untuk menerangkan proses pemerolejhan bahasa. Sebab masukan data
linguistiknya sangat sedikit untuk membangkitkan rumus-rumus linguistic. pada bagian akhir subpokok bahasan diketengahkan argumen-argumen
yang dikemukakan Chomsky dalam mempertahankan APB yang tertuang dalam bentuk
empat argumen, yakni (1) keunikan tata bahasa, (2) data masukan yang tidak
sempurna, (3) ketidakselarasan intelegensi, dan (4) kemudahan dan kecepatan
pemerolehan bahasa anak.
3)
Aliran
Mentalistik
Pada subpokok bahasan ini, kita telah membahas sejumlah
konsep pendapat-pendapat para teorisi mengenai bagaimana seseorang memahami dan
merespons terhadap apa-apa yang ada di alam semesta ini. Kita telah berbicara
mengenai pandangan-pandangan kaum mentalis dan kaum bahavioris, terutama dalam
kaitan dengan keterhubungan antara bahasa, ujaran dan pikiran. Menurut kaum
mentalis, seorang manusia dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda
dari badan (body) orang tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai
dua hal yang berinteraksi satu sama lain, yang salah sati di antaranya mungkin
menyebabkan atau mungkin mengontrol peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
bagian lainnya. Dalam kaitan dengan perilaku secara keseluruhan, pandangan ini
berpendapat bahwa seseorang berperilaku seperti yang mereka lakukan itu bisa
merupakan hasil perilaku badan secara tersendiri, seperti bernapas atau bisa
pula merupakan hasil interaksi antara badan dan pikiran. Mentalisme dapat
dibagi menjadi dua, yakni empirisme dan rasionalisme.
Kedua pendapat ini pun memiliki
pandangan-pandangan yang berbeda dalam memahami persoalan gagasan-gagasan batin
atau pengetahuan. Semua kaum mentalis bersepakat mengenai adanya akal dan bahwa
manusia memiliki pengetahuan dan gagasan di dalam akalnya. Meskipun demikian,
mereka tidak bersepakat dalam hal bagaimana gagasan-gagasan tersebut bisa ada
di dalam akal. Apakah gagasan-gagasan tersebut seluruhnya diperoleh dari
pengalaman (pendapat kaum empiris) atau gagasan-gagasan tersebut sudah ada di
dalam akal sejak lahir (gagasan kaum rasional). Bahkan di dalam kedua aliran
ini pun, terdapat perbedaan pendapat yang rinciannya akan kita bahas nanti.
Kemudian, diketengahkan pembahasan
mengenai empirisme. Dalam kaitan ini telah dibahas kenyataan bahwa kata empiris
dan empirisme telah berkembang menjadi dua istilah yang memiliki dua makna yang
berbeda. Setelah itu, dibahas pula isu lain yang mengelompokkan kaum empiris,
yakni isu yang berkenaan dengan pertanyaan apakah gagasan-gagasan di dalam akal
manusia yang membentuk pengetahuan bersifat universal atau umum di samping juga
bersifat fisik.
PENUTUP
- Kesimpulan
Teori/Aliran Behavioristiktujuan utama psikologi adalah
membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan sedikitpun tidak ada
hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah benda-benda atau hal-hal yang
diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus) dan gerak balas(respons)
Teori Kognitifberpandangan Menurut teori ini
bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang terpisah, melainkan salah satu diantara
beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif
Kaum mentalisberpendapat seorang manusia
dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda dari badan (body) orang
tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai dua hal yang
berinteraksi satu sama lain,
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dardjowidjojo,
Soenjono. 2010. Psikolinguistik Pengantar
Pemahaman Bahasa
Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mar’at,
Samsunuwiyati. 2009. Psikolingustik Suatu Pengantar. Jakarta: Refika Aditama.
http://prasastie.multiply.com/journal/item/38
[1]http://massofa.wordpress.com/2008/01/24/menengok-bahasan-psikolinguistik/
OLEH PAKDE SOFA
http.//www.scrib.com
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu masalah kompleks manusia, selain
berkenaan dengan masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah kegiatan
berbahasa.Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung
secara makanistik, tetapi juga berlangsung secara mentalistik. Artinya,
kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dengan proses atau kegiatan mental
(otak). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, studi
linguistik perlu dilengkapi dengan studi antardisiplin antara linguistik dan
psikologi, yang lazim disebut psikolinguistik.
Wundt adalah
Bapak Psikologi Eksperimen yang pertama kali membangun Laboratorium Psikologi
di Leipzig, Jerman pada abad ke-19. Di
samping itu, Wundt telah memperkenalkan apa yang pada waktu itu di sebut
Psikologi Bahasa (Psychologie Der Sprache) yang materinya tidak jauh
berbeda dengan apa yang dibahas dalam Psikolinguistik dewasa ini. Istilah
Psikolinguistik merupakan istilah lain dari Psikologi Bahasa yang muncul
setelah Perang Dunia Kedua.
Pada tahun
1900 Wundt menulis buku tentang psikolingistik yang berjudul ”Die Sprache” terdiri
atas dua jilid. Die Sprache inji merupakan bagian dari satu set buku karangan Wundt
yang berjudul ”Volker Psychologie”
(Psikologi Bangsa) yang membahas tentang kebudayaan, struktur sosial bahasa,
moral, dan lain-lain dari pelbagai bangsa yang berbeda di dunia. Isinya semacam
antropologi terhadap kebanyakan para psikolog yang tidak menyadari atau
mengetahuinya.
Dalam
bukunya itu, Wundt berusaha dengan keras mennabungkan dua aliran yang sangat
kuat pada abad ke-19, yaitu aliran idealisme atau rasionalisme dengan alirn
empirisme.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1.
Apakah
yang dimaksud dengan psikologi?
2.
Apakah
yang dimaksud dengan lingustik?
3.
Apakah
yang dimaksud dengan psikolinguistik?
4.
Aliran-aliran
apa sajakah yang terdapat dalam psikolinuistik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Psikologi
Secara etimologi kata psikologi
berasal dari bahasa Yunani Kuno psyche dan logos. kata psyche
berarti jiwa, roh, atau sukma, sedangkan kata logos berarti ilmu. Jadi,
secara harfiah berarti ilmu jiwa atau ilmu yang objek kajiannya adalah jiwa.
dulu ketika psikologi adalah ilmu yang mengkaji jiwa masih bisa dipertahankan.
Dalam kepustakaan pada tahun 50an nama ilmu jiwa lazim digunakan sebagai padanan
kata psikologi. Namun, kini istilah ilmu jiwa tidak digunakan lagi karena
bidang ilmu ini memang tidak meneliti jiwa, roh, atau sukma, sehingga istilah
itu kurang tepat.
Dalam perkembangan lebih lanjut,
psikologi lebih membahas atau mengkaji sisi – sisi manusia dari segi yang bisa
diamati. Kareba jiwa itu bersifat abstrak, sehingga tidak dapat diamati secara
empiris, padahal objek kajian setiap ilmu harus dapat diobservasi secara
indrawi. Dalam hal ini jiwa atau keadaan jiwa hanya bisa diamati melalui gejala
– gejalanya seperti orang yang sedih akan berlaku murung, dan orang yang
gembira tampak dari gerak – geriknya yang riang atau dari wajahnya yang binar –
binar. Meskipun demikian, kita juga sering mendapat kesulitan untuk mengetahui
keadaan jiwa seseorang dengan hanya melihat tingkah lakunya saja. Tidak jarang
kita jumpai seseorang yang sebenarnya sedih tetapi tetap tersenyum. Atau
seseorang yang sebenarnya jengkel atau marah tetapi tetap tenang atau malah
tertawa.
Walaupun besar gerak – gerik lahir seseorang
belum tentu menggambarkan keadaan jiwa yang sebanarnya, namun, secara
tradisional, psikologi lazim diartikan sebagai satu bidang ilmu yang mencoba
mempelajari perilaku manusia. Caranya adalah dengan mengkaji hakikat
rangsangan, hakikat reaksi terhadap rangsangan itu dan mengkaji hakikat proses
– proses akal yang berlaku sebelum reaksi itu terjadi. Para ahli psikologi
belakangan ini juga cenderung untuk menganggap psikologi sebagai suatu ilmu
yang mecoba mengkaji proses akal manusia dan segala manifestasinya yang
mengatur perilaku manusia itu. Tujuan pengkajian akal ini adalah untuk
menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol perilaku manusia.
Dalam perkembangannya, psikologi telah
menjadi beberapa aliran sesuai dengan paham filsafat yang dianut. Karena itulah
dikenal adanya psikologi yang mentalistik, yang bahavioristik, dan yang
kognitifistik.
Psikologi yang mentalistik melahirkan
aliran yang disebut psikologi kesadaran. Tujuan utama psikologi
kesadaran adalah mencoba mengkaji proses – proses akal manusia dengan cara
mengintrospeksi atau mengkaji diri. Oleh karena itu, psikologi kesadaran lazim
juga disebut psikologi introspeksionisme. Psikologi ini merupakan suatu
proses akal dengan cara melihat kedalam diri sendiri setelah suatu rangsangan
terjadi.
Psikologi yang behavioristik melahirkan
aliran yang disebut psikologi perilaku. Tujuan utama psikologi perilaku
ini adalah mencoba mengkaji perilaku manusia yang berupa reaksi apabila suatu
rangsangan terjadi, dan selanjutnya bagaimana mengawasi dan mengontrol perilaku
itu. Para pakar psikologi behavioristik ini tidak berminat mengkaji proses –
proses akal yang membangkitkan perilaku tersebut karena proses – proses akal
ini tidak dapat diamati atau diobservasi secara langsung. Jadi, para pakar
psikologi perilaku ini tidak mengkaji ide – ide, pengertian, kemauan,
keinginan, maksud, pengharapan, dan segala mekanisme fisiologi. Yang dikaji
hanyalah peristiwa – peristiwa yang dapat diamati, yang nyata dan konkret,
yaitu kelakuan atau tingkah laku manusia.
Psikologi yang kognitifistik dan lazim
disebut psikologi kognitif mencoba mengkaji proses–proses kognitif
manusia secara ilmiah. Yang dimaksud kognitif adalah proses–proses akal
(pikiran, berpikir) manusia yang bertanggung jawab mengatur pengalaman dan
perilaku manusia. Hal utama yang dikaji oleh psikologi kognitif adalah
bagaimana cara manusia memperoleh, menafsirkan, mengatur, menyimpan,
mengeluarkan, dan menggunakan pengetahuannya, termasuk perkembangan dan
penggunaan pengetahuan bahasa. Perbedaannya dengan psikologi kesadaran adalah
bahwa menurut paham mentalisme proses–proses akal itu berlangsung setelah
terjadinya rangsangan. Sedangkan menurut psikologi kognitif proses– proses akal
itu dapat terjadi karena adanya kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih
dahulu.kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih dahulu. Perilaku
yang muncul sebagai hasil proses akal seperti ini disebut perilaku atau
tindakan bertujuan sebagai hasil kreativitas organisme manusia itu sendiri.
Psikologi sangat berkaitan erat dengan
kehidupan manusia dalam segala kegiatannya yang sangat luas. Oleh karena itu,
muncullah berbagai cabang psikologi yang diberi nama sesuai dengan
penarapannya. Diantara cabang–cabang itu adalah psikologi sosial, psikologi
perkembangan, psikologi klinik, psikologi komunikasi, dan psikologi bahasa.
B. Linguistik
Secara umum linguistik lazim
diartikan sebagai ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek
kajiannya. Pakar linguistik disebut lingui, dalam bahasa inggris juga
berarti orang yang mahir menggunakan beberapa bahasa, selain bermakna pakar
linguistik. Seseorang linguis mempelajari bahasa bukan dengan tujuan utama
untuk mahir menggunakan bahasa itu, melainkan untuk mengetahui secara mendalam mengenai
kaidah – kaidah struktur bahasa, beserta dengan berbagai aspek dan segi yang
menyangkut bahasa itu. Andaikata si linguis ingin memahirkan penggunaan bahasa
bahasa itu tentu juga tidak ada salahnya. Bahkan akan menjadi lebih baik.
Sebaiknya, seseorang yang mahir dan lancar dalam menggunakan beberapa bahasa,
belum tentu dia seorang linguis kalau dia tidak mendalami teori tentang bahasa.
Orang seperti ini lebih tepat disebut seorang poliglot ”berbahasa
banyak”, sebagai dikotomi dari monoglot ”berbahasa satu”.
Kalau dikatakan bahwa linguistik atu
adalah ilmu yang objek kajiannya adalah bahaasa, sedangkan bahasa itu sendiri
merupakan fenomena yang hadir dalam segala aktivitas kehidupan manusia, maka
linguistik itu pun menjadi sangat luas bidang kajiannya. Oleh karena itu, kita
bisa lihat adanya berbagai cabang linguistik yang dibuat berdasarkan berbagai
kriteria atau pandangan. Secara umum pembidangan linguistik itu adalah sebagai
berikut.
- Menurut objek kajian, linguistik dapat dibagi atas
dua cabang besar, yaitu linguistik mikro dan linguistik makro.
Objek kajian linguistik mikro adalah struktur internal bahasa itu sendiri,
mencakup struktur fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Sedangkan
objek kajian linguistik makro adlah bahasa dalam hubungannya dengan faktor
di luar bahasa seperti faktor sosiologis, psikologis, antropologi, dan
neurologi. Berkaitan dengan faktor – faktor di luar bahasa itu muncullah
bidang – bidang seperti sosiologistik, psikologistik, neurolinguistik dan
etnolinguistik. Disini, linguistik dipandang sebagai disiplin utama,
sedangkan ilmu-ilmu lain sebagai disiplin bawahan. - Menurut tujuan kajiannya, linguistik dapat dibedakan
atas dua bidang besaar yaitu linguistik teoteris dan linguistik
terapan. Kajian teoteris hanya ditujukan untuk mencari atau menentukan
teori – teori linguistik. Hanya untuk membuat kaidah – kaidah linguistik
secara deskriptif. Sedangkan kajian terapan ditujukan untuk menerapkan
kaidah – kaidah linguistik dalam kegiatan praktis, seperti dalam
pengajaran bahasa, penerjemahan, penyusunan kamus, dan sebagainya. - Adanya yang disebut linguistik sejarah dan sejarah
linguistik. Linguistik sejarah mengkaji perkembangan dan perubahan suatu
bahasa atau sejumlah bahasa, baik dengan diperbandingkan maupun tidak.
Sejarah linguiatik mengkaji perkembangan ilmu linguistik, baik mengenai
tokoh – tokohnya, aliran – aliran teorinya, maupun hasil – hasil kerjanya.
Dalam kaitannya dengan psikologi,
linguistik lazim diartikan sebagai ilmu yang muncoba mempelajari hakikat
bahasa, atruktur bahasa, bagaimana bahasa itu diperoleh, bagaimana bahasa itu
bekerja, dan bagaimana bahasa itu berkembang. Dalam konsep ini tampak bahwa
yang namanya psikolinguistik dianggap sebagai cabang dari linguistik, sedangkan
linguistik itu sendiri dianggap sebagai cabang dari psikologi.
C. Psikolinguistik
Psikolinguistik terbentuk dari kata
psikologi dan kata linguistic, yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing
– masing berdiri sendiri, dengan prosedur dan metode yang berlainan. Namun,
keduanya sama – sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya materinya
yang berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji
perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Dengan demikian cara dan tujuannya
juga berbeda.
Meskipun cara dan tujuan berbeda,
tetapi banyak juga bagian – bagian objeknya yang dikaji dengan cara yang sama
dan dengan tujuan yang sama, tetapi dengan teori yang berlainan. Hasil kajian
kedua disiplin ini pun banyak yang sama, meskipun tidak sedikit yang berlainan.
Oleh karena itulah, telah lama dirasakan perlu adanya kerja sama di antara
kedua disiplin ini untuk mengkaji bahasa dan hakikat bahasa. Dengan kerja sama
kedua disiplin itu diharapkan akan diperoleh hasil kajian yang lebih baik dan
lebih bermanfaat.
Sebagai hasil kerjasama yang baik,
lebih terarah, dan lebih sistematis diantara kedua ilmu itu, lahirlah satu
disiplin ilmu baru yang disebut psikolinguistik, sebagai ilmu
antardisiplin antara psikologi dan linguistik. Istilah psikolinguistik
itu sendiri baru lahir tahun 1945, yakni tahun terbitnya buku psycholinguistics
: A Survey of Theory and Reserch Problems yang disunting oleh Charles E.
Osgood dan Thomas A. sebeok, di Bloomington, Amerika Serikat.
Psikolinguistik mencoba menguraikan
proses – proses psikologi yang berlangsung
jika seseorang
mengucapkan kalimat – kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan
bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia (Slobin, 1974; Meller,
1964; Slama Cazahu, 1973). Maka secara teoteris tujuan utama psikolinguistik
adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan
secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemeerolehannya. Dengan
kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan
bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada
waktu memahami kalimat– kalimat dalam pertuturan itu.
Dalam prakteknya psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan
psikologi pada masalah – masalah seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa,
pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan
kemultibahasaan, penyakit bertutur seperti afasia, gagap, dan sebagainya; serta
masalah – masalah sosial lain yang menyangkut bahasa, seperti bahasa dan
pendidikan,
bahasa dan pembangunan nusa dan bangsa.
D. Sejarah Perkembangan Psikolnguistik
Istilah psikolinguistik
baru muncul pada tahun 1954 dalam buku Thomas A. Sebeok dan Charles E.
Osgood yang berjudul Pshycolinguiatics: A Survey of Theory and
Research Problems, namun sebenarnya sejak zaman panini, ahli bahasa
dari India, dan Sokrates ahli filsafat dari Yunani, pengkajian bahasa telah
dilakukan orang. Kajian mereka tidak terlepas dari paham/aliran filsafat yang
mereka anut, karena filsafat merupakan induk dari semua disiplin ilmu.
Pada abad yang lalu terdapat dua aliran
filsafat yang saling bertentangan dan saling memengaruhi perkembangan
linguistik dan psikologi. Yang pertama adalah aliran empirisme yang erat
kaitannya dengan psikologi asosiasi. Aliran empirisme melakukan kajian terhadap
data empiris atau objek yang dapat diobservasi dengan cara menganalisis unsur –
unsur pembentukannya sampai yang sekecil – kecilnya. Oleh karena itu, aliran
ini disebut bersifat atomistik, dan lazim dikaitkan dengan asosianisme dan
positivisme.
Aliran kedua dikenal dengan nama rasionalisme.
Aliran ini mengkaji akal sebagai satu keseluruhan dan menyatakan bahwa faktor –
faktor yang ada dalam akal inilah yang patut diteliti untuk bisa memahami
perilaku manusia itu. Oleh karena itu, aliran ini disebut bersifat holistik,
dan biasa dikaitkan dengan paham nativisme, idealisme, dan
mentalisme.
Psikolinguistik bermula dari adanya
pakar linguistik yang berminat pada psikologi, dan adanya pakar psikologi yang
berkecimpung dalam linguistik. Dilanjutkan dengan adanya kerjasama antara pakar
linguistik dan pakar psikologi, dan kemudian muncullah pakar – pakar
psikolinguistik sebagai disiplin mandiri.
a. Psikologi dalam
Linguistik
Dalam sejarah linguistik ada sejumlah
pakar linguistik yang menaruh perhatian besar pada psikologi. Von Humboldt
(1767-1835), pakar linguistik berkebangsaan Jerman telah mencoba mengkaji
hubungan antara bahasa (linguistik) dengan pemikiran manusia (psikologi).
Caranya, dengan membandingkan tata bahasa dari bahasa – bahasa yang berlainan
dengan tabiat – tabiat bangsa – bangsa penutur itu. Von Humboldt sangat
dipengaruhi oleh aliran rasionalisme. Dia menganggap bahasa bukanlah sesuatu
yang sudah siap untuk dipotong – potong dan diklasifikasikan seperti aliran
empirisme. Menurut Von Humboldt bahasa itu merupakan satu kegiatan yang
memiliki prinsip – prinsip sendiri.
Ferdinand de Saussure (1858-1913),
pakar linguistik berkembangsaan Swiss, telah berusaha menerangkan apa
sebenarnya bahassa itu (linguistik) dan bagaimana keadaan bahasa itu dalam otak
(psikologi). Beliau memperkenalkan tiga istilah tentang bahasa yaitu langage
(bahasa pada umumnya yang bersifat abstrak), langue (bahasa tertentu
yang bersifat abstrak), dan parole (bahasa sebagai tuturan yang bersifat
konkret). Dia menegaskan objek kajian linguistik adalah langue.,
sedangkan objek kajian psikologi adalah parole. Ini berarti, kalau ingin
mengkaji bahasa secara lengkap, maka kedua disiplin, yakni linguistik dan
psikologi harus digunakan. Hal ini dikatakannya karena dia menganggap segala
sesuatu yang ada dalam bahasa itu pada dasarnya bersifat psikologis.
Edward Sapir (1884-1939), pakar
linguistik dan antropologi bangsa Amerika, telah mengikutsertakan psikologi
dalam pengkajian bahasa. Menurut Sapir, psikologi dapat memberikan dasar ilmiah
yang kuat dalam pengkajian bahasa. Beliau juga mencoba mengkaji hubungan bahasa
(linguistik) dengan pemikiran (psikologi). Dari kajian itu beliau berkesimpulan
bahwa bahasa, terutama strukturnya, merupakan unsur yang menentukan struktur
pemikiran manusia. Beliau juga menekankan bahwa linguistik dapat memberikan
sumbangan yang penting kepada psikologi Gestalt, dan sebaliknya psikologi
Gestalt dapat membantu disiplin linguistik.
b. Linguistik
dalam Psikologi
Dalam sejarah perkembangan psikologi
ada sejumlah pakar psikologi yang menaruh perhatian pada linguistik. John Dewey
(1859-1952), pakar psikologi berkebangsaan Amerika, seorang empirisme murni.
Beliau telah mengkaji bahasa dan perkembangannya dengan cara menafsirkan
analisis linguistik bahasa kanak – kanak berdasarkan prinsip – prinsip
psikologi. Umpamanya, beliau menyarankan agar penggolongan psikologi akan kata
– kata yang diucapkan kanak – kanak dilakukan berdasarkan makna seperti yang
dipahami kanak – kanak, dan bukan seperti yang dipahami orang dewasa dengan
bentuk – bentuk tata bahasa orang dewasa. Dengan cara ini, maka berdassarkan
prinsip – prinsip psikologi akan dapat ditentukan hubungan antara kata – kata
berkelas adverbia dan preposisi disatu pihak dengan kata – kata berkelas nomina
dan adjektiva dipihak lain. Jadi, dengan pengkajian kelas kata berdasarkan
pemahaman kanak – kanak kita akan dapat menentukan kecenderungan akal (mental)
kanak – kanak yang dihubungkan dengan perbedaan – perbedaan linguistik.
Pengkajian seperti ini, menurut Dewey, akan memberi bantuan yang besar kepaada
psikologi bahasa pada umumnya.
Watson (1878-1958), ahli psikologi
behaviorisme berkebangsaan Amerika. Beliau menempatkan perilaku atau kegiatan
berbahasa sama dengan perilaku atau kegiatan lainnya, seperti makan, berjalan,
dan melompat. Pada mulanya Watson hanya menghubungkan perilaku berbahasa yang
implisit, yakni yang terjadi didalam pikiran, dengan yang eksplisit, yakni yang
berupa tuturan. Namun, kemudian dia menyamakan perilaku berbahasa itu dengan
teori stimulus-respons yang dikembangkan oleh Povlov. Maka, penyamaan
ini memperlakukan kata – kata sama dengan benda – benda lain sebagai respons
dari suatu stimulus.
Weiss, ahli psikolodi behaviorisme Amerika. Beliau mengakui adanya aspek mental
dalm bahasa. Namun, karena wujudnya tidak memiliki kekuatan bentuk fisik, maka
wujudnya itu sukar dikaji atau ditunjukkan. Oleh karena itu, Weiss lebih
cenderung mengatakan bahwa bahasa itu sebagai satu bentuk perilaku apabila
seseorang menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosialnya. Weiss adalah salah
seorang tokoh yang terkemuka yang telah merintis jalan kearah lahirnya
psikolinguistik. Karena dialah yang telah berhasil mengubah Bloomfield dari
penganut aliran mentalistik menjadi penganut aliran behaviorisme. Weiss juga
telah mengemukakan sejumlah masalah yang harus dipecahkan oleh linguistik dan
psikologi yang dilihat dari sudut behaviorisme. Di antara masalah – masalah itu
adalah sebagai berikut :
- Bahasa merupakan satu kumpulan respons yang
jumlahnya tidak terbatas terhadap suatu stimulus. - Pada dasarnya perilaku bahasa menyatukan anggota
suatu masyarakat ke alam organisasi gerak saraf. - Perilaku bahasa adalah sebuah alat untuk mengubah
dan meragam-ragamkan kegiatan seseorang sebagai hasil warisan dan hasil
perolehan. - Bahasa dapat merupakan stimulus terhadap satu
respons, atau merupakan satu respons terhadap satu stimulus. - Respons bahasa sebagai satu stimul pengganti untuk
benda dan keadaan yang sebenarnya memungkinkan kita untuk memunculksn
kembali suatu hal yang pernah terjadi, dan menganalisis kejadian ini dalam
bagian – bagiannya.
c. Kerjasama
Psikologi dan Linguistik
Kerjasama secara langsung antara
linguistik dan psikologi sebanarnya sudah dimulai sejak 1860 yaitu, oleh Heyman
Steintthal, seorang ahli psikologi yang beralih menjadi ahli linguistik, dan
Moriz Lazarus seorang ahli linguistik yang beralih menjadi ahli psikologi
dengan menrbitkan sebuah jurnal yang khusus membicarakan masalh psikologi
bahasa dari sudut linguistik dan psikologi.
Dasar – dasar psikolinguistik menurut
beberapa pakar didalam buku yang disunting oleh Osgood dan Sebeok diatas adalah
berikut ini :
- Psikolinguistik adalah satu teori linguistik
berdasarkan bahasa yang dianggap sebagai sebuah sistem elemen yang saling
berhubungan erat. - Psokolinguistik adalah satu teori pembelajaran
(menurut teori behaviorisme) berdasarkan bahasa yang dianggapnsebagainsatu
sistem tabiat dan kemampuan yang menghubungkan isyarat dengan perilaku. - Psikolinguistik adalah satu teori informasi yang
menganggap bahasa sebagai sebuah alat untuk menyampaikan suatu benda.
d. Tiga Generasi
dalam Psikolinguistik
1. Psikolinguistik
Generasi pertama
Psikolinguistik generasi pertama adalah
psikolinguistik dengan para pakar yang menulis artikel dalam kumpulan karangan
berjudul psycholinguistics: A Survey of Theory and Reserch Problems yang
disunting oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. Sebeok. Titik pandang Osgood dan
Sebeok berkaitan erat dengan aliran behaviorisme (aliran perilaku) atau lebih
tepat lagi aliran neobehaviorisme. Teori – teori ini mengidentifikasikan bahasa
sebagai stu sistem respon yang langsung dan tidak langsung terhadap stimulus
verbal dan nonverbal. Orientasi stimulus respons ini adalah orientasi
psikologi.
Tokoh lain dari generasi pertama ini adalah L. Bloomfield. Beliau adalah tokoh
linguistik Amerika yang menerima dan menerapkan teori – teori behaviorisme
dalam analisis bahaa. Teknik analisis bahasa dan pandangannya tentang hakikat
bahasa sama dengan pandangan dan teori psikolinguistik perilaku.
Manusia yang normal sejak lahir telah
dilengkapi dengan kemampuan belajar. Oleh sebab itu, kemampuan berbahasa
didapat atau dicapai melalui proses belajar. Hal ini menunjukkan bahwa itu
harus dipelajari. Dengan kata lain, kemampuan berbahasa adalah satu kemampuan
hasil belajar, dan bukan sebagai sesuatu yang diwarisi.
Tokoh lain dari psikolinguistik
generasi pertama, dan yang dianggap sebagai tokoh utama adalah B. F. Skonner.
Beliau menjadi tokoh yang kemudian ditentang oleh Noam Chomsky yang menganut
aliran kognitif dalam proses berbahasa. Namun, teori – teori Skinner inilah
yang dianut oleh teori – teori linguistik aliran Bloomfield.
2. Psikolinguistik
Generasi Kedua
Karena pada psikolinguiatik generasi pertama tidak menjawab banyak masalah
proses berbahasa, dan teori – teori itu kekurangan daya penjelas, maka diperlukan
teori yang lain dalam psikolinguistik. Lahirlah teori –teori psikolinguiatik
generasi kedua, dengan dua tokoh utamanya yakni Noam Chomsky dan George Miller.
Menurut Mehler dan Noizet, psikolinguistik generasi kedua
telah dapat mengatasi ciri – ciri atomistik dari psikolinguistik Osgood-Sebeok.
Psikolinguistik generasi kedua berpendapat bahwa dalam proses berbahasa
bukanlah butir – butir bahasa yang diperoleh, melainkan kaidah dan sistem
kaidahlah yang diperoleh.
3. Psikolinguistik
Generasi Ketiga
Kelahiran psikolinguistik generasi ketiga ini oleh G.
Werstch dalam bukunya Two Problems for the New Psycholinguistics diberi
nama New Psycholinguistics.Ciri – ciri psikolinguistik generasi
ketiga ini adalah sebagai berikut :
Pertama,
orientasi mereka kepada psikologi, tetapi bukan psikologi perilaku. Mereka
berorientasi kepada psikologi seperti yang dikemukakan oleh Fresse dan Al
Vallon dari perancis, dan mungkin juga kepada psikologi aktivitas dari Uni
Sovyet atau seperti ditekankan oleh G. Werstch bahwa terjadi proses yang
serempak dari informasi linguistik dan psikologi.
Kedua,
keterlepasan mereka dari kerangka psikolinguistik kalimat dan keterlibatan
dalam psikolinguistik yang berdasarkan situasi dan konteks. Ini berarti,
analisis psikolinguistik bbukan lagi menentukan kalimat hubungan antara
struktur gramatikal dan kaidah semantik model Noam Chomsky dengan teori
generatif transformasinya, tetapi hubungan ini diperluas dengan memperhitungkan
situasi dan konteks.
Ketiga,
adanya satu pergeseran dari analisis mengenai proses ujaran yang abstrak ke
satu analisis psikologis mengenai komunikasi dan pikiran. Pergeseran dari
ujaran yang abstrak ke komunikasi dan pikiran ini dikemukakan oleh J. S. Bruner
dalam artikelnya berjudul Frol Communication to Language yang dimuat dalam
Cognition tahun 1974-5.
Ketiga
ciri utama dari psikolinguistik generasi ketiga ini menunjukkan telah
terjadinya satu peningkatan kualitatif dalam perkembangan psikolinguistik di negara
– negara Barat. Namun, menurut Leontive (1981) dibandingkan dengan perkembangan
linguistik di Eropa, maka osikolinguistik di Rusia sudah lebih dulu berkembang
karena sejak awal psikolinguistik di Rusia telah memperhitungkan jurus
komunikasi dan pikiran dalam analisas psikolinguistik.
E. Aliran-aliran Psikolinguistik
1)
Aliran
Behavioristik
Teori Behavioristik pertama kali dimunculkan oleh Jhon
B.Watson (1878-1958). Dia adalah seorang ahli psikologi berkebangsaan
amerika. Dia mengembangkan teori Stimulus-Respons Bond (S – R Bond) yang telah
diperkenalkan oleh Ivan P.Pavlov. Menurut teori ini tujuan utama
psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan
sedikitpun tidak ada hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah
benda-benda atau hal-hal yang diamati secara langsung, yaitu rangsangan
(stimulus) dan gerak balas(respons) [1][1].
Eksperimen yang dilakukan oleh Watson dalam membuktikan
kebenaran teori behaviorismenya terhadap manusia adalah percobaan terhadap bayi
yang bernama albert berusia 11 tahun dan tikus putih. Dimana kesimpulan
akhirnya adalah pelaziman dapat merubah prilaku seseorang secara nyata.
Dalam pembelajaran yang didasarkan pada hubungan stimulus
respon, Watson mengemukakan dua hal penting:
1.Recency
Principle(prinsip
kebaruan)
Yaitu Jika suatu stimulus baru saja menimbulkan respons,
maka kemungkinan stimulus itu untuk menimbulkan respons yang sama apabila
diberikan umpan lagi akan lebih besar daripada kalau stimulus itu diberikan
umpan setelah lama berselang.
2.Frequency Principle(prinsip frekuensi)
Menurut prinsip ini apabila suatu stimulus dibuat lebih
sering menimbulkan satu respons, maka kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan
respons yang sama pada waktu yang lain akan lebih besar.
Selain itu. Watson mengatakan bahwa keyakinan pada adanya
kesadaran berkaitan dengan keyakinan masa-masa nenek moyang mengenai tahayul.
Magis-magis senantiasa hidup. Konsep-konsep warisan masa praberadab ini telah
membuat kebangkitan dan pertumbuhan psikologis ilmiah menjadi sangat sulit.
Kriteria Watson dalam menentukan apakah sesuatu itu ada atau tidak ada adalah
berdasarkan apakah hal tersebut dapat diamati atau tidak dapat diamati.
Selanjutnya Bell (1981:24)
mengungkapkan pandangan aliran behaviorisme yang dianggap sebagai jawaban atas
pertanyaan bagaimanakah sesungguhnya manusia memelajari bahasa, yaitu:
1. Dalam upaya
menemukan penjelasan atas proses pembelajaran manusia, hendaknya para ahli
psikologi memiliki pandangan bahwa hal-hal yang dapat diamati saja yang akan
dijelaskan, sedangkan hal-hal yang tidak dapat diamati hendaknya tidak
diberikan penjelasan maupun membentuk bagian dari penjelasan.
2. Pembelajaran
itu terdiri dari pemerolehan kebiasaan, yang diawali dengan peniruan.
3. Respon yang
dianggap baik menghasilkan imbalan yang baik pula.
4. Kebiasaan
diperkuat dengan cara mengulang-ulang stimuli dengan begitu sering sehingga
respon yang diberikan pun menjadi sesuatu yang bersifat otomatis.
2)
Aliran
Kognitif
Menurut teori ini bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang
terpisah, melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari
kematangan kognitif. Bahasa di instruksikan oleh nalar. Perkembangan bahasa
harus berlandaskan pada percobaan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam
kognisi. Jadi urutan-urutan perkembnagan kognitif menentukan perkembangan
bahasaMenurut teori kognitif yang utama sekali harus dicapai adalah
perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk
keterampilan berbahasa semenjak lahir sampai umur 18 bulan bahasa belum ada, si
anak memahami dunia melalui indranya.
Adapun tokoh yang terkenal dengan teori kognitif ini adalah Noam
Chomsky menyatakan bahwa manusia dilahirkan dengan akal yang berisi
pengetahuan batin yang berkait dengan sejumlah bidang yang berbeda-beda. Salah
satu dari pengetahuan tersebut berkait dengan bahasa. Chomsky menyebut
pengetahuan batin yang berkait dengan bahasa ini sebagai Language
Acquisition Device atau yang lebih populer sebagai LAD, yang dalam modul
disebut sebagai Alat Pemerolehan Bahasa atau APB. Chomsky berpendapat
bahwa daya-daya dalam bidang yang berbeda yang disebut di atas, relatif mandiri
satu sama lain. Artinya tidak saling berkait. Bahkan dalam kaitan dengan
pemerolehan bahasa, Chomsky berpendapat bahwa bagi pemerolehan bahasa,
pengetahuan batin saja sudah cukup dan pengetahuan matematis serta pengetahuan
logika tidak diperlukan dalam kegiatan ini.
Masih menurut Chomsky behaviorisme (S-R), sangat tidak
memadai untuk menerangkan proses pemerolejhan bahasa. Sebab masukan data
linguistiknya sangat sedikit untuk membangkitkan rumus-rumus linguistic. pada bagian akhir subpokok bahasan diketengahkan argumen-argumen
yang dikemukakan Chomsky dalam mempertahankan APB yang tertuang dalam bentuk
empat argumen, yakni (1) keunikan tata bahasa, (2) data masukan yang tidak
sempurna, (3) ketidakselarasan intelegensi, dan (4) kemudahan dan kecepatan
pemerolehan bahasa anak.
3)
Aliran
Mentalistik
Pada subpokok bahasan ini, kita telah membahas sejumlah
konsep pendapat-pendapat para teorisi mengenai bagaimana seseorang memahami dan
merespons terhadap apa-apa yang ada di alam semesta ini. Kita telah berbicara
mengenai pandangan-pandangan kaum mentalis dan kaum bahavioris, terutama dalam
kaitan dengan keterhubungan antara bahasa, ujaran dan pikiran. Menurut kaum
mentalis, seorang manusia dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda
dari badan (body) orang tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai
dua hal yang berinteraksi satu sama lain, yang salah sati di antaranya mungkin
menyebabkan atau mungkin mengontrol peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
bagian lainnya. Dalam kaitan dengan perilaku secara keseluruhan, pandangan ini
berpendapat bahwa seseorang berperilaku seperti yang mereka lakukan itu bisa
merupakan hasil perilaku badan secara tersendiri, seperti bernapas atau bisa
pula merupakan hasil interaksi antara badan dan pikiran. Mentalisme dapat
dibagi menjadi dua, yakni empirisme dan rasionalisme.
Kedua pendapat ini pun memiliki
pandangan-pandangan yang berbeda dalam memahami persoalan gagasan-gagasan batin
atau pengetahuan. Semua kaum mentalis bersepakat mengenai adanya akal dan bahwa
manusia memiliki pengetahuan dan gagasan di dalam akalnya. Meskipun demikian,
mereka tidak bersepakat dalam hal bagaimana gagasan-gagasan tersebut bisa ada
di dalam akal. Apakah gagasan-gagasan tersebut seluruhnya diperoleh dari
pengalaman (pendapat kaum empiris) atau gagasan-gagasan tersebut sudah ada di
dalam akal sejak lahir (gagasan kaum rasional). Bahkan di dalam kedua aliran
ini pun, terdapat perbedaan pendapat yang rinciannya akan kita bahas nanti.
Kemudian, diketengahkan pembahasan
mengenai empirisme. Dalam kaitan ini telah dibahas kenyataan bahwa kata empiris
dan empirisme telah berkembang menjadi dua istilah yang memiliki dua makna yang
berbeda. Setelah itu, dibahas pula isu lain yang mengelompokkan kaum empiris,
yakni isu yang berkenaan dengan pertanyaan apakah gagasan-gagasan di dalam akal
manusia yang membentuk pengetahuan bersifat universal atau umum di samping juga
bersifat fisik.
PENUTUP
- Kesimpulan
Teori/Aliran Behavioristiktujuan utama psikologi adalah
membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan sedikitpun tidak ada
hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah benda-benda atau hal-hal yang
diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus) dan gerak balas(respons)
Teori Kognitifberpandangan Menurut teori ini
bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang terpisah, melainkan salah satu diantara
beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif
Kaum mentalisberpendapat seorang manusia
dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda dari badan (body) orang
tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai dua hal yang
berinteraksi satu sama lain,
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dardjowidjojo,
Soenjono. 2010. Psikolinguistik Pengantar
Pemahaman Bahasa
Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mar’at,
Samsunuwiyati. 2009. Psikolingustik Suatu Pengantar. Jakarta: Refika Aditama.
http://prasastie.multiply.com/journal/item/38
[1]http://massofa.wordpress.com/2008/01/24/menengok-bahasan-psikolinguistik/
OLEH PAKDE SOFA
http.//www.scrib.com
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu masalah kompleks manusia, selain
berkenaan dengan masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah kegiatan
berbahasa.Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung
secara makanistik, tetapi juga berlangsung secara mentalistik. Artinya,
kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dengan proses atau kegiatan mental
(otak). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, studi
linguistik perlu dilengkapi dengan studi antardisiplin antara linguistik dan
psikologi, yang lazim disebut psikolinguistik.
Wundt adalah
Bapak Psikologi Eksperimen yang pertama kali membangun Laboratorium Psikologi
di Leipzig, Jerman pada abad ke-19. Di
samping itu, Wundt telah memperkenalkan apa yang pada waktu itu di sebut
Psikologi Bahasa (Psychologie Der Sprache) yang materinya tidak jauh
berbeda dengan apa yang dibahas dalam Psikolinguistik dewasa ini. Istilah
Psikolinguistik merupakan istilah lain dari Psikologi Bahasa yang muncul
setelah Perang Dunia Kedua.
Pada tahun
1900 Wundt menulis buku tentang psikolingistik yang berjudul ”Die Sprache” terdiri
atas dua jilid. Die Sprache inji merupakan bagian dari satu set buku karangan Wundt
yang berjudul ”Volker Psychologie”
(Psikologi Bangsa) yang membahas tentang kebudayaan, struktur sosial bahasa,
moral, dan lain-lain dari pelbagai bangsa yang berbeda di dunia. Isinya semacam
antropologi terhadap kebanyakan para psikolog yang tidak menyadari atau
mengetahuinya.
Dalam
bukunya itu, Wundt berusaha dengan keras mennabungkan dua aliran yang sangat
kuat pada abad ke-19, yaitu aliran idealisme atau rasionalisme dengan alirn
empirisme.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1.
Apakah
yang dimaksud dengan psikologi?
2.
Apakah
yang dimaksud dengan lingustik?
3.
Apakah
yang dimaksud dengan psikolinguistik?
4.
Aliran-aliran
apa sajakah yang terdapat dalam psikolinuistik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Psikologi
Secara etimologi kata psikologi
berasal dari bahasa Yunani Kuno psyche dan logos. kata psyche
berarti jiwa, roh, atau sukma, sedangkan kata logos berarti ilmu. Jadi,
secara harfiah berarti ilmu jiwa atau ilmu yang objek kajiannya adalah jiwa.
dulu ketika psikologi adalah ilmu yang mengkaji jiwa masih bisa dipertahankan.
Dalam kepustakaan pada tahun 50an nama ilmu jiwa lazim digunakan sebagai padanan
kata psikologi. Namun, kini istilah ilmu jiwa tidak digunakan lagi karena
bidang ilmu ini memang tidak meneliti jiwa, roh, atau sukma, sehingga istilah
itu kurang tepat.
Dalam perkembangan lebih lanjut,
psikologi lebih membahas atau mengkaji sisi – sisi manusia dari segi yang bisa
diamati. Kareba jiwa itu bersifat abstrak, sehingga tidak dapat diamati secara
empiris, padahal objek kajian setiap ilmu harus dapat diobservasi secara
indrawi. Dalam hal ini jiwa atau keadaan jiwa hanya bisa diamati melalui gejala
– gejalanya seperti orang yang sedih akan berlaku murung, dan orang yang
gembira tampak dari gerak – geriknya yang riang atau dari wajahnya yang binar –
binar. Meskipun demikian, kita juga sering mendapat kesulitan untuk mengetahui
keadaan jiwa seseorang dengan hanya melihat tingkah lakunya saja. Tidak jarang
kita jumpai seseorang yang sebenarnya sedih tetapi tetap tersenyum. Atau
seseorang yang sebenarnya jengkel atau marah tetapi tetap tenang atau malah
tertawa.
Walaupun besar gerak – gerik lahir seseorang
belum tentu menggambarkan keadaan jiwa yang sebanarnya, namun, secara
tradisional, psikologi lazim diartikan sebagai satu bidang ilmu yang mencoba
mempelajari perilaku manusia. Caranya adalah dengan mengkaji hakikat
rangsangan, hakikat reaksi terhadap rangsangan itu dan mengkaji hakikat proses
– proses akal yang berlaku sebelum reaksi itu terjadi. Para ahli psikologi
belakangan ini juga cenderung untuk menganggap psikologi sebagai suatu ilmu
yang mecoba mengkaji proses akal manusia dan segala manifestasinya yang
mengatur perilaku manusia itu. Tujuan pengkajian akal ini adalah untuk
menjelaskan, memprediksikan, dan mengontrol perilaku manusia.
Dalam perkembangannya, psikologi telah
menjadi beberapa aliran sesuai dengan paham filsafat yang dianut. Karena itulah
dikenal adanya psikologi yang mentalistik, yang bahavioristik, dan yang
kognitifistik.
Psikologi yang mentalistik melahirkan
aliran yang disebut psikologi kesadaran. Tujuan utama psikologi
kesadaran adalah mencoba mengkaji proses – proses akal manusia dengan cara
mengintrospeksi atau mengkaji diri. Oleh karena itu, psikologi kesadaran lazim
juga disebut psikologi introspeksionisme. Psikologi ini merupakan suatu
proses akal dengan cara melihat kedalam diri sendiri setelah suatu rangsangan
terjadi.
Psikologi yang behavioristik melahirkan
aliran yang disebut psikologi perilaku. Tujuan utama psikologi perilaku
ini adalah mencoba mengkaji perilaku manusia yang berupa reaksi apabila suatu
rangsangan terjadi, dan selanjutnya bagaimana mengawasi dan mengontrol perilaku
itu. Para pakar psikologi behavioristik ini tidak berminat mengkaji proses –
proses akal yang membangkitkan perilaku tersebut karena proses – proses akal
ini tidak dapat diamati atau diobservasi secara langsung. Jadi, para pakar
psikologi perilaku ini tidak mengkaji ide – ide, pengertian, kemauan,
keinginan, maksud, pengharapan, dan segala mekanisme fisiologi. Yang dikaji
hanyalah peristiwa – peristiwa yang dapat diamati, yang nyata dan konkret,
yaitu kelakuan atau tingkah laku manusia.
Psikologi yang kognitifistik dan lazim
disebut psikologi kognitif mencoba mengkaji proses–proses kognitif
manusia secara ilmiah. Yang dimaksud kognitif adalah proses–proses akal
(pikiran, berpikir) manusia yang bertanggung jawab mengatur pengalaman dan
perilaku manusia. Hal utama yang dikaji oleh psikologi kognitif adalah
bagaimana cara manusia memperoleh, menafsirkan, mengatur, menyimpan,
mengeluarkan, dan menggunakan pengetahuannya, termasuk perkembangan dan
penggunaan pengetahuan bahasa. Perbedaannya dengan psikologi kesadaran adalah
bahwa menurut paham mentalisme proses–proses akal itu berlangsung setelah
terjadinya rangsangan. Sedangkan menurut psikologi kognitif proses– proses akal
itu dapat terjadi karena adanya kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih
dahulu.kekuatan dari dalam, tanpa adanya rangsangan terlebih dahulu. Perilaku
yang muncul sebagai hasil proses akal seperti ini disebut perilaku atau
tindakan bertujuan sebagai hasil kreativitas organisme manusia itu sendiri.
Psikologi sangat berkaitan erat dengan
kehidupan manusia dalam segala kegiatannya yang sangat luas. Oleh karena itu,
muncullah berbagai cabang psikologi yang diberi nama sesuai dengan
penarapannya. Diantara cabang–cabang itu adalah psikologi sosial, psikologi
perkembangan, psikologi klinik, psikologi komunikasi, dan psikologi bahasa.
B. Linguistik
Secara umum linguistik lazim
diartikan sebagai ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek
kajiannya. Pakar linguistik disebut lingui, dalam bahasa inggris juga
berarti orang yang mahir menggunakan beberapa bahasa, selain bermakna pakar
linguistik. Seseorang linguis mempelajari bahasa bukan dengan tujuan utama
untuk mahir menggunakan bahasa itu, melainkan untuk mengetahui secara mendalam mengenai
kaidah – kaidah struktur bahasa, beserta dengan berbagai aspek dan segi yang
menyangkut bahasa itu. Andaikata si linguis ingin memahirkan penggunaan bahasa
bahasa itu tentu juga tidak ada salahnya. Bahkan akan menjadi lebih baik.
Sebaiknya, seseorang yang mahir dan lancar dalam menggunakan beberapa bahasa,
belum tentu dia seorang linguis kalau dia tidak mendalami teori tentang bahasa.
Orang seperti ini lebih tepat disebut seorang poliglot ”berbahasa
banyak”, sebagai dikotomi dari monoglot ”berbahasa satu”.
Kalau dikatakan bahwa linguistik atu
adalah ilmu yang objek kajiannya adalah bahaasa, sedangkan bahasa itu sendiri
merupakan fenomena yang hadir dalam segala aktivitas kehidupan manusia, maka
linguistik itu pun menjadi sangat luas bidang kajiannya. Oleh karena itu, kita
bisa lihat adanya berbagai cabang linguistik yang dibuat berdasarkan berbagai
kriteria atau pandangan. Secara umum pembidangan linguistik itu adalah sebagai
berikut.
- Menurut objek kajian, linguistik dapat dibagi atas
dua cabang besar, yaitu linguistik mikro dan linguistik makro.
Objek kajian linguistik mikro adalah struktur internal bahasa itu sendiri,
mencakup struktur fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Sedangkan
objek kajian linguistik makro adlah bahasa dalam hubungannya dengan faktor
di luar bahasa seperti faktor sosiologis, psikologis, antropologi, dan
neurologi. Berkaitan dengan faktor – faktor di luar bahasa itu muncullah
bidang – bidang seperti sosiologistik, psikologistik, neurolinguistik dan
etnolinguistik. Disini, linguistik dipandang sebagai disiplin utama,
sedangkan ilmu-ilmu lain sebagai disiplin bawahan. - Menurut tujuan kajiannya, linguistik dapat dibedakan
atas dua bidang besaar yaitu linguistik teoteris dan linguistik
terapan. Kajian teoteris hanya ditujukan untuk mencari atau menentukan
teori – teori linguistik. Hanya untuk membuat kaidah – kaidah linguistik
secara deskriptif. Sedangkan kajian terapan ditujukan untuk menerapkan
kaidah – kaidah linguistik dalam kegiatan praktis, seperti dalam
pengajaran bahasa, penerjemahan, penyusunan kamus, dan sebagainya. - Adanya yang disebut linguistik sejarah dan sejarah
linguistik. Linguistik sejarah mengkaji perkembangan dan perubahan suatu
bahasa atau sejumlah bahasa, baik dengan diperbandingkan maupun tidak.
Sejarah linguiatik mengkaji perkembangan ilmu linguistik, baik mengenai
tokoh – tokohnya, aliran – aliran teorinya, maupun hasil – hasil kerjanya.
Dalam kaitannya dengan psikologi,
linguistik lazim diartikan sebagai ilmu yang muncoba mempelajari hakikat
bahasa, atruktur bahasa, bagaimana bahasa itu diperoleh, bagaimana bahasa itu
bekerja, dan bagaimana bahasa itu berkembang. Dalam konsep ini tampak bahwa
yang namanya psikolinguistik dianggap sebagai cabang dari linguistik, sedangkan
linguistik itu sendiri dianggap sebagai cabang dari psikologi.
C. Psikolinguistik
Psikolinguistik terbentuk dari kata
psikologi dan kata linguistic, yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing
– masing berdiri sendiri, dengan prosedur dan metode yang berlainan. Namun,
keduanya sama – sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya materinya
yang berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji
perilaku berbahasa atau proses berbahasa. Dengan demikian cara dan tujuannya
juga berbeda.
Meskipun cara dan tujuan berbeda,
tetapi banyak juga bagian – bagian objeknya yang dikaji dengan cara yang sama
dan dengan tujuan yang sama, tetapi dengan teori yang berlainan. Hasil kajian
kedua disiplin ini pun banyak yang sama, meskipun tidak sedikit yang berlainan.
Oleh karena itulah, telah lama dirasakan perlu adanya kerja sama di antara
kedua disiplin ini untuk mengkaji bahasa dan hakikat bahasa. Dengan kerja sama
kedua disiplin itu diharapkan akan diperoleh hasil kajian yang lebih baik dan
lebih bermanfaat.
Sebagai hasil kerjasama yang baik,
lebih terarah, dan lebih sistematis diantara kedua ilmu itu, lahirlah satu
disiplin ilmu baru yang disebut psikolinguistik, sebagai ilmu
antardisiplin antara psikologi dan linguistik. Istilah psikolinguistik
itu sendiri baru lahir tahun 1945, yakni tahun terbitnya buku psycholinguistics
: A Survey of Theory and Reserch Problems yang disunting oleh Charles E.
Osgood dan Thomas A. sebeok, di Bloomington, Amerika Serikat.
Psikolinguistik mencoba menguraikan
proses – proses psikologi yang berlangsung
jika seseorang
mengucapkan kalimat – kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan
bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia (Slobin, 1974; Meller,
1964; Slama Cazahu, 1973). Maka secara teoteris tujuan utama psikolinguistik
adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan
secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemeerolehannya. Dengan
kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan
bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada
waktu memahami kalimat– kalimat dalam pertuturan itu.
Dalam prakteknya psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan
psikologi pada masalah – masalah seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa,
pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan
kemultibahasaan, penyakit bertutur seperti afasia, gagap, dan sebagainya; serta
masalah – masalah sosial lain yang menyangkut bahasa, seperti bahasa dan
pendidikan,
bahasa dan pembangunan nusa dan bangsa.
D. Sejarah Perkembangan Psikolnguistik
Istilah psikolinguistik
baru muncul pada tahun 1954 dalam buku Thomas A. Sebeok dan Charles E.
Osgood yang berjudul Pshycolinguiatics: A Survey of Theory and
Research Problems, namun sebenarnya sejak zaman panini, ahli bahasa
dari India, dan Sokrates ahli filsafat dari Yunani, pengkajian bahasa telah
dilakukan orang. Kajian mereka tidak terlepas dari paham/aliran filsafat yang
mereka anut, karena filsafat merupakan induk dari semua disiplin ilmu.
Pada abad yang lalu terdapat dua aliran
filsafat yang saling bertentangan dan saling memengaruhi perkembangan
linguistik dan psikologi. Yang pertama adalah aliran empirisme yang erat
kaitannya dengan psikologi asosiasi. Aliran empirisme melakukan kajian terhadap
data empiris atau objek yang dapat diobservasi dengan cara menganalisis unsur –
unsur pembentukannya sampai yang sekecil – kecilnya. Oleh karena itu, aliran
ini disebut bersifat atomistik, dan lazim dikaitkan dengan asosianisme dan
positivisme.
Aliran kedua dikenal dengan nama rasionalisme.
Aliran ini mengkaji akal sebagai satu keseluruhan dan menyatakan bahwa faktor –
faktor yang ada dalam akal inilah yang patut diteliti untuk bisa memahami
perilaku manusia itu. Oleh karena itu, aliran ini disebut bersifat holistik,
dan biasa dikaitkan dengan paham nativisme, idealisme, dan
mentalisme.
Psikolinguistik bermula dari adanya
pakar linguistik yang berminat pada psikologi, dan adanya pakar psikologi yang
berkecimpung dalam linguistik. Dilanjutkan dengan adanya kerjasama antara pakar
linguistik dan pakar psikologi, dan kemudian muncullah pakar – pakar
psikolinguistik sebagai disiplin mandiri.
a. Psikologi dalam
Linguistik
Dalam sejarah linguistik ada sejumlah
pakar linguistik yang menaruh perhatian besar pada psikologi. Von Humboldt
(1767-1835), pakar linguistik berkebangsaan Jerman telah mencoba mengkaji
hubungan antara bahasa (linguistik) dengan pemikiran manusia (psikologi).
Caranya, dengan membandingkan tata bahasa dari bahasa – bahasa yang berlainan
dengan tabiat – tabiat bangsa – bangsa penutur itu. Von Humboldt sangat
dipengaruhi oleh aliran rasionalisme. Dia menganggap bahasa bukanlah sesuatu
yang sudah siap untuk dipotong – potong dan diklasifikasikan seperti aliran
empirisme. Menurut Von Humboldt bahasa itu merupakan satu kegiatan yang
memiliki prinsip – prinsip sendiri.
Ferdinand de Saussure (1858-1913),
pakar linguistik berkembangsaan Swiss, telah berusaha menerangkan apa
sebenarnya bahassa itu (linguistik) dan bagaimana keadaan bahasa itu dalam otak
(psikologi). Beliau memperkenalkan tiga istilah tentang bahasa yaitu langage
(bahasa pada umumnya yang bersifat abstrak), langue (bahasa tertentu
yang bersifat abstrak), dan parole (bahasa sebagai tuturan yang bersifat
konkret). Dia menegaskan objek kajian linguistik adalah langue.,
sedangkan objek kajian psikologi adalah parole. Ini berarti, kalau ingin
mengkaji bahasa secara lengkap, maka kedua disiplin, yakni linguistik dan
psikologi harus digunakan. Hal ini dikatakannya karena dia menganggap segala
sesuatu yang ada dalam bahasa itu pada dasarnya bersifat psikologis.
Edward Sapir (1884-1939), pakar
linguistik dan antropologi bangsa Amerika, telah mengikutsertakan psikologi
dalam pengkajian bahasa. Menurut Sapir, psikologi dapat memberikan dasar ilmiah
yang kuat dalam pengkajian bahasa. Beliau juga mencoba mengkaji hubungan bahasa
(linguistik) dengan pemikiran (psikologi). Dari kajian itu beliau berkesimpulan
bahwa bahasa, terutama strukturnya, merupakan unsur yang menentukan struktur
pemikiran manusia. Beliau juga menekankan bahwa linguistik dapat memberikan
sumbangan yang penting kepada psikologi Gestalt, dan sebaliknya psikologi
Gestalt dapat membantu disiplin linguistik.
b. Linguistik
dalam Psikologi
Dalam sejarah perkembangan psikologi
ada sejumlah pakar psikologi yang menaruh perhatian pada linguistik. John Dewey
(1859-1952), pakar psikologi berkebangsaan Amerika, seorang empirisme murni.
Beliau telah mengkaji bahasa dan perkembangannya dengan cara menafsirkan
analisis linguistik bahasa kanak – kanak berdasarkan prinsip – prinsip
psikologi. Umpamanya, beliau menyarankan agar penggolongan psikologi akan kata
– kata yang diucapkan kanak – kanak dilakukan berdasarkan makna seperti yang
dipahami kanak – kanak, dan bukan seperti yang dipahami orang dewasa dengan
bentuk – bentuk tata bahasa orang dewasa. Dengan cara ini, maka berdassarkan
prinsip – prinsip psikologi akan dapat ditentukan hubungan antara kata – kata
berkelas adverbia dan preposisi disatu pihak dengan kata – kata berkelas nomina
dan adjektiva dipihak lain. Jadi, dengan pengkajian kelas kata berdasarkan
pemahaman kanak – kanak kita akan dapat menentukan kecenderungan akal (mental)
kanak – kanak yang dihubungkan dengan perbedaan – perbedaan linguistik.
Pengkajian seperti ini, menurut Dewey, akan memberi bantuan yang besar kepaada
psikologi bahasa pada umumnya.
Watson (1878-1958), ahli psikologi
behaviorisme berkebangsaan Amerika. Beliau menempatkan perilaku atau kegiatan
berbahasa sama dengan perilaku atau kegiatan lainnya, seperti makan, berjalan,
dan melompat. Pada mulanya Watson hanya menghubungkan perilaku berbahasa yang
implisit, yakni yang terjadi didalam pikiran, dengan yang eksplisit, yakni yang
berupa tuturan. Namun, kemudian dia menyamakan perilaku berbahasa itu dengan
teori stimulus-respons yang dikembangkan oleh Povlov. Maka, penyamaan
ini memperlakukan kata – kata sama dengan benda – benda lain sebagai respons
dari suatu stimulus.
Weiss, ahli psikolodi behaviorisme Amerika. Beliau mengakui adanya aspek mental
dalm bahasa. Namun, karena wujudnya tidak memiliki kekuatan bentuk fisik, maka
wujudnya itu sukar dikaji atau ditunjukkan. Oleh karena itu, Weiss lebih
cenderung mengatakan bahwa bahasa itu sebagai satu bentuk perilaku apabila
seseorang menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosialnya. Weiss adalah salah
seorang tokoh yang terkemuka yang telah merintis jalan kearah lahirnya
psikolinguistik. Karena dialah yang telah berhasil mengubah Bloomfield dari
penganut aliran mentalistik menjadi penganut aliran behaviorisme. Weiss juga
telah mengemukakan sejumlah masalah yang harus dipecahkan oleh linguistik dan
psikologi yang dilihat dari sudut behaviorisme. Di antara masalah – masalah itu
adalah sebagai berikut :
- Bahasa merupakan satu kumpulan respons yang
jumlahnya tidak terbatas terhadap suatu stimulus. - Pada dasarnya perilaku bahasa menyatukan anggota
suatu masyarakat ke alam organisasi gerak saraf. - Perilaku bahasa adalah sebuah alat untuk mengubah
dan meragam-ragamkan kegiatan seseorang sebagai hasil warisan dan hasil
perolehan. - Bahasa dapat merupakan stimulus terhadap satu
respons, atau merupakan satu respons terhadap satu stimulus. - Respons bahasa sebagai satu stimul pengganti untuk
benda dan keadaan yang sebenarnya memungkinkan kita untuk memunculksn
kembali suatu hal yang pernah terjadi, dan menganalisis kejadian ini dalam
bagian – bagiannya.
c. Kerjasama
Psikologi dan Linguistik
Kerjasama secara langsung antara
linguistik dan psikologi sebanarnya sudah dimulai sejak 1860 yaitu, oleh Heyman
Steintthal, seorang ahli psikologi yang beralih menjadi ahli linguistik, dan
Moriz Lazarus seorang ahli linguistik yang beralih menjadi ahli psikologi
dengan menrbitkan sebuah jurnal yang khusus membicarakan masalh psikologi
bahasa dari sudut linguistik dan psikologi.
Dasar – dasar psikolinguistik menurut
beberapa pakar didalam buku yang disunting oleh Osgood dan Sebeok diatas adalah
berikut ini :
- Psikolinguistik adalah satu teori linguistik
berdasarkan bahasa yang dianggap sebagai sebuah sistem elemen yang saling
berhubungan erat. - Psokolinguistik adalah satu teori pembelajaran
(menurut teori behaviorisme) berdasarkan bahasa yang dianggapnsebagainsatu
sistem tabiat dan kemampuan yang menghubungkan isyarat dengan perilaku. - Psikolinguistik adalah satu teori informasi yang
menganggap bahasa sebagai sebuah alat untuk menyampaikan suatu benda.
d. Tiga Generasi
dalam Psikolinguistik
1. Psikolinguistik
Generasi pertama
Psikolinguistik generasi pertama adalah
psikolinguistik dengan para pakar yang menulis artikel dalam kumpulan karangan
berjudul psycholinguistics: A Survey of Theory and Reserch Problems yang
disunting oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. Sebeok. Titik pandang Osgood dan
Sebeok berkaitan erat dengan aliran behaviorisme (aliran perilaku) atau lebih
tepat lagi aliran neobehaviorisme. Teori – teori ini mengidentifikasikan bahasa
sebagai stu sistem respon yang langsung dan tidak langsung terhadap stimulus
verbal dan nonverbal. Orientasi stimulus respons ini adalah orientasi
psikologi.
Tokoh lain dari generasi pertama ini adalah L. Bloomfield. Beliau adalah tokoh
linguistik Amerika yang menerima dan menerapkan teori – teori behaviorisme
dalam analisis bahaa. Teknik analisis bahasa dan pandangannya tentang hakikat
bahasa sama dengan pandangan dan teori psikolinguistik perilaku.
Manusia yang normal sejak lahir telah
dilengkapi dengan kemampuan belajar. Oleh sebab itu, kemampuan berbahasa
didapat atau dicapai melalui proses belajar. Hal ini menunjukkan bahwa itu
harus dipelajari. Dengan kata lain, kemampuan berbahasa adalah satu kemampuan
hasil belajar, dan bukan sebagai sesuatu yang diwarisi.
Tokoh lain dari psikolinguistik
generasi pertama, dan yang dianggap sebagai tokoh utama adalah B. F. Skonner.
Beliau menjadi tokoh yang kemudian ditentang oleh Noam Chomsky yang menganut
aliran kognitif dalam proses berbahasa. Namun, teori – teori Skinner inilah
yang dianut oleh teori – teori linguistik aliran Bloomfield.
2. Psikolinguistik
Generasi Kedua
Karena pada psikolinguiatik generasi pertama tidak menjawab banyak masalah
proses berbahasa, dan teori – teori itu kekurangan daya penjelas, maka diperlukan
teori yang lain dalam psikolinguistik. Lahirlah teori –teori psikolinguiatik
generasi kedua, dengan dua tokoh utamanya yakni Noam Chomsky dan George Miller.
Menurut Mehler dan Noizet, psikolinguistik generasi kedua
telah dapat mengatasi ciri – ciri atomistik dari psikolinguistik Osgood-Sebeok.
Psikolinguistik generasi kedua berpendapat bahwa dalam proses berbahasa
bukanlah butir – butir bahasa yang diperoleh, melainkan kaidah dan sistem
kaidahlah yang diperoleh.
3. Psikolinguistik
Generasi Ketiga
Kelahiran psikolinguistik generasi ketiga ini oleh G.
Werstch dalam bukunya Two Problems for the New Psycholinguistics diberi
nama New Psycholinguistics.Ciri – ciri psikolinguistik generasi
ketiga ini adalah sebagai berikut :
Pertama,
orientasi mereka kepada psikologi, tetapi bukan psikologi perilaku. Mereka
berorientasi kepada psikologi seperti yang dikemukakan oleh Fresse dan Al
Vallon dari perancis, dan mungkin juga kepada psikologi aktivitas dari Uni
Sovyet atau seperti ditekankan oleh G. Werstch bahwa terjadi proses yang
serempak dari informasi linguistik dan psikologi.
Kedua,
keterlepasan mereka dari kerangka psikolinguistik kalimat dan keterlibatan
dalam psikolinguistik yang berdasarkan situasi dan konteks. Ini berarti,
analisis psikolinguistik bbukan lagi menentukan kalimat hubungan antara
struktur gramatikal dan kaidah semantik model Noam Chomsky dengan teori
generatif transformasinya, tetapi hubungan ini diperluas dengan memperhitungkan
situasi dan konteks.
Ketiga,
adanya satu pergeseran dari analisis mengenai proses ujaran yang abstrak ke
satu analisis psikologis mengenai komunikasi dan pikiran. Pergeseran dari
ujaran yang abstrak ke komunikasi dan pikiran ini dikemukakan oleh J. S. Bruner
dalam artikelnya berjudul Frol Communication to Language yang dimuat dalam
Cognition tahun 1974-5.
Ketiga
ciri utama dari psikolinguistik generasi ketiga ini menunjukkan telah
terjadinya satu peningkatan kualitatif dalam perkembangan psikolinguistik di negara
– negara Barat. Namun, menurut Leontive (1981) dibandingkan dengan perkembangan
linguistik di Eropa, maka osikolinguistik di Rusia sudah lebih dulu berkembang
karena sejak awal psikolinguistik di Rusia telah memperhitungkan jurus
komunikasi dan pikiran dalam analisas psikolinguistik.
E. Aliran-aliran Psikolinguistik
1)
Aliran
Behavioristik
Teori Behavioristik pertama kali dimunculkan oleh Jhon
B.Watson (1878-1958). Dia adalah seorang ahli psikologi berkebangsaan
amerika. Dia mengembangkan teori Stimulus-Respons Bond (S – R Bond) yang telah
diperkenalkan oleh Ivan P.Pavlov. Menurut teori ini tujuan utama
psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan
sedikitpun tidak ada hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah
benda-benda atau hal-hal yang diamati secara langsung, yaitu rangsangan
(stimulus) dan gerak balas(respons) [1][1].
Eksperimen yang dilakukan oleh Watson dalam membuktikan
kebenaran teori behaviorismenya terhadap manusia adalah percobaan terhadap bayi
yang bernama albert berusia 11 tahun dan tikus putih. Dimana kesimpulan
akhirnya adalah pelaziman dapat merubah prilaku seseorang secara nyata.
Dalam pembelajaran yang didasarkan pada hubungan stimulus
respon, Watson mengemukakan dua hal penting:
1.Recency
Principle(prinsip
kebaruan)
Yaitu Jika suatu stimulus baru saja menimbulkan respons,
maka kemungkinan stimulus itu untuk menimbulkan respons yang sama apabila
diberikan umpan lagi akan lebih besar daripada kalau stimulus itu diberikan
umpan setelah lama berselang.
2.Frequency Principle(prinsip frekuensi)
Menurut prinsip ini apabila suatu stimulus dibuat lebih
sering menimbulkan satu respons, maka kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan
respons yang sama pada waktu yang lain akan lebih besar.
Selain itu. Watson mengatakan bahwa keyakinan pada adanya
kesadaran berkaitan dengan keyakinan masa-masa nenek moyang mengenai tahayul.
Magis-magis senantiasa hidup. Konsep-konsep warisan masa praberadab ini telah
membuat kebangkitan dan pertumbuhan psikologis ilmiah menjadi sangat sulit.
Kriteria Watson dalam menentukan apakah sesuatu itu ada atau tidak ada adalah
berdasarkan apakah hal tersebut dapat diamati atau tidak dapat diamati.
Selanjutnya Bell (1981:24)
mengungkapkan pandangan aliran behaviorisme yang dianggap sebagai jawaban atas
pertanyaan bagaimanakah sesungguhnya manusia memelajari bahasa, yaitu:
1. Dalam upaya
menemukan penjelasan atas proses pembelajaran manusia, hendaknya para ahli
psikologi memiliki pandangan bahwa hal-hal yang dapat diamati saja yang akan
dijelaskan, sedangkan hal-hal yang tidak dapat diamati hendaknya tidak
diberikan penjelasan maupun membentuk bagian dari penjelasan.
2. Pembelajaran
itu terdiri dari pemerolehan kebiasaan, yang diawali dengan peniruan.
3. Respon yang
dianggap baik menghasilkan imbalan yang baik pula.
4. Kebiasaan
diperkuat dengan cara mengulang-ulang stimuli dengan begitu sering sehingga
respon yang diberikan pun menjadi sesuatu yang bersifat otomatis.
2)
Aliran
Kognitif
Menurut teori ini bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang
terpisah, melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari
kematangan kognitif. Bahasa di instruksikan oleh nalar. Perkembangan bahasa
harus berlandaskan pada percobaan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam
kognisi. Jadi urutan-urutan perkembnagan kognitif menentukan perkembangan
bahasaMenurut teori kognitif yang utama sekali harus dicapai adalah
perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk
keterampilan berbahasa semenjak lahir sampai umur 18 bulan bahasa belum ada, si
anak memahami dunia melalui indranya.
Adapun tokoh yang terkenal dengan teori kognitif ini adalah Noam
Chomsky menyatakan bahwa manusia dilahirkan dengan akal yang berisi
pengetahuan batin yang berkait dengan sejumlah bidang yang berbeda-beda. Salah
satu dari pengetahuan tersebut berkait dengan bahasa. Chomsky menyebut
pengetahuan batin yang berkait dengan bahasa ini sebagai Language
Acquisition Device atau yang lebih populer sebagai LAD, yang dalam modul
disebut sebagai Alat Pemerolehan Bahasa atau APB. Chomsky berpendapat
bahwa daya-daya dalam bidang yang berbeda yang disebut di atas, relatif mandiri
satu sama lain. Artinya tidak saling berkait. Bahkan dalam kaitan dengan
pemerolehan bahasa, Chomsky berpendapat bahwa bagi pemerolehan bahasa,
pengetahuan batin saja sudah cukup dan pengetahuan matematis serta pengetahuan
logika tidak diperlukan dalam kegiatan ini.
Masih menurut Chomsky behaviorisme (S-R), sangat tidak
memadai untuk menerangkan proses pemerolejhan bahasa. Sebab masukan data
linguistiknya sangat sedikit untuk membangkitkan rumus-rumus linguistic. pada bagian akhir subpokok bahasan diketengahkan argumen-argumen
yang dikemukakan Chomsky dalam mempertahankan APB yang tertuang dalam bentuk
empat argumen, yakni (1) keunikan tata bahasa, (2) data masukan yang tidak
sempurna, (3) ketidakselarasan intelegensi, dan (4) kemudahan dan kecepatan
pemerolehan bahasa anak.
3)
Aliran
Mentalistik
Pada subpokok bahasan ini, kita telah membahas sejumlah
konsep pendapat-pendapat para teorisi mengenai bagaimana seseorang memahami dan
merespons terhadap apa-apa yang ada di alam semesta ini. Kita telah berbicara
mengenai pandangan-pandangan kaum mentalis dan kaum bahavioris, terutama dalam
kaitan dengan keterhubungan antara bahasa, ujaran dan pikiran. Menurut kaum
mentalis, seorang manusia dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda
dari badan (body) orang tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai
dua hal yang berinteraksi satu sama lain, yang salah sati di antaranya mungkin
menyebabkan atau mungkin mengontrol peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
bagian lainnya. Dalam kaitan dengan perilaku secara keseluruhan, pandangan ini
berpendapat bahwa seseorang berperilaku seperti yang mereka lakukan itu bisa
merupakan hasil perilaku badan secara tersendiri, seperti bernapas atau bisa
pula merupakan hasil interaksi antara badan dan pikiran. Mentalisme dapat
dibagi menjadi dua, yakni empirisme dan rasionalisme.
Kedua pendapat ini pun memiliki
pandangan-pandangan yang berbeda dalam memahami persoalan gagasan-gagasan batin
atau pengetahuan. Semua kaum mentalis bersepakat mengenai adanya akal dan bahwa
manusia memiliki pengetahuan dan gagasan di dalam akalnya. Meskipun demikian,
mereka tidak bersepakat dalam hal bagaimana gagasan-gagasan tersebut bisa ada
di dalam akal. Apakah gagasan-gagasan tersebut seluruhnya diperoleh dari
pengalaman (pendapat kaum empiris) atau gagasan-gagasan tersebut sudah ada di
dalam akal sejak lahir (gagasan kaum rasional). Bahkan di dalam kedua aliran
ini pun, terdapat perbedaan pendapat yang rinciannya akan kita bahas nanti.
Kemudian, diketengahkan pembahasan
mengenai empirisme. Dalam kaitan ini telah dibahas kenyataan bahwa kata empiris
dan empirisme telah berkembang menjadi dua istilah yang memiliki dua makna yang
berbeda. Setelah itu, dibahas pula isu lain yang mengelompokkan kaum empiris,
yakni isu yang berkenaan dengan pertanyaan apakah gagasan-gagasan di dalam akal
manusia yang membentuk pengetahuan bersifat universal atau umum di samping juga
bersifat fisik.
PENUTUP
- Kesimpulan
Teori/Aliran Behavioristiktujuan utama psikologi adalah
membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku, dan sedikitpun tidak ada
hubungannya dengan kesadaran. Yang dikaji adalah benda-benda atau hal-hal yang
diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus) dan gerak balas(respons)
Teori Kognitifberpandangan Menurut teori ini
bahasa bukanlah suatu ciri ilmiah yang terpisah, melainkan salah satu diantara
beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif
Kaum mentalisberpendapat seorang manusia
dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda dari badan (body) orang
tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai dua hal yang
berinteraksi satu sama lain,
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Dardjowidjojo,
Soenjono. 2010. Psikolinguistik Pengantar
Pemahaman Bahasa
Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mar’at,
Samsunuwiyati. 2009. Psikolingustik Suatu Pengantar. Jakarta: Refika Aditama.
http://prasastie.multiply.com/journal/item/38
[1]http://massofa.wordpress.com/2008/01/24/menengok-bahasan-psikolinguistik/
OLEH PAKDE SOFA
http.//www.scrib.com